Share

Bab 2

Penulis: Piemar
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-20 14:05:21

Ana menunduk dalam-dalam saat pangeran itu mendekat. Sial, justru langkah pria bertubuh tinggi besar itu berhenti… tepat di hadapannya. Jarak mereka hanya beberapa jengkal. Ana bahkan bisa merasakan hembusan nafasnya yang beraroma mint campur rosemary. Aneh, katanya wangi nafasnya bau bawang putih dan telur busuk. Tapi aroma nafasnya harum. Apalagi … ciumannya. 

Beberapa detik Ana mengusik pikiran itu. 

 “Angkat wajahmu,” suaranya dalam dan dingin.

Ana mendongak—hanya setengah. Sungguh, mendadak ia diserbu rasa takut bercampur gugup yang tinggi. Ada banyak ketakutan yang menyelimuti dirinya. Bagaimana kalau ia ketahuan bukan Putri Clarissa? Mungkin jasadnya akan berakhir di balairung eksekusi kerajaan.

Pangeran Leonhart menatap gadis itu seperti ingin menyelami isi kepalanya. “Lebih tinggi.”

Dengan ragu, Ana menengadah, menatap matanya. Seketika keheningan turun. Ana bisa melihat jelas tatapan gelap milik pangeran itu. Manik matanya berwarna hitam pekat seperti batu obsidian. Indah namun terlihat seperti penuh luka.

“Buka veil itu!” kata Pangeran Leonhart dengan suara tegas.

Ana meremat gaunnya. Memberanikan diri, ia menjawab dengan sopan meski tak bisa menutupi rasa gugup sepenuhnya. “Sesuai adat, wajahku hanya akan kau lihat sepenuhnya di hari pernikahan nanti, Tuanku…” suaranya lembut meniru logat Putri Clarissa.

“Apa kau mungkin bukan Putri Clarissa,” bisik Leonhart pelan tapi menusuk.

Ana menahan nafas. Peluh sudah membanjiri tubuhnya. “Saya… saya—”

“Terlalu gugup,” lanjut sang pangeran, suaranya sedikit menurun nadanya.

Ana membeku. Pangeran itu mengitarinya perlahan.

“Tapi mungkin itu lebih baik. Karena aku juga bukan seperti yang mereka ceritakan.” Ia mendekat, dan membisik di telinga Ana. “Mungkin kita berdua… sedang berpura-pura jadi orang lain.”

Lalu ia berjalan pergi, meninggalkan Ana yang mematung dengan jantung berdentum. 

Pangeran Leonhart berjalan menghampiri Raja Alric dan Ratu Seraphina yang duduk di singgasana bertepatan lantunan lembut suara lute berhenti.

Ia menghentikan langkah kakinya beberapa meter dari singgasana. Ia membungkuk dalam dengan satu tangan di dada dan mata menunduk. “Yang Mulia Raja Alric, Yang Mulia Ratu Seraphina, dengan segala hormat, hamba datang sebagai utusan kerajaan Ravensel, membawa ikatan janji dan itikad baik dari keluarga kami.” 

Tak lama kemudian dua pengawal kehormatan mengangsurkan seserahan ke hadapan mereka. 

Pangeran Leonhart berkata dengan suara dingin dan penuh kharismatik. “Sebagai lambang penghormatan dan permintaan restu, izinkan hamba mempersembahkan tanda ikatan ini,” imbuhnya kemudian membuka salah satu kotak seserahan berisi gulungan perkamen.

Raja Alric menatapnya dalam dengan perasaan yang berkecamuk sedangkan Ratu Seraphina berusaha tersenyum menyembunyikan kegelisahan hatinya. Secara resmi mereka menerima lamaran Pangeran Leonhart untuk Putri Clarissa.

Tak berselang lama, prosesi tunangan pun selesai. 

Penasihat istana berkata dengan suara yang nyaring. “Dengan ini, pertunangan resmi antara Pangeran Leonhart dan Putri Clarissa telah ditetapkan. Sumpah telah diucapkan di hadapan mahkota dan para bangsawan.”

Gemuruh tepuk tangan sopan menggema di udara. Raja Alric diam tanpa banyak kata. Sementara itu Ratu Seraphina melirik ke arah koki istana yang menggantikan putrinya. Tatapannya rumit, tak bisa ditebak.

