Share

Bab 3

Author: Alina Tan
last update Last Updated: 2023-09-08 21:28:00

Davina menyapa seluruh muridnya dengan ceria. Kebiasaan rutinnya setiap kali membuka kelasnya. Dan anak-anak itu juga membalas sapaannya dengan sama hebohnya. Gadis itu mengamati satu persatu muridnya yang hari ini tampak sangat menggemaskan dengan baju daerah.

Hari ini akan diadakan karnaval mini di lingkungan sekolah dan setiap anak wajib memakai pakaian adat dari berbagai daerah. Ada yang tampak memakai baju adat Jawa Tengah. Dan ada pula yang memakai baju kebesaran khas Bugis di tubuhnya. Semua anak ini terlihat menggemaskan dan rasanya Davina ingin memeluk mereka satu persatu.

"Okay, class! Seperti yang Miss katakan kemarin, kita akan mengadakan karnaval kecil di lingkungan sekolah kita kan?" Ujar Davina bersemangat.

"Iya, Miss!" Jawab muridnya serempak.

Davina menepuk kedua belah tangannya.

"Nah, jadi sekarang ayo kita berbaris membentuk kereta api dan berjalan keluar ya! Nanti kita akan bergabung dengan teman-teman dari kelas lain juga!" Ajak Davina lagi.

Dengan tertib, anak-anak itu membuat barisan panjang menuju pintu kelas. Sambil bernyanyi, kelas terdengar riuh dan semarak. Tak lupa iringan tepuk tangan dari Davina membuat murid-muridnya makin bersemangat melangkah.

Sepuluh menit kemudian, rombongan kelas Davina sudah tiba di lapangan sekolah. Anak-anak itu tersenyum sumringah seolah sangat senang menunjukkan pakaian mereka yang indah dan berwarna-warni.

Davina menghitung satu persatu muridnya namun jumlah muridnya kekurangan satu hari itu. Ada seorang murid yang tidak masuk dan murid itu adalah Clay. Davina baru menyadari ketidakhadiran Clay karena setiap muridnya tampak berbeda dengan riasan khas adat mereka. Pantas saja sejak tadi tidak terdengar celotehan khas Clay memenuhi kelasnya.

"Clay kemana ya? Kenapa Clay tidak masuk hari ini?" Gumam Davina merasa aneh.

Cukup aneh karena Clay tidak pernah bolos sekalipun sejak ia mulai bersekolah tiga bulan yang lalu. Jadi absennya Clay sedikit menimbulkan tanda tanya di kepala Davina. Gadis itu sudah memutuskan akan mencari tahu tentang murid favoritnya itu nanti setelah karnaval hari ini selesai.

***

Davina berjalan memasukki ruangan kantor guru di sekolahnya. Ia tersenyum pada beberapa rekan kerjanya dan duduk di mejanya. Tak berapa lama, ia melihat sebuah amplop tergeletak di atas mejanya. Davina membaca amplop tersebut yang ditujukan untuknya.

Jemari Davina membuka perekatnya dan mengeluarkan sebuah surat dari dalam amplop tersebut.

"Surat dokter? Siapa yang sakit ya?" Gumam Davina bingung.

Kedua matanya bergerak cepat membaca setiap baris surat tersebut. Surat keterangan dokter itu menyatakan bahwa salah satu muridnya yang bernama Clay sedang mengalami sakit sehingga tidak bisa masuk sekolah selama tiga hari ke depan. Davina mengangguk-angguk sembari membaca baris demi baris surat tersebut.

"Oh, jadi ternyata Clay sakit? Sakit apa ya?" Gumam Davina pada dirinya sendiri.

Davina sedikit merasa gelisah karena Clay tampak seperti anak yang sehat dan kuat. Absen dari sekolah berarti Clay sedang mengalami sakit yang cukup parah. Dan tentu saja, sebagai wali kelas yang baik Davina berniat untuk mengunjugi muridnya itu. Lagipula rasanya hati Davina tidak akan tenang jika belum memeriksa keadaan Clay dengan mata kepalanya sendiri.

Davina membuka kalendernya dan memeriksa jadwalnya. Jemarinya lalu menunjuk tanggal esok hari dimana jadwalnya cukup kosong. Gadis itu sudah memutuskan akan mengunjungi muridnya esok.

"Oke, besok aku akan menjenguk Clay."

***

Sepulang dari jadwal mengajarnya, Davina langsung meraih tasnya dan bergegas keluar dari sekolah. Ia segera menyalakan motornya dan memacu kendaraan roda dua itu membelah jalanan Jakarta. Hari ini Davina akan menjenguk bocah kesayangannya yang sedang sakitt.

