David segera pesen tiket online. Ingin sampai duluan sebelum Ivana datang. Tak sabar rasanya untuk bertemu pujaan hati. Burung Besi membawa David dengan selamat ke Negeri gajah putih. Ia turun dari pesawat dengan langkah ringan. Lalu lalang orang hendak menuju tujuanya masing- masing.
Ia melihat jam di pergelangan tanganya menunjukan pukul enam sore. Teringat dirinya belum sholat maghrib. Ia menuju tempat ibadah yang di sediakan di Bandara ini. Ada ketenangan menyelusup ke dalam dada. Teringat wajah Ivana membuat hatinya bergetar.
Setelah sholat, David menuju kafe bandara. Di sini menyediakan Aneka macam kopi dan Roti. Ia pesan kopi hitam dan Roti khas Thailand. Menikmati camilan sembari menunggu Ivana.
Pesawat logo Burung mendarat manis di Bandara. Para penumpang turun. Ivana dan temanya masih di pantry membersihkan sisa makanan. Tak lama kemudian akhirnya selesai juga.
Ivana merentangkan kedua tanganya ke atas. Melemaskan otot yang tegang.
"Akhirnya selesai juga,"
"Udah selesai kan, Yuk aah turun ! Udah kangen nih sama air!
"Hahaha ... kayak Buaya aja kamu Van! Ledek Norma.
"Huuhftt ...." Ivana hanya mencebikan bibirnya mendengar ledekan temanya.
Mereka tertawa bersamaan.
Ivana bersama empat teman lainya. Turun dari pesawat.
David melihat Ivana turun dari pesawat bersama temanya. Kafe itu dekat bandara bertembokan kaca. Ia bisa melihat pesawat yang datang dan pergi. Sengaja memilih tempat itu agar bisa melihat Ivana datang.
Jantung David turun naik. Semangat kembali hadir.
'Aah ... pujaanku? Aku merindukanmu' batin David. Ia berdiri mengawasi langkah Ivana berjalan di ruangan Bandara.
Ia bersama empat teman lainya. Membawa tas dan koper yang di troli hadapanya. David mengikuti mereka dari belakang. Ingin tau di hotel mana mereka menginap. Tapi rasa kangen yang menyesakan membuatnya tak bisa menahan diri.
David menelpon Ivana. Mendengar suara dering telepon ia berhenti berjalan menatap layar hpnya.
'Nomer siapa ini?'
'Hemm barangkali nomer baru Ayah'
Ia mengangkatnya.
"Haloo maaf siapa ini?"
David berjalan mendekati Ivana. Dengan hp masih di pegang dalam gengamanya. menyunggingkan senyum manis pada Ivana. Berusaha menetralisir jantung yang berdegup kencang.
"Mas David ? Jadi ini yang telepon Mas David?"
"Iya ...."
David menganguk sambil menyembunyikan malu yang terpampang di wajahnya. Saat ini wajahnya merasa seperti tomat rebus.
"Ko ada di sini?
"Heem ... aku dapat undangan temenku menikah,"
Ivana mengerti David seorang pelayar. Temenya dari berbagai negara Asia ada.
"Tapi Maaf Mas David tau nomer teleponku dari mana ya? Perasaan aku tak beritahu Mas David?"
Heran kenapa David bisa tau nomer teleponya. Sengaja ia tak beritahu nomernya pada orang asing atau yang baru kenal.
"Tak penting dari siapa, yang penting aku ingin tau kamu, dan segala tentang kamu,"
What?
Ivana melonggo mendengar penjelasan David.
"Van !kami duluan ke hotel ya?" ucap Norma tak ingin menganggu Ivana.
Tapi Ivana tak mau di tinggal. Ia takut jalan sendiri ke hotel.
"Maaf Mas David, aku udah di tunggu temenku. Kami mau ke hotel ...."
"Tapi ...."
Ivana berlari kecil sambil mendorong troli menghampiri temenya.
"Siapa tu van? Kayaknya aku pernah melihatnya?" ucap Norma sembari memelankan langkah menjejeri Ivana.
"Itu Mas David yang pernah nabrak aku di Bandara dua minggu yang lalu,"
"Ko ada di sini?"
"Katanya dapet undangan temenya nikah di sini,"
"Ooh ...."
"Apa jangan- jangan David ngikuti kamu sampai ke sini?"
"Hahaha ... ngapain dia ngikutin aku? Emang aku pacarnya apa?"
"Yeeh ... barangkali dia naksir kamu Van?
"Udahlah Norma jangan ngada- ada deh. Mending kita kerja buat bantu orang tua tak usah mikirin pacar!"
"Oke ... Hahahaha ...." mereka tertawa barengan, kemudian melanjutkan langkah menuju hotel.
