Share

PLEASE, MR. WINTER
PLEASE, MR. WINTER
Penulis: AYAS

1. RANA

Penulis: AYAS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-06 20:13:01

Pada malam itu, beberapa gelas anggur merah telah mengalir melewati kerongkonganku. Kenikmatannya menyengat lidahku—terasa lembut dan kaya, seperti kemewahan yang tidak pernah kucecap sebelumnya.

Pada hari-hari biasa, aku tidak akan pernah menenggak anggur merah dan berbagai minuman beralkohol lainnya. Namun, malam ini berbeda. Malam ini, sahabat dekatku yang bernama Arabella Winter merayakan ulang tahunnya yang ke dua puluh tiga.

Sebagai teman dekat yang bergembira, aku membebaskan diriku untuk mencicipi anggur merah itu di pesta Arabella. Mencicipi atau tepatnya menumpahkan cairan manis itu di mulutku.

Saat itu, aku pikir tidak ada salahnya. Toh, kapan lagi aku bisa menikmati minuman itu secara gratis?

Aku hanya akan menikmati beberapa teguk anggur, mengobrol santai bersama teman-temanku yang sebenarnya hanya terdiri dari Arabella dan Dahlia, berdansa di bawah lampu kristal yang menggantung indah di tengah ballroom hotel tempat pesta ulangtahun Arabella diselenggarakan, dan aku mungkin akan menemukan satu atau dua pria untuk digoda, lalu kulupakan di menit berikutnya.

Sesepele itu.

Aku tidak memikirkan sesuatu yang spektakuler akan terjadi. Karena kembali lagi, malam ini adalah malamnya Arabella, bukan malamku. Aku hanya seorang tamu, hanya pemeran pendukung dalam pesta megah dan mewah itu.

Aku tidak memikirkan akan ada sesuatu terjadi padaku, tidak hingga sesuatu benar-benar terjadi.

Entah bagaimana, dalam keadaan sadar tak sadar, aku mengerang di sudut ruang gelap yang tidak kuketahui di mana.

Tubuhku tersudutkan di dinding beton yang dingin, punggung melengkung menahan stimulasi baru yang kini mengaburkan pandanganku dengan gairah menggebu.

Seorang pria berdiri di depanku, mendominasiku. Tangannya terselip masuk di celah kakiku. Jari-jarinya yang panjang dan kasar bermain di titik sensitifku. Mendobrak masuk ke dalam genangan basahku. Membuatku mengerang berkali-kali, napas terengah, dan wajah memerah.

Jari-jarinya yang bermain nakal di milikku menciptakan sensasi panas di sekujur tubuhku. Aku seperti melambung di udara, hampir menyentuh nirwana.

Lengannya yang kokoh dan kekar telah melingkupi pinggangku, menahanku agar tidak mencari ke lantai seperti manusia tak bertulang.

"Sebastian, Please..." Kataku, dan nama yang mengalir di lidahku saat itu terasa begitu familier, begitu tidak masuk akal.

Aku mendongak menatap wajah Sebastian. Wajah yang begitu tampan dengan struktur tulang pipi yang tegas dan tajam. Alisnya yang tebal dan gelap menaungi sepasang mata hijaunya yang seperti dedaunan.

Kilat hasrat yang membara terlukis di dalam tatapan matanya. Ia mencium rahangku dan aku kembali merintihkan namanya. Seakan-akan ia adalah dewa, dan aku menyembahnya.

"Aku tidak akan melepaskanmu semudah itu, Sugar." Suara Sebastian yang lirih di telingaku, membuat eranganku semakin kencang—semakin tidak sabaran.

Aku menegang berulang-ulang. Ia menarikku hampir mencapai kenikmatan, tapi meredakan permainannya ketika aku hampir, sedikit lagi, mencapai klimaksku.

"Please..., aku sudah tidak sanggup..." Cairanku mengalir panas di pangkal paha. Suara jarinya yang bermain di bawah sana berpadu dengan suara rintihanku.

Mata Sebastian mencari mataku, dan ia menyeringai puas melihat kekacauan yang ia ciptakan padaku.

"Kau suka ini, Sugar?" Ia meningkatkan ritme permainannya. Aku sampai berlinang air mata.

Aku terus memohon dan memohon pelepasan yang tak kunjung Sebastian berikan, karena saat itu ia sedang menghukumku. Sebastian menghukumku.

Karena apa dia menghukumku?

Air mata mengalir keluar membasahi pipiku. Mengotori wajahku.

Pikiranku hampir kosong saat itu. Suara yang terus keluar dari mulutku adalah kata-kata permohonan, rintihan dari frustasi tak tertahan. Aku melupakan diriku, namaku, tempatku. Satu-satunya yang kuinginkan adalah agar jari itu memuaskanku.

Aku menginginkan Sebastian mengampuniku.

Aku ingin Sebastian membebaskanku.