Ratu Seraphina berkata lirih, dingin. “Kau hanya pion, gadis kecil! Semoga kau bisa menjalankan peranmu dengan baik.”

Sisi lain, Ana merasa sedang menggali kuburannya sendiri. Tatapan tajam Pangeran Leonhart terpacak padanya. 

.

.

.

Acara pesta telah usai, untuk beberapa saat Ana merasa lega. Ia pun langsung bersiap-siap akan pergi menuju tempatnya berasal, dapur istana. Ia sudah melepaskan atributnya sebagai Putri Clarissa. Dengan langkah mendugas ia berjalan menuju lorong ke dapur istana. 

Sebelum keinginannya terwujud, Madam Mia memanggilnya. “Ana Merwin, siapa yang menyuruhmu pulang?”

Ana berhenti, menoleh ke arah kepala pelayan itu dengan tatapan ingin tahu. “Madam, bukankah tugasku sudah selesai?” katanya dengan hati-hati. Ia memilin jadi jemarinya karena dilanda gugup. Bagaimanapun, Madam Mia adalah salah satu orang kepercayaan Ratu Seraphina. Oleh karena itu ia harus bersikap waspada dan berhati-hati terhadapnya.

Wanita itu menatap lurus Ana lalu mendesah pelan. “Ratu Seraphina ingin bicara. Ayo!”

Dengan langkah tertatih-tatih, ia mengikuti langkah Madam Mia menuju ruang tamu istana yang megah. Kini istana sudah sepi setelah acara pesta.

Tepat kaki Ana mendarat di atas lantai marmer mewah ruang tamu, terdengar percakapan yang masih berlangsung di antara Ratu Seraphina dan orang kepercayaan sang raja.

“Itu keputusan sembrono, Yang Mulia,” suara itu milik Penasehat Duke Arvin, si tua berambut abu yang terkenal bijak namun keras.

“Ia bukan Putri Clarissa! Jika identitasnya terbongkar sebelum pernikahan, kita bisa menghadapi perang diplomatik!”

Ana menahan nafas. Jantungnya berdegup. Ia mendekat, bersembunyi di balik tiang marmer tinggi, mendengarkan. Madam Mia sudah pergi meninggalkannya begitu saja.

“Justru karena itu kita tak bisa mundur sekarang,” tukas Ratu Seraphina dengan tenang, namun nadanya mengandung baja. “Gadis itu telah melakukan perannya lebih baik dari Clarissa sendiri. Ia bisa menundukkan Leonhart tanpa paksaan. Kita hanya perlu waktu… sampai pesta pernikahan.”

“Dan setelahnya? Bagaimana jika Ravensel menuntut darah kerajaan yang asli?” sergah Duke Arvin, memperingati sang Ratu. Ia mengatur rencana calon pengantin pengganti itu berdasarkan ide dari Ratu Seraphina karena keterpaksaan.

Ratu Seraphina terkekeh pelan dengan bersedekap tangan di dada. “Tidak mungkin! Dia bukan putra mahkota. Dia hanya pangeran biasa di kerajaan Ravensel. Sedangkan Clarissa … akan aku persiapkan untuk menikah dengan putra mahkota, Raja pewaris Kerajaan Ravensel.”

Ana merasa darahnya membeku. Ia bukan sekadar pengganti—ia adalah alat, bidak dalam permainan politik kerajaan. Tapi lebih mengejutkan lagi adalah Ratu sendiri yang mengaturnya.

“Dia hanya gadis biasa, Yang Mulia,” tukas Duke Arvin merasa bersalah. Bukan tanpa alasan, ia mendengar dari informan, kalau pangeran Leonhart telah membakar sepupunya karena menolak permintaannya. 

Ia mengira sandiwara itu hanya berlangsung sampai acara pertunangan saja. Putri Clarissa kabur dari istana karena menolak mentah-mentah pertunangan politik itu. Ternyata, Ana Merwin akan ditumbalkan demi kepentingan kerajaan.

Duke Arvin kembali menyuarakan isi hatinya. “Saya sedikit khawatir jika Pangeran Leonhart akan mengeksekusinya. Anda tidak boleh meremehkan pria itu. Dia kejam sekali,”

Ratu Seraphina menatap tajam pria tua itu. Aura dingin begitu terasa, menguar dari tubuhnya. “Kau peduli pada pelayan istana? Dia hanya seorang koki dapur.”