Ivana terpana mendengar ucapan David.'What jadi istri! Ia ingin tertawa tapi di tahan. Tak ingin merendahkan laki-laki di hadapanya ini. Ia di ajarkan Ayahnya untuk menghargai laki-laki. Ivana terdiam sesaat, memikirkan cara menolak tak menyinggung perasaan David. Ia hanya ingin fokus bekerja di Penerbangan. Ada tanggungan yang harus di bayar, tak ingin buru- buru menjalin sebuah hubungan dengan seorang laki-lakiIvana menatap lekat David sambil menata kata- kata yang pas untuk di ucapkan."Makasih David, sudah sudi mencintai ku. Tapi maaf aku tak bisa menjadi istrimu, aku masih ingin bekerja.Deg.Sakit mendadak menjangkiti hati David. Di cerna segala kata- kata gadis manis di hadapanya. Tanganya mengepal Menahan nyeri yang bersarang di dada.Apa sesakit ini di tolak wanita yang di cintai? Batin DavidTapi David bersikap biasa saja dan berusaha tegar. Sebisa mungkin berpikiran positif. Ia ingin mendapat hat
Ivana menyesap kopi di hadapan ya. Pikiranya kalut memikirkan ucapan David. Ia tak habis sosok David. Apa dia orang gila? Huuhft tanya Ivana dalam hati. Ia tak ingin memikirkan itu. Lebih baik menyalakan shower, lalu berdiri di bawahnya. Air membasahi seluruh tubuhnya. Sedikit memberikan kesegaran di tubuhnya.Setengah jam kemudian, ia keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di tubuhnya."Nih, ada telepon dari nomer tak di kenal, kayaknya David deh!" kata Lisa sembari menyerahkan ponsel ke pada Ivana. Ivana mengambil ponsel dari tangan Lisa. Tapi segera mematikan panggilan telepon itu."Kenapa di matikan Van?""Dah lah, aku males sama dia! Orang nggak jelas! Gangguin aja!""Terserah kamu deh! " ucap Lisa akhirnya mengalah. Tak ingin debat dengan temannya ini.Ivana menyisir rambutnya yang basah, kemudian memesan makanan online. Lisa sedari tadi sibuk chatingan sambil senyum-senyum. "Duh bikin iri aja deh
David tak kehilangan akal untuk mendapatkan gadis pujaaanya. Ia terbang menuju pontianak. Dalam hati ia terus berdoa berharap cintanya akan di terima. Sakit hati yang pernah di rasakan dulu membuatnya semakin yakin untuk memperjuangkan cintanya. rasa ini di hatinya. Kini David di Bandara. Sesampainya di Bandara David langsung chek in dan menuju kabin pesawat karena sebentar lagi tiba waktunya take off. Perjalanan udara menuju pontianak menghabiskan waktu hampir dua jam lamanya hingga sang burung besi berhasil landibg di salah satu Bandara kota Pontianak. Pesawat terbang mulus ke Pontianak.'Bismillah' ucap David dalam hati sebelum melangkahkan kakinya keluar dari Pesawat. Saat itu suasana sangat ramai penumpang lain yang satu pesawat denganya berhamburan keluar dari pesawat menuju tempat tujuan masing-masing. David melihat Pesawat Ivana terpakir sempurna di Bandara. Harapan membuncah di dada lelaki tampan ini. Bertemu Ivana terb
Reta memperkenalkan diri. "Saya Reta pak. Kekasih David." Deg. "Kalau dia mau melamar putri Bapak tolong di tolak ya pak," Ayah Ivana melongo mendengar ucapan wanita di depanya ini. Padahal ia baru saja menyukai David. Tak tau kenapa begitu melihat David langsung suka. "Eeh ... iya nak, tenang saja. Jaga David ya jangan sampai hilang dari gengamanmu!" ucap Ayah Ivana agak emosi. Ayah Ivana mencoba menghubungi Ivana. Tapi tak bisa sinyalnya nggak ada 'Hmm ... mungkin di pesawat,' batin Ayah Ivana. Dia hanya mengirim chat. 'Ivana, apa kamu mengenal David?' 'Dia tadi kesini melamarmu? Apa dia kekasihmu?' Send ke Ivana. Suatu saat pasti di baca. Ivana baru aja turun dari pesawat. Ia bersama Lisa dan dua temen lainya. Ina dan Sofi. Lelah kentara di wajah mereka. Tangan satunya menenteng tas koper. Bayangan Bed Hotel menghantui Waj
Reta memarkirkan mobilnya di depan Rumah David. Ia ingin mengawasi siapa gerangan penganti dirinya. Setelah sejam dua jam berlalu akhirnya ada tanda- tanda David keluar dari rumahnya. Sebuah sedan mercedez milik David keluar. Segera Reta mengikutinya. 'Aku pastikan menemukan siapa Penganti kekasihku,' batin Reta. David melajukan mobilnya ke Rumah orang tua Ivana di kampung. Ia di beri tau informan semua tentang Ivana. David sangat senang. Saat berhasil menemukan semua tentang Ivana. Hatinya berbunga. Sepanjang perjalanan ia bersiul. Ingin segera menemukan rumahnya. Ketika masuk perkampungan Ivana. Ia bertanya tanya tentang Rumah Ivana. Ia berhasil menemukan rumah Ivana setelah bersabar tanya- tanya dengan orang kampung di situ. David tertegun. Rumah modern bercat krem berdiri di depanya. David menyiapkan batinya. "Assalamualaikum ...." "Walaikum salam ...." Laki- laki paruh baya keluar.
David meletakan koper di kamarnya. Ia merebahkan diri sambil menelungkup memeluk bantal. Bayangan Ivana melintas di pikiranya. Ia senyum sendiri tatkala Memori Ivana melintas. "Napa senyum- senyum? Di bilang bawa kesini Mama ingin kenalan calon istrimu ko!" Mamanya sudah ada di kamar David. "Ngagetin aja deh Ma," David bangkit duduk di atas bed. "Mama ... tolong sini duduk," "Ada apa Putra sulung Mama?" "Mama ...." David menatap lurus Ibunya. "Ada apa sih, hmmm!" "Mau minta kawin? Makanya kan udah Ibu bilang. Bawa kesini biar Mama bisa kenalan siapa namanya tadi ...." Mama nyerocos tanpa bisa di cegah. Bagai Kereta jalan atas rel. "Ivana ...." "Iya, Ivana." David menunduk sebentar kemudian ambil nafas di buang pelan. "Kenapa sih, ko teka- teki gini. Mama nanti migrain lho?