"Kau terlihat lebih baik ketika berlinang air mata," kata Sebastian lagi, suaranya bercampur jenaka. "Katakan padaku, Rana Ferreira, apa kau benar-benar menyesal?"

"Aku menyesal," sahutku terlalu cepat. Aku tidak tahu apa yang kusesali. "Maafkan aku, please.."

"Katakan padaku kau tidak akan mengulangi tindakanmu lagi," Sebastian menanamkan jari tengahnya ke titik yang membuat tubuhku mengejang, napasku terengah tak karuan.

"Aku tidak akan...ahh, Sebastian..."

"Katakan, Rana Ferreira."

Katakan apa? Aku tidak tahu apa yang sudah kulakukan.

Seperti membaca kebingungan dan keputusasaanku, Sebastian menyeringai tipis seperti iblis. "Katakan," bisiknya, "Kau akan berhenti mencium sembarang pria lagi."

"Huh?" Aku? Kapan aku mela-aaahh!

"Fokus, Sugar."

"A-aku berjanji, aku tidak akan mencium sembarang pria lagi... hnngggghhh..."

"Kau akan berhenti menggoda setiap pria yang kau temui."

"Aku berhenti..., aku tidak akan menggoda siapa pun."

Seakan puas pada ucapanku, Sebastian mengusap keningku dengan tangannya yang bebas.

"Good girl," bisiknya, sebelum menyentak tubuhku semakin rapat di dadanya. Menggunakan lututnya, ia melebarkan kakiku dan kali ini, tanpa jeda kejahilan, ia melambungkan tubuhku dalam kenikmatan lewat gerakan liar jarinya yang panjang.

Erangan dan lenguhan lolos dari bibirku, dan Sebastian menggunakan bibirnya untuk membungkam keras suaraku. Kami berciuman, dan ciuman itu menambah gelap pandanganku terhadap realita.

Aku seperti melayang di angkasa, gairah panas berkobar menguasai ragaku sepenuhnya, ketika klimaksku tiba, ketika cairan hangatku mengalir deras membasahi jari-jarinya, aku terbangun dengan keterkejutan yang luar biasa.

Seluruh duniaku telah cerah.

Pagi menyapa lewat jendela, dan Sebastian, pria yang menerbangkanku dalam kenikmatan tiada dua telah menghilang dari mata. Segalanya terasa seperti mimpi.

Aku pasti bermimpi.

Sebastian Winter tidak mungkin menanamkan menyentuhku. Pria tampan dan paling dingin sedunia itu tidak mungkin melakukan itu padaku. Aku tidak mungkin orgasme di jari Sebastian. Itu mimpi yang sangat konyol dan memalukan, dan liar, dan ugghh!!!

"Aku pikir kau tidak akan bangun sampai siang," membuyarkan lamunanku, Arabella masuk ke kamar sambil membawa sebuah buku novel. Saat itu juga aku tersadar aku sedang berada di kamar mewah Arabella, bukan di kamar apartemen murahku yang memiliki jejak air di dindingnya.

"Apa yang terjadi?" Kataku, suaraku kering dan serak.

"Kau lupa?"

"Lupa apa?"

"Kau mabuk berat, Rana. Untung saja Sebastian menemukanmu."

"Sebastian?" Nama itu keluar dari bibirku, membawa ingatan pada mimpi gilaku.

Tunggu, Sebastian???

Sebastian Winter?

Apa aku bermimpi?

Apa mimpiku benar-benar hanya mimpi?

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PLEASE, MR. WINTER   5. RANA

    Mengikuti perintah nenekku yang menginginkan aku menghadiri kencan buta Sabtu malam itu, aku terpaksa menutup The Garnets lebih awal. Aku sudah memberitahu Tasa mengenai izinku, tapi ia tidak merespon.Tidak adanya respon dari Tasa berarti dia tidak peduli, yang juga berarti, aku bebas pergi.Tasa pernah mengatakan padaku, kalau aku ingin pulang lebih awal, atau jika aku punya kesibukan macam apa pun, aku bebas menutup tokonya. Dia bahkan pernah memintaku menutup toko di hari valentine karena dia tidak mau aku kewalahan mengurus bunga-bunganya.Benar-benar bos yang aneh, tapi aku menyukainya. Aku menyukai upah dan fleksibilitas yang ia berikan padaku."Setidaknya, nenekmu mempunyai selera," merupakan pendapat Dahlia saat aku melakukan facetime dengannya dan Ara. Dahlia mengomentari foto Rayan Bhatt yang tertera di IG pria itu.Aku sedang mempersiapkan diri untuk kencanku, memakai make-up dan semacamnya. Aku bahkan meminjam dress Ara, karena aku tidak mau terlihat jelek di depan kencan