Deg, 

Duke Arvin menelan salivanya. “Hamba tidak bermaksud lancang, Yang Mulia,” katanya dengan membungkukan badannya. 

“Sekarang, dia harapan terakhir,” jawab sang Ratu, lalu menoleh, mendapati sosok gadis dalam seragam pelayan istana—yang mematung kaki di belakangnya. “Dari tadi kau di sana?”

Sontak, Ana langsung mendongak, menatap Ratu yang terlihat anggun dalam gaun mewahnya.

“Ampun, Yang Mulia, hamba tidak bermaksud menguping,” kata Ana dengan membungkuk hormat, bergegas menundukan tatapannya. Keringat dingin sudah menetes di pelipisnya.

Ratu Seraphina menatap Ana Merwin dari dekat. Namun saat mata mereka bertemu, dunia seolah membeku. Nafasnya tercekat.

Ratu Seraphina mundur setapak, wajahnya memucat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 6

    Di istana Kerajaan Velmont, Ratu Seraphina berjalan bolak balik dengan gelisah. Ia sedang menunggu kabar dari kastil Pangeran Leonhart.“Bagaimana? Apa Pangeran Leonhart membatalkan pernikahan?” tanya Ratu Seraphina pada Duke Arvin yang baru saja menyambanginya.Duke Arvin membungkuk di hadapannya. “Maafkan hamba, Yang Mulia. Belum ada kabar apapun tentang hal itu. Hanya saja menurut informan, mereka baru saja tiba di kastil Pangeran Leonhart,” tukas Duke Arvin dengan hati-hati. Ratu Seraphina menghela nafas pelan. Perlahan ia kembali ke singgasananya. Ia duduk, menatap Arvin seperti menimbang hidupnya. “Leon pasti jijik melihatnya. Si pelayan buruk rupa itu pasti akan diusir, dan Velmont tidak akan punya alasan untuk menuntut balik mahar. Benar-benar ide gila. Tapi … apakah akan berhasil?”Duke Arvin tertawa pendek, pahit. “Rencanaku selalu berhasil, Yang Mulia. Kita tinggal tunggu saja waktunya. Tak mungkin Pangeran Leonhart menahan gadis itu lebih lama. Pilihannya … dia akan menge

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 5

    Mendengar teriakan Madam Mia, Ana langsung mencari cermin rias. Matanya membulat dan bibirnya menganga saat melihat wajahnya di sana.“Apa yang terjadi pada wajahku?” gumam Ana dengan tak percaya.“Apa kau merusak wajahmu dengan sengaja Ana?” kata Madam Mia langsung mendekat. Ia menilik wajah Ana dari jarak sangat dekat. Bahkan ia menyentuh bagian pipi kanan dan kirinya bergantian.“Ough, gatal, Madam,” kata Ana dengan lenguhan pelan. Ia meringis kesakitan.Madam Mia menghela nafas berat, “Jika Baginda Ratu tahu, kau—”“Cepat obati dia dan rias!” Suara kharismatik terdengar. Baik Ana maupun Madam Mia langsung membungkukan badan mereka, menyapa sang ratu. Madam Mia mengangguk pelan seraya menjawab, “baik, Yang Mulia,”Ratu Seraphina menatap Ana sebentar dengan tatapan yang rumit lalu pergi begitu saja meninggalkan mereka. Aneh, reaksinya datar.“Ana, apa yang terjadi?” desak Madam Mia—masih kaget kenapa wajah Ana berubah mengerikan.Ana mencoba mengingat kejadian semalam. “Madam, sem

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 4

    Malam itu, di kamar, Ana duduk memeluk lututnya di tepi ranjang. Tangan lentiknya menggenggam liontin berukiran bunga lily yang berkilauan indah. Ia bisa melihat pantulan wajah cantiknya dari sana.Oh, Tuhan, apa yang harus aku lakukan?Berbagai doa melangit. Berharap ada keajaiban datang.Mata Ana terasa panas. Ia tidak bisa membayangkan dirinya akan menikah dengan pangeran keji dan buruk rupa. Menikah dengannya sama seperti menggali kuburannya sendiri.Seketika ingatannya berlabuh pada hari di mana sebelum ia dipanggil pihak istana untuk datang. “Ana… kau punya hak untuk tahu ini.”Suara parau itu datang dari seorang wanita tua bersurai keperak-perakan yang tengah berdiri di bangku kayu dekat pintu dapur istana. Tangannya gemetar saat membawa sebuah kotak kayu berbahan walnut dengan pengait dari logam yang sudah berkarat tergerus waktu.Ana menoleh tatkala mendengar suaranya. Sontak, ia menghentikan pekerjaannya. Ditaruhnya periuk berisi sup daging yang baru saja diangkatnya. “B

