Share

Berbahaya

Author: Soju Kimchizz
last update Last Updated: 2025-05-28 09:38:01

Udara malam mulai menggigit kulit, menyusup pelan ke balik jaket tipis Hana. Langit gelap pekat tanpa bintang, hanya diterangi lampu sorot sisa syuting yang masih menyala samar. Tenda-tenda kru dan pemain figuran kini sunyi, sebagian besar penghuninya sudah tertidur lelah setelah hari panjang yang melelahkan.

Hana menggeliat di ranjang lipatnya yang sempit. Meski tubuhnya lelah, pikirannya terlalu penuh untuk bisa tidur. Ia memutuskan bangkit, mengenakan jaket dan menyelinap keluar. Mencari udara segar. Mencari ketenangan.

Kakinya melangkah pelan, menyusuri lorong kayu set kerajaan yang kini kosong. Setiap langkah kakinya menimbulkan suara ringan yang terdengar jelas dalam kesunyian. Saat melewati bangunan utama yang digunakan untuk adegan kerajaan, ia menangkap samar-samar cahaya kecil dari balik dinding.

Seketika langkahnya terhenti.

Asap.

Lalu suara napas yang berat.

Hana melongok perlahan ke sisi bangunan, dan matanya membelalak pelan.

Han Jiwon.

Bersandar di tiang kayu, satu tangan menyelip di saku hanbok, tangan lainnya menggenggam rokok yang masih menyala. Wajahnya setengah tersembunyi bayangan, namun cahaya bara di ujung rokok cukup membuat wajahnya terlihat… bukan sebagai aktor megabintang, tapi sebagai seseorang yang sedang mencoba bernapas.

Jiwon menyadari kehadiran Hana. Ia buru-buru menjauhkan rokok itu dan hendak mematikannya di batu dekat kakinya.

“Tidak perlu berpura-pura,” suara Hana terdengar ringan, namun mantap. “Aku maklum. Aktor juga manusia, ‘kan? Aku nggak akan bocorkan ke siapa-siapa.”

Jiwon menatapnya. Diam. Seolah menimbang apakah gadis itu jujur atau hanya sedang mencari sensasi. Namun tatapan Hana tetap tenang.

“Kamu figuran yang jadi dayang itu, kan?” tanyanya akhirnya, suara serak dan rendah.

“Ya. Ternyata kamu ingat,” jawab Hana sambil menyunggingkan senyum tipis.

“Kita punya cukup banyak adegan bersama besok. Jangan lupa dialogmu,” ujar Jiwon, kembali mengisap rokoknya dengan santai.

Hana mengangguk pelan. “Aku nggak akan ganggu. Silakan lanjut. Aku cuma lewat.”

Ia berbalik, tapi langkahnya tertahan ketika mendengar suara Jiwon sekali lagi.

“Terima kasih.”

Hana hanya menoleh sebentar, lalu melanjutkan langkahnya tanpa berkata apa-apa. Namun dalam hati, ia tahu, malam itu bukan pertemuan biasa.

Ada sesuatu dalam cara Han Jiwon berdiri sendiri di kegelapan. Sesuatu yang membuat bintang layar itu terasa lebih nyata—dan mungkin… lebih kesepian dari yang orang-orang bayangkan.

———

Mentari pagi menyelinap perlahan di antara celah pepohonan, membasuh lokasi syuting yang semalam tampak dingin dan sunyi. Embun masih menggantung di ujung-ujung daun ketika para kru mulai sibuk menyiapkan set untuk adegan hari ini. Aroma kayu lembap dan debu panggung berpadu dengan riuh suara teknisi, seolah memberi isyarat: hari yang panjang baru saja dimulai.

Hana berdiri di dekat tenda kostum, mengenakan hanbok sederhana berwarna biru pucat. Rambutnya digelung rapi sesuai karakter dayang istana. Wajahnya yang polos tak bisa menyembunyikan gugup, tapi sorot matanya penuh semangat.

Hari ini, ia akan berbagi adegan langsung dengan Han Jiwon.

Di kejauhan, Jiwon berjalan menuju set dengan langkah tenang. Wajahnya tetap dingin seperti biasanya, tapi begitu matanya bertemu dengan Hana, sesuatu dalam dirinya berubah sejenak. Tatapan itu tak lagi setajam sebelumnya. Ada sentuhan lembut di balik pandangannya—nyaris tak terlihat, namun cukup membuat jantung Hana berdetak lebih cepat.

Senyumnya memang tidak muncul, tapi mata Jiwon seolah berkata, "Pagi. Kita teman sekarang, kan?"

Hana membalas dengan anggukan kecil dan senyum ringan. Bukan senyum karena kagum sebagai penggemar, melainkan seperti rekan yang pernah berbagi malam yang jujur tanpa kamera.

"Siap di posisi!" suara asisten sutradara memecah keheningan kecil di antara mereka.

Hana menarik napas panjang, mencoba menenangkan debaran dadanya. Ini bukan hanya adegan. Ini adalah langkah kecil menuju impiannya. Ia tak boleh salah. Ia harus membuktikan bahwa seorang figuran pun bisa bersinar, walau hanya sebentar di layar kaca.

Jiwon berdiri di hadapannya, kini mengenakan jubah pangeran yang megah. Ia melirik Hana sekali lagi sebelum kamera mulai merekam.

"Action!"

Suara itu menggema, disusul keheningan total. Seluruh perhatian tertuju pada panggung kecil di tengah replika istana kerajaan. Hana berdiri tegak sebagai dayang istana, matanya tertunduk sopan seperti yang diajarkan oleh tim koreografi. Di hadapannya, Han Jiwon menjelma menjadi putra mahkota yang karismatik.

Adegan mereka bukan panjang—hanya beberapa baris dialog dan satu interaksi langsung. Tapi sorot kamera akan menyorot Hana secara penuh. Ini adalah kesempatan langka bagi figuran seperti dirinya.

Jiwon melangkah pelan ke arahnya, mengenakan ekspresi tenang namun penuh wibawa. Dialog pun dimulai.

"Kau, dayang baru itu?" tanyanya, suaranya dalam dan dingin seperti yang ditulis dalam naskah.

"Benar, Yang Mulia. Saya Ruhi," jawab Hana, suaranya sedikit bergetar, entah karena naskah atau karena sadar ia sedang beradu peran dengan aktor yang telah ia kagumi sejak dulu.

Jiwon menatapnya. Sorot matanya berbeda. Ia menahan senyum kecil, hanya tampak sekilas—sangat halus hingga mungkin tak semua orang menyadarinya. Tapi Hana menangkapnya. Tatapan itu bukan bagian dari akting, melainkan serpihan dari pria yang semalam ia temui di balik bangunan kayu, sendirian bersama rokok dan kejujuran.

"Kau tampak gugup," ucap Jiwon, masih dalam peran.

"Hamba hanya belum terbiasa," balas Hana, mengikuti naskah.

"Aku tak suka orang gugup di sekitarku," katanya, dan untuk sepersekian detik, matanya menantang. Tapi lagi-lagi, itu bukan Han Jiwon sang putra mahkota, melainkan Jiwon yang tengah menguji seberapa tahan Hana saat berada di bawah tekanan sorotan kamera.

Namun Hana tidak mundur. Ia membalas tatapan itu, tetap tenang dalam karakternya.

"Aku akan terbiasa, Yang Mulia," jawabnya.

"Cut! Bagus! Hana, kamu menghidupkan peranmu. Pertahankan emosi itu!" seru sang sutradara dari balik monitor, senang bukan main.

Hana tersenyum kecil. Itu pertama kalinya selama bertahun-tahun menjadi figuran, seorang sutradara menyebut namanya, bukan sekadar "dayang di belakang" atau "figuran kanan."

Di sisi lain, Jiwon menoleh padanya begitu kamera dimatikan. Ia tidak bicara, hanya mengangguk kecil—seolah menyiratkan rasa hormat. Bukan sebagai aktor utama kepada figuran, tapi sebagai sesama pemain yang berhasil menjalankan tugasnya.

———

Setelah pengambilan adegan berakhir, suasana lokasi kembali santai. Para kru dan pemain bergerak menuju tenda masing-masing untuk beristirahat. Di sisi lain lapangan rumput buatan, sebuah van hitam tampak menyala dengan pendingin udara yang membuat embun menempel di kaca-kacanya.

Di dalam van itu, Han Jiwon bersandar santai, mengenakan hoodie tipis dan menatap layar ponselnya tanpa fokus. Udara dingin dari AC dan aroma makan siang dari bento box yang tengah dibuka oleh manajernya, Yoon Chan, memenuhi ruangan.

"Hyung..." Jiwon akhirnya membuka suara, memecah keheningan, matanya masih menatap keluar jendela pada sekumpulan figuran yang sedang makan bekal mereka di bawah tenda.

"Hmm?" sahut Yoon Chan, tanpa menoleh.

"Figuran itu dari agensi kita?"

Yoon Chan mengikuti arah pandang Jiwon, lalu mengangguk pelan. "Iya, mereka dari GoGo Agency. Katanya ada figuran baru hari ini. Yang mana yang kamu maksud?"

Jiwon tidak menjawab langsung. Ia hanya menyandarkan kepalanya ke sandaran jok sambil menarik napas panjang. "Nggak penting. Aku cuma... baru habis kenalan dengan salah satunya."

Yoon Chan berhenti sejenak, menoleh tajam dengan alis terangkat. "Wanita?"

Jiwon menjawab dengan anggukan kecil, tapi senyum samar mengintip di sudut bibirnya—senyum yang jarang sekali muncul, bahkan di luar kamera.

Yoon Chan langsung menghela napas panjang. "Jiwon, aku tahu kamu bukan tipe yang suka cari masalah. Tapi kamu juga tahu kan posisimu sekarang? Satu kata gosip, satu foto bocor, dan semua kerja kerasmu bisa jadi bumerang."

Jiwon tak menjawab, namun sorot matanya sedikit berubah. Ada semacam penolakan halus, atau mungkin sekadar kelelahan menghadapi dunia yang selalu menuntutnya sempurna.

"Dengerin ya," lanjut Yoon Chan sambil menyodorkan kotak makan ke Jiwon, "Aku nggak melarang kamu berteman. Tapi kalau intensitasmu terlalu tinggi sama orang di luar lingkaran dunia ini—apalagi figuran—itu rawan banget. Kamu tahu sendiri, para fans bisa gila. Wartawan bisa putar balik cerita. Dan yang paling aku takutkan..."

Jiwon menoleh pelan, menatap manajernya dengan tenang.

"...psikiatermu akan menaikkan dosis obat lagi," tutup Yoon Chan, suaranya lebih lembut namun tegas.

Jiwon menghela napas pelan, menerima makanannya tanpa berkata apa-apa. Tapi di benaknya, percakapan dini hari tadi dengan Hana masih bermain seperti adegan film yang belum selesai. Cara gadis itu menatapnya tanpa penilaian. Cara dia bicara, seolah tahu batas, tapi tidak takut.

Dia bukan aktris utama. Bahkan belum tentu namanya akan tertulis di kredit akhir drama ini.

Tapi entah kenapa, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Jiwon merasa diperhatikan... sebagai manusia.

Dan itu lebih berbahaya dari yang dia kira.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Syal

    Hari terakhir syuting untuk para figuran selalu menghadirkan perasaan campur aduk—antara lega dan enggan untuk mengucapkan selamat tinggal. Bagi Hana, ini bukan hanya akhir dari pekerjaan singkatnya sebagai figuran, tapi juga akhir dari kebersamaan singkatnya dengan dunia yang sempat membuat hatinya berdebar—terutama karena satu nama: Han Jiwon.Pagi itu, Hana bangun lebih awal dari biasanya. Ia melipat semua pakaiannya dengan rapi, menyusun perlengkapan make-up dan alat tulisnya ke dalam koper. Ketika membuka laci terakhir, matanya terhenti pada syal abu-abu yang semalam melingkar hangat di lehernya—hadiah dari Jiwon.Ia memandangi syal itu cukup lama, seolah sedang berdialog dalam hati. Ada perasaan ragu, malu, sekaligus hangat yang tak bisa diabaikan. Namun akhirnya, dengan senyum kecil, Hana memutuskan untuk memakainya. Ia melilitkannya perlahan di lehernya, merapikan ujungnya, lalu melihat pantulan dirinya di cermin. Tak banyak, tapi syal itu memberi semacam keberanian baru.Di l

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Ulang Tahun

    Syuting hari itu berakhir larut malam. Angin dingin menusuk masuk di sela-sela kostum tipis para figuran yang kini mulai berkemas, lelah dan menggigil. Namun di balik tenda kecil yang menjadi tempat berkumpul para figuran, ada suasana yang tak biasa—bukan hanya kelelahan, tapi sebuah getaran bahagia yang mencoba disembunyikan dalam keremangan cahaya.Hana, yang baru kembali dari toilet dengan rambut sedikit berantakan dan wajah letih, tertegun saat mendapati beberapa temannya berkerumun di sekitar meja kecil. Di atasnya, berdiri kue mungil dengan lilin yang menyala. Lampu tenda sengaja dipadamkan, menyisakan hanya cahaya lilin yang menari pelan, memberi warna hangat di tengah gelapnya malam.“Selamat ulang tahun, Hana!!” seru Mina riang, seperti meledakkan keheningan yang sedari tadi tertahan.Hana terdiam. Matanya membulat, lalu perlahan mulai berkaca-kaca.“Ini… buat aku?” tanyanya nyaris berbisik.“Tentu saja! Ayo tiup lilinnya! Kamu pasti bahagia banget hari ini karena pacar kamu

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Cemburu Buta

    Pagi itu, udara masih menggigit kulit. Lokasi syuting kembali ramai dengan aktivitas para kru, kamera, dan tawa lelah yang masih terdengar di sela kesibukan. Di sisi lain area, tim dokumentasi sudah bersiap untuk mengambil gambar behind the scene—bagian penting dari promosi yang akan disebarkan ke media sosial dan kanal resmi drama.Namun, satu hal yang mencolok adalah ketidakhadiran Han Jiwon di kamera belakang layar. Ia lebih sering menghabiskan waktu di dalam mobil van-nya, menjauh dari sorotan kamera yang bukan milik drama."Hyung... kamu tahu kan aku gak nyaman tampil di kamera saat nggak akting?" ucap Jiwon sambil menyenderkan kepala di jok belakang, menatap langit-langit van.Yoon Chan menutup pintu mobil dengan sedikit keras, napasnya terdengar berat. "Jiwon. Kamera behind the scene itu bagian dari promosi. Salah satu senjata utama untuk membangun fanbase dan menarik minat penonton!"Jiwon hanya menoleh tanpa menjawab."Lihat drama-drama lain! Pemeran utamanya akrab, seru, ban

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Food Truck

    Hembusan angin pagi membawa aroma embun dan tanah basah. Cuaca perlahan berubah, menandakan musim dingin yang mulai mengetuk. Para kru mulai mengenakan jaket tebal, dan para figuran terlihat saling menghangatkan tangan dengan kopi sachet yang dibagikan seadanya.Di tengah hiruk pikuk lokasi syuting yang kembali aktif, Han Jiwon berdiri tak jauh dari monitor sutradara. Matanya memandangi satu titik—bukan layar, bukan naskah, tapi sosok gadis di pojok tenda figuran yang tengah meniup nasi dingin dari kotak makanannya.Lee Hana.Ada sesuatu dari gadis itu yang membuat pikirannya tak bisa diam. Bukan karena dia cantik luar biasa atau berperilaku menonjol. Justru karena kesederhanaan dan sikapnya yang... tulus. Tidak menjilat. Tidak mencoba menarik perhatiannya. Justru itu yang membekas di benaknya sejak malam di belakang bangunan itu."Hana," bisiknya lirih, seolah nama itu begitu pas di lidahnya."Hyung," ucapnya kemudian pada Yoon Chan, yang tengah asyik menyeruput kopi panas."Hm?""Bi

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Berbahaya

    Udara malam mulai menggigit kulit, menyusup pelan ke balik jaket tipis Hana. Langit gelap pekat tanpa bintang, hanya diterangi lampu sorot sisa syuting yang masih menyala samar. Tenda-tenda kru dan pemain figuran kini sunyi, sebagian besar penghuninya sudah tertidur lelah setelah hari panjang yang melelahkan.Hana menggeliat di ranjang lipatnya yang sempit. Meski tubuhnya lelah, pikirannya terlalu penuh untuk bisa tidur. Ia memutuskan bangkit, mengenakan jaket dan menyelinap keluar. Mencari udara segar. Mencari ketenangan.Kakinya melangkah pelan, menyusuri lorong kayu set kerajaan yang kini kosong. Setiap langkah kakinya menimbulkan suara ringan yang terdengar jelas dalam kesunyian. Saat melewati bangunan utama yang digunakan untuk adegan kerajaan, ia menangkap samar-samar cahaya kecil dari balik dinding.Seketika langkahnya terhenti.Asap.Lalu suara napas yang berat.Hana melongok perlahan ke sisi bangunan, dan matanya membelalak pelan.Han Jiwon.Bersandar di tiang kayu, satu tang

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Han Jiwon

    Pagi itu, matahari belum sepenuhnya muncul saat Lee Hana sudah melangkah cepat di trotoar menuju coffee shop tempat ia biasa bekerja paruh waktu. Udara pagi Seoul masih menusuk, tapi senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan. Hari ini adalah hari pertamanya syuting sebagai figuran dalam drama saeguk—dan dunia terasa begitu hidup baginya.Ketika pintu kaca coffee shop terbuka dan lonceng kecil di atasnya berdenting, aroma kopi yang hangat langsung menyambutnya. Di balik meja kasir, Jungwon, pemilik sekaligus sahabat lamanya, langsung menoleh dan mengangkat alis."Kamu datang juga," katanya sambil tersenyum kecil, mengenakan apron hitamnya. "Aku pikir kamu sudah naik kereta duluan."Hana melangkah cepat ke belakang meja, memeriksa tasnya sekali lagi. "Aku cuma mau pamit dulu... dan ambil charger yang tertinggal semalam."Tanpa banyak kata, Jungwon mengambil sebuah kotak makan dari bawah meja dan menyelipkannya ke dalam tas Hana dengan gerakan terbiasa. "Ini sandwich buat kamu. Makan di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status