  • PLEASE, MR. WINTER   4. SEBASTIAN

    Tubuh wanita itu menegang ketika aku menegurnya. Di tengah malam, mengenakan piama satin merah yang kontras di kulit putihnya, aku melihatnya melenggang dari arah kamar Ara. Ia hendak menuju dapur ketika aku membuyarkan apa pun itu yang sedang ia pikirkan sampai ia tidak menyadari kehadiranku.Dia hanya berjalan melewatiku, seakan-akan aku hanyalah pajangan batu yang tidak menarik perhatiannya. "Sebastian," gumamnya dengan keterkejutan, ia menoleh ke arahku dengan mata membola. "Kau pulang?" "Kelihatannya?" sahutku.Aku melenggang santai menghampirinya, menikmati setiap gerak-gerik kecanggungan yang tercipta di tubuhnya. Bagaimana sepasang matanya berbinar waspada, jari-jarinya saling bertaut di bawah dada, dan bagaimana ia mundur seinci demi seinci dariku. "Se-selamat datang kalau begitu, selamat malam, maksudku. Aku dan Dahlia menginap malam ini. Permintaan Ara..." "Hmm." Aku menunggu lanjutan ucapan Rana dengan alis terangkat sebelah. Di bawah tatapanku, ia meneguk ludah kak

  • PLEASE, MR. WINTER   3. RANA

    Entah sudah berapa kali ketenanganku retak hari ini. Ketika aku berpikir aku telah menemukan ketenanganku—telah move on dari kejadian malam itu, memori dari momen panas itu datang menghampiriku. Membuat ketenanganku tergoyahkan dan aku memekik histeris sendirian.Lupakan, Rana, lupakan. Itu hanya permainan biasa. Aku pernah melakukan hal yang lebih dari itu dengan mantanku dulu. Dulu, beberapa tahun lalu.Tapi kejadian ini baru, masih sangat segar di kepalaku. Aku tidak bisa lupa. Bagaimana bisa aku melupakannya? Seumur hidupku, aku tidak pernah melakukan hal segila itu. Maksudku, aku tidak pernah menghampiri sembarang pria dan memintanya menjamahku hingga aku klimaks di tangannya.Aku selalu percaya di antara aku, Ara, dan Dahlia, akulah yang lebih dewasa secara pemikiran, lebih logis dan dapat diandalkan. Aku tidak pernah, maksudku jarang, melakukan kesalahan. Ketika aku melakukan kesalahan pun, kesalahanku itu terbilang kecil dan sepele.Sekali lagi, aku tidak—aku bukan tipe

  • PLEASE, MR. WINTER   2. SEBASTIAN

    Rana Ferreira adalah namanya, wanita yang kini berdiri kikuk di sebelah Arabella. Tatapannya memantul ke mana-mana, selain menatapku. Ia menghindari menatapku.Kecanggungan terlihat jelas dari bahasa tubuhnya yang awkward dan kaku. Seakan-akan ia ingin melarikan diri secepat mungkin dari hadapanku. Betapa lucu. Padahal semalam ialah yang menghampiriku. Dirinya dan kegilaannya bergelayut di leherku, menarik atensiku, dan memaksaku untuk menciumnya.Dia adalah iblis penggoda yang membuatku hampir lepas kendali dan melakukan hal gila yang aku yakini, pasti akan kusesali. "Kopi," tawarku pada Ara dan Rana. Kendati ingatan tentang kejadian semalam mengisi kepalaku, membuat darahku berdesir panas, aku menyikapi kehadiran adikku dan Rana dengan tenang—kasual seperti biasa. "Tidak, terima kasih." Ara menjawabku dengan cengiran manis dan lugunya.Nampaknya, Ara masih gembira atas perayaan ulang tahunnya kemarin yang berjalan spektakuler, ia tidak mencium kejanggalan dari kebisuan sahabatny

  • PLEASE, MR. WINTER   1. RANA

    Pada malam itu, beberapa gelas anggur merah telah mengalir melewati kerongkonganku. Kenikmatannya menyengat lidahku—terasa lembut dan kaya, seperti kemewahan yang tidak pernah kucecap sebelumnya.Pada hari-hari biasa, aku tidak akan pernah menenggak anggur merah dan berbagai minuman beralkohol lainnya. Namun, malam ini berbeda. Malam ini, sahabat dekatku yang bernama Arabella Winter merayakan ulang tahunnya yang ke dua puluh tiga. Sebagai teman dekat yang bergembira, aku membebaskan diriku untuk mencicipi anggur merah itu di pesta Arabella. Mencicipi atau tepatnya menumpahkan cairan manis itu di mulutku.Saat itu, aku pikir tidak ada salahnya. Toh, kapan lagi aku bisa menikmati minuman itu secara gratis?Aku hanya akan menikmati beberapa teguk anggur, mengobrol santai bersama teman-temanku yang sebenarnya hanya terdiri dari Arabella dan Dahlia, berdansa di bawah lampu kristal yang menggantung indah di tengah ballroom hotel tempat pesta ulangtahun Arabella diselenggarakan, dan aku mun

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status