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 3

    Ratu Seraphina menelan salivanya. “Kau?” tanyanya tak bisa menyembunyikan rasa semburat penasaran sekaligus keterkejutannya. Ini pertama kalinya ia melihat wajah Ana tanpa veil.Bergegas, Ana menunduk dalam. Ia juga tak kalah terkejut melihat reaksi sang ratu. Sebaliknya, ia mengira Ratu Seraphina begitu jijik dan benci melihatnya. ‘Tak mungkin! Matanya mirip …’ batin sang ratu dengan perasaan yang berkecamuk.Ratu Seraphina memangkas jarak di antara mereka. Tangannya terulur pada wajahnya namun segera ia menariknya kembali.“Yang Mulia, dia gadis yang menggantikan Putri Clarissa,” lapor Duke Arvin dengan nada hati-hati. Ia sedikit menunduk, tahu betul bahwa kabar ini bukan hal sepele. Ia hanya ditugasi mencari gadis yang mirip dengan Putri Clarissa.Berusaha menormalkan perasaannya, Ratu Seraphina berdiri membelakangi jendela besar aula timur, sorot matanya kosong menatap kebun mawar yang sedang mekar. Wajahnya tenang—hingga sulit ditebak apakah ia marah, sedih, atau curiga.Ana dud

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 2

    Ana menunduk dalam-dalam saat pangeran itu mendekat. Sial, justru langkah pria bertubuh tinggi besar itu berhenti… tepat di hadapannya. Jarak mereka hanya beberapa jengkal. Ana bahkan bisa merasakan hembusan nafasnya yang beraroma mint campur rosemary. Aneh, katanya wangi nafasnya bau bawang putih dan telur busuk. Tapi aroma nafasnya harum. Apalagi … ciumannya. Beberapa detik Ana mengusik pikiran itu. “Angkat wajahmu,” suaranya dalam dan dingin.Ana mendongak—hanya setengah. Sungguh, mendadak ia diserbu rasa takut bercampur gugup yang tinggi. Ada banyak ketakutan yang menyelimuti dirinya. Bagaimana kalau ia ketahuan bukan Putri Clarissa? Mungkin jasadnya akan berakhir di balairung eksekusi kerajaan.Pangeran Leonhart menatap gadis itu seperti ingin menyelami isi kepalanya. “Lebih tinggi.”Dengan ragu, Ana menengadah, menatap matanya. Seketika keheningan turun. Ana bisa melihat jelas tatapan gelap milik pangeran itu. Manik matanya berwarna hitam pekat seperti batu obsidian. Indah na

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 1

    “Jangan menatapnya terlalu lama. Kau bisa lupa siapa dirimu.”Ana mengangkat wajahnya dari cermin kecil di ruang rias. Suara itu datang dari pelayan tua di belakangnya—yang hari ini ditugaskan mendandani Putri Clarissa.Ana hanya menunduk dalam. Tangannya gemetar saat menyentuh bros emas yang tersemat di dada gaun birunya. Gaun itu bukan miliknya. Nama ini pun bukan miliknya. Tapi malam ini, ia akan melangkah ke tengah aula sebagai Putri Clarissa—dalam acara pertunangan politik yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.Semuanya demi sang Ratu. Ia merasa terjebak di sana. Padahal ia hanyalah seorang koki yang ditugasi untuk membuat kue tart ulang tahun untuk sang putri. Tak dinyana, tiba-tiba ia diseret masuk ke dalam ruang rias sang putri.Sebuah veil tipis menutupi wajahnya, menyamarkan identitas yang ia pinjam. Beberapa kali ia menghela nafas sesak. Ia tidak bisa melarikan diri seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Takdir sedang mempermainkannya.“Yang Mulia menunggu di aula.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status