Share

Suami yang Hangat

Penulis: Wafa Farha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-18 16:30:26

"Jawab Mas! Apa kamu selingkuh?! Kenapa pil KB ini ada di rumah kita!" Aku tak sabar lagi. Hingga tak bisa mengendalikan emosiku.

"Em, Nai. Tenanglah, Nai!" Ibu tiba-tiba berdiri di depanku jadi penghalang antara aku dan anaknya.

Ya, tentu saja dia tak terima jika anak kesayangannya harus merasakan kemarahanku.

Mas Huda tampak seperti pecundang! Ia bersembunyi di balik ketiak ibunya. Jika tak salah, kenapa sikapnya demikian? Huft. Bikin emosiku makin naik saja.

"Gak bisa untuk sekarang, Bu. Maaf!" Kudorong tubuh wanita yang jauh lebih tua dariku itu. Hingga tanganku mampu menarik kemeja Mas Huda. Lelaki yang brengsek yang sudah berani mengkhianatiku.

"Nai!" Ibu berteriak. Lalu mendorongmu sekuat tenaga hingga aku jatuh di lantai.

Aku tak percaya, jika wanita itu berani dan tega mendorongku. Dia yang selama ini selalu baik, menanyakan kabar setiap kali bertelepon dari kampung dan perhatian kala bertemu. Kini bersikap jahat, dan lebih membela puteranya yang jelas-jelas menyimpan pil KB bukti perselingkuhan.

Dadaku naik turun karena emosi. Aku juga marah pada Ibu sekarang. Saking marahnya, tapi juga bingung menghadapi orang tua aku hanya bisa menatap nyalang pada anak dan Ibu yang berdiri di depanku.

"Em, maaf. Nai." Ibu tampak menyesal dan segera membantu. Dipegangi dua pundakku dan berdiri, dengan sorot khawatir.

Sementara Mas Huda seperti orang bego yang hanya menatapku seperti orang kebingungan.

Entah, dia bingung bagaimana menjawab karena tertangkap basah, atau bingung atas apa yang aku tuduhkan karena tak mengerti maksudku.

"Aku gak ngerti kamu ngomong apa, Nai." Lelaki itu menggaruk kepala. Apa dia hanya pura-pura sekarang? Ya, jelas saja. Mana ada orang ngaku saat berbuat salah, apalagi kesalahan itu disengaja dari awal.

"Duduklah. Ibu bisa jelaskan semua." Ibu mendudukkanku di kursi. Sementara mataku tak berhenti melirik tajan pada Mas Huda agar pria itu menjawab pertanyaan.

"Begini, Nay. Maaf. Hehe. Itu adalah pil KB milik ibu." Suara wanita itu melunak. Bahkan dia sematkan tawa pada kalimatnya.

"Apa?!" Aku menatap Ibu tak percaya. Jadi selama ini dugaanku benar, kalau ternyata wanita itu punya kekasih.

Tapi ... ah, tidak mungkin ini pasti salah. Ibu baru seminggu di kota untuk apa menyimpan pil KB? Lebih baik aku dengar penjelasannya, seraya menyesali tuduhanku pada Mas Huda. Atau ... jangan-jangan Ibu hanya menutupi kesalahan putranya tercinta? Tenang, Nai. Jangan mudah percaya.

"Gini, jadi itu pil KB yang ibu beli bulan lalu di bidan, Nay. Lalu ibu taruh tas. Nah, pas kalian ngajak ke kota. Jadinya buru-buru dan kebawa. Nah tadi malam itu pas beberes, nemu itu terus pagi mau ibu buang saja ke tempat sampah di dapur." Ibu menjelaskan pelan-pelan.

Kalau dipikir masuk akal juga. Walau agak ragu sebenarnya. Kenapa bisa sekebetulan itu. Mana aku tadi lihat siluet bayangan orang bercumbu di kamar Ibu. Kini otakku bekerja keras mensinkronkan antara jawaban Ibu dan keadaan yang terjadi.

Atau jangan-jangan ....

Kutatap pada Mas Huda lalu Ibu. Segera kutepis pikiran gila ini. Mereka bukan binatang! Tidak mungkin menjalain hubungan terlarang antara ibu dan anak.

"Jadi bukan punya Ibu?" Turun juga emosiku. Sekarang selain pil KB malah aku curiga bayangan di kamar Ibu.

Duh, apa karena kadung curiga jadi aku mencurigai hal lain yang tak perlu.

"Makanya, Nai. Lain kali jangan sembarangan bicara. Tuduhanmu itu keterlaluan. Ngapain juga aku pakai Pil KB? Pake bilang aku selingkuh. Pikir juga donk perasaanku," dengkus Mas Huda.

"Iya, Mas. Maaf!" Kuperlihatkan sikap menyesal.

"Lain kali, pikir sebelum bicara. Kamu pikir aku sebejat itu!" ketusnya lagi, sembari melangkah ke arah tangga. Lalu kaki-kakinya melewati anak-anak tangga satu demi satu.

Hem. Dia pasti ngambek. Ya, jelas saja. Jika aku di posisi yang dituduh pasti sangat kesal.

"Sudah biarkan. Apa kamu sudah makan? Ibu sudah masakin kamu tadi," tanya Ibu kemudian.

Aku mengangguk. Tapi tak ku cerita kan bagaimana aku makan bertiga dengan mantan yang jadi bosku dan satu pegawai lain. Bisa-bisa malah aku yang disangka affair dan cari-cari alasan.

"Oya, apa Ibu sakit? Tadi aku dengar Ibu mual pas telepon."

"Oh, itu. Ibu hanya masuk angin saja, Nai. Mungkin karena kecapean menempuh perjalanan semalam."

Aku pun pamit ke atas menyusul suamiku. Lelaki itu sudah tampak pulas di atas ranjang. Menunggungiku. Aku hanya menghela. Sikapku memang keterlaluan.

Setelah membersihkan diri, kurebahkan tubuh di atas ranjang. Tiba-tiba membayangkan, sikap manis Anggara saat menyiapkan makan untukku dan Rena tadi, aku jadi penasaran bagaimana keadaan istrinya? Wanita itu sudah lebih tiga bulan tak tampak di kantor. Mereka pasti sangat bahagia. Apalagi, suaminya semanis Anggara yang tidak ngambekan dan kadang sikapnya sangat dingin.

Baru akan memejamkan mata, mataku belebar sempurna. Sebuah tangan kekar melingkar di perut. Rasa hangat menjalar di pipi dan tubuh.

"Maafkan, Mas. Sayang. Kamu pasti suka curiga dan uring-uringan karena kita lama tak melakukannya." Suara lembut Mas Huda membuatku melayang.

"Ya," sahutku singkat.

"Ayo kita lakukan."

"Apa?"

Selanjutnya tak ada lagi kata-kata. Mas Huda kembali hangat seperti dulu. Memberiku pujian, kehangatan dan kebahagiaan dalam waktu yang sama. Maaf, Mas. Aku terlalu bodoh, curiga tanpa bukti jelas.

💔💔💔

Next pisah POV biar ga bingung🙏

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Ending

    "Bagaimana kalau terbukti bayi dalam kandungan Sherly adalah anakmu?"Anggara tercenung, hanya sesaat. Kemudian menatap Naira lekat-lekat."Kalau itu memang anakku, aku akan bertanggung jawab penuh atas hidup anak itu. Tapi, tidak akan ada siapa pun yang bisa memaksaku untuk menikahi Sherly. Dan...."Anggara tidak melanjutkkan kalimatnya, dia berdiri dan duduk satu sofa dengan Naira. Keseriusannya membuat jantung Naira berdebar-debar cepat. Jari-jemari Naira digenggam erat Anggara."Dan, kalau memang itu anakku, aku berharap kebesaran hatimu untuk mau tetap menerimaku sebagai suamimu, dan meminta kebaikan hatimu untuk anak yang tidka berdosa itu."Anggara menahan napas, menunggu apa reaksi dan jawaban Naira. Ditengah perasaan khawatirnya, Naira justru mengulurkan tangan dan membelai lembut pipi Anggara."Aku memang memiliki keraguanku padamu sampai tadi sebelum masuk ke ruanganmu ini. Tapi, kemudian aku tahu, bahwa suamiku berkata benar."Kernyitan di kening Anggara melekuk-lekuk dala

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Bagaimana Kalau Dia Anakmu?

    Huda menunggu dengan gelisah kedatangan Sherly. Perasaannya tidak enak. Suara kemarahan Sherly ditelepon, membuat pikiran Huda menjadi kalut. Dia merasa kalau situasinya berantakan."Brengsek kamu, Huda!"Sebuah hentakan di meja, menyadarkan Huda dari lamunannya. Sherly sudah datang, dengan setumpuk kekesallannya, hingga melempar tasnya ke atas meja, sebelum kemudian duduk. Dirogohnya isi tas dengan kalap, lalu mengeluarkan sebungkus rokok. Namun, saat melihat rokok itu, dia kemudian teringat bagaimana Anggara membentaknya kasar. Akhirya, Sherly meremas bungkus rokok beserta isi-isinya.Huda yang melihat itu, semakin penasaran sekaligus was-was. Dia merasa kalau yang akan dihadapinya bukan hanya tentang kekesalan si Sherly juga, tapi tentang rencana penghancuran pernikahan Anggara dan Naira."Gimana? Gimana tadi di sana? Si kunyuk Anggara itu, tidak bisa berkutik, 'kan? Dia mau menuruti maumu, 'kan?" Huda memajukan tubuhnya, menggeser kursinya, agar lebih dekat dengan Sherly.Sherly y

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Aku Sabar

    Pintu ruang kerja Anggara ditutup Sherly dari luar dengan bantingan yang amat sangat keras. Itu membuat sekretaris Anggara tersentak dan menatap Sherly dengan melongo. Dalam hati ada si sekretaris, ada kekaguman dengan kekuatan Sherly membanting pintu daun jati yang cukup tebal itu.Sherly tak langsung melangkah. Dia tetap berdiri di depan pintu yang tertutup, dengan napas naik turun yang tidak teratur. Satu dua kali, dia menyisir rambutnya dari depan ke belakang dengan kasar, hingga membuat si sekreatris khawatir rambut itu akan jebol dari akar kepala.Setelah dia bisa menguasai diri, Sherly melangkah menjauhi ruang kerja, menuju lift. Ekspresi wajahnya menyiratkan sesuatu yang buruk. Dia tidak menyapa apalagi menoleh ke meja sekreatris, melainkan menghubungi Huda.Di depan lift, barulah telepon Sherly diterima Huda."Brengsek kamu Huda! Ternyata deskripsimu tentang perempuan itu, salah! Sekarang, aku yang terjebak. Kalau ngomong itu yang bener!" cerocos Sherly tanpa menekan tombol a

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Jangan Mengujiku

    "Tidak, Nai." Cepat-cepat Anggara menanggapi. Khawatir istrinya akan salah tanggap."Aku tidak menyimpan foto-foto itu. Dia yang menunjukkan kepadaku tadi, sebagai bukti," lanjut Anggara."Foto apa?" Kali ini Naira menoleh ke Sherly. "Aku bisa lihat?""Gak perlu dilihat, Nai," cegah Anggara dengan suara lembut."Aku tetap mau melihatnya, Mas.""Aku tidak izinkan.""Kenapa?""Itu hanya akan membuatmu semakin berprasangka buruk terhadapku, sedangkan aku sendiri, tidak meyakini kalau foto itu mewakili apa yang sudah kuperbuat kepadanya," jelas Anggara."Kalau begitu, biarkan aku melihatnya dan menilainya sendiri."Anggara menatap ke dalam mata Naira yang memiliki keteguhan. "Aku tidak mau kamu terluka lebih banyak lagi, Nai.""Aku sudah terluka, Mas. Banyak atau sedikit, aku tetap terluka."Naira kembali menatap serius Sherly. Tangannya terulur dan meminta bukti foto itu."Biar aku melihat foto itu juga."Sherly tersenyum senang. Dengan gerakan gemulai, Sherly menyerahkan ponselnya."Ak

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Menghadapi Pelakor dengan Elegan

    Naira melotot tak terima. Bagaimana bisa ada perempuan tak tahu malu seperti itu. Tanpa ragu, wanita bergerak maju mendekati Sherly dan menjambak rambutnya hingga kepalanya tertarik ke belakang. "Au! Jalang! Lepaskan! Aku bisa melaporkanmu ke polisi!" ancam Sherly sambil berteriak kesakitan."Kamu pikir aku takut, hah?!" Naira melotot di depan wajah Sherly. Dulu mungkin dia tak bisa melawan fisik Rindi yang merebut Huda, tapi tidak sekarang. Anggara di sini untuknya, dia bukan tukang selingkuh seperti suami pertamanya.Anggara panik, ia tak mau kejadian ini heboh dan menarik perhatian yang lain. Rasanya kesabaran Anggara sudah sampai di batasnya. Ia tak mau diam saja. Naira bisa merasakan bagaimana tangan suaminya yang merangkul pinggangnya terasa mengetat, yang artinya Anggara sedang berada pada kemarahannya yang masih ditahan.Naira tentunya tidak ingin martabat suaminya buruk di mata banyak karyawannya. Itu tidak baik karena juga bisa mempengaruhi nama baik perusahaan. Naira harus

  • PIL KB MILIK IBU MERTUA    Bukan lagi Pengecut

    Di luar ruang kerja Anggara, Naira dan seorang sekretaris, duduk gelisah di tempatnya masing-masing. Si sekretaris, beberapa kali mencuri pandang ke arah Naira dan juga ke pintu ruang kerja bosnya. Ingin sekali dirinya mendekati Naira, lalu mencoba menenangkan.Namun, ia sadar kalau itu pasti tidak akan bisa mengubah perasaan kalut seorang istri yang mengetahui suaminya berdua-duaan dengan wanita lain.Naira sendiri, sebenarnya tidak keberatan dengan kesendiriannya di sofa. Itu membuatnya leluasa berpikir antara tetap di kantor atau pulang, dan antara masuk menerobos ke ruang kerja Anggara atau sabar menunggu sampai tamu wanita bernama Sherly itu keluar.Sebenarnya Naira sangat ingin masuk, dan melabrak wanita itu serta Anggara bersamaan. Rasa kesal, marah, akibat merasa pernikahan ini tidak adil, adalah yang membuat Naira ingin meluapkan pada keduanya sekaligus. Seandai kata Anggara jujur sejak awal, sebelum menikah, atau Sherly datang menemuinya sebelum menikah, pastinya hidup Naira

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status