Ia melirik pada bingkisan yang ia beli khusus untuk Clay. Puding buah-buahan buatan Davina yang sangat Clay sukai. Dulu ia pernah membawa puding itu ke sekolah dan Clay sangat menyukai makanan buatan Davina itu. Dan tentu saja Davina memutuskan akan membawa puding itu untuk Clay.

Davina memeriksa alamat yang ia tuju sekali lagi. Rumah Clay terletak di salah satu perumahan paling elit di Jakarta. Sudah pasti keamanan kompleks tersebut akan sangat ketat. Davina bahkan ragu apakah ia bisa masuk ke dalamnya atau tidak.

Dua puluh menit berkendara, Davina sampai di gerbang masuk perumahan tersebut. Seorang satpam berwajah ramah menyambutnya dengan senyum berwibawa.

"Selamat siang, Bu! Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Satpam itu ramah.

Davina segera melepas helmnya dan berbicara pada satpam itu dengan senyum yang sama ramahnya.

"Ah, iya Pak, saya Davina, guru sekolahnya Clay putera Pak Edwin. Saya dengar Clay sedang sakit, karena itu sebagai wali kelasnya saya ingin berkunjung dan menjenguknya, Pak." Jelas Davina mantap.

Pria itu mengangguk-angguk. Ia lalu mengeluarkan sebuah buku tamu yang harus diisi oleh Davina.

"Tolong isi buku ini dan tinggalkan KTP Ibu disini ya." Pinta Satpam tersebut dengan sopan.

Davina mengangguk setuju. Beberapa menit mengurusi tetek bengek itu, satpam tersebut kemudian mempersilahkan Davina untuk memasukki wilayah perumahan super elit tersebut. Portal terbuka dan motor Davina mulai menderu melewati jalanan mulus yang ada di dalam kompleks.

Ini pertama kalinya Davina mengunjungi rumah Clay dan ia tidak pernah menyangka bahwa rumah muridnya ini berada di tempat semegah ini. Davina selalu tahu bahwa Clay adalah anak salah satu pengusaha paling kaya di Indonesia, tapi ia tidak pernah menyangka bahwa levelnya akan setinggi ini.

Davina terperangah melihat deretan rumah megah yang silih berganti. Seolah ia berada di drama Korea SKY Castle yang sering menampilkan kalangan elit Korea Selatan. Gadis itu berdecak kagum dan merasa takjub dengan apa yang ada di depan matanya.

Setelah sempat kehilangan fokusnya karena pemandangan yang luar biasa, Davina kembali disibukkan dengan mencari rumah tinggal muridnya tersebut. Davina meminggirkan motornya sejenak dan kembali memeriksa alamat rumah Clay.

"Blok E3? Berarti dua blok dari sini?" Batin Davina.

Gadis itu seolah mengerti dan kembali memacu motornya. Tak berapa lama, ia tiba di depan sebuah rumah megah. Paling megah di antara yang lain. Rumah itu memiliki desain Perancis Klasik khas rumah orang kaya. Begitu indah dan hangat. Gaya arsitektur favorit Davina.

"Sepertinya ini rumahnya." Ucap Davina yakin.

Davina segera memarkirkan motornya dan turun dari kendaraan roda dua itu. Di tangan kanannya ia menenteng puding buah bingkisannya sementara di tangan kirinya tersampir tas kerja yang ia pakai sejak tadi. Davina melangka ke depan pintu masuk rumah tersebut. Tanpa ragu ia menekan bel dan bunyi dentingan tiga kali berbunyi.

Sepersekian menit kemudian, pintu terbuka dan seorang wanita paruh baya tersenyum ramah menyambut Davina.

"Iya, mencari siapa Bu?" Tanya Mbak Murni sopan.

Davina tersenyum lebar. Ia segera memperkenalkan dirinya kepada wanita tua itu dengan ceria.

"Saya Davina, Bu. Dan saya wali kelasnya Clay."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   100 [END]

    Mobil Edwin melesat bagaikan peluru. Membelah jalanan Jakarta yang lengang di pukul satu malam. Erangan Davina yang tergolek lemah di jok belakang membuat Edwin tidak bisa berkonsentrasi sepenuhnya pada jalan di hadapannya. Sesekali ia menengok ke belakang melalui kaca mobil dan mendapati wajah Davina yang tampak sangat menderita. Ia merintih kesakitan sementara tangannya memegangi perutnya yang sudah membulat. Mata Edwin pun tak bisa lepas dari cairan merah kental yang membasahi kaki istrinya sejak tadi.Perkataan Mbak Murni yang tiba-tiba menyambar Edwin bak petir di siang bolong.“Pak, Nyonya Davina pendarahan!”Dan secepat itu pula, tanpa berpikir dua kali Edwin memacu mobilnya. Membawa Davina ke rumah sakit dengan harapan besar untuk menyelamatkan keduanya. Istri yang paling ia cintai dan calon bayi yang sangat ia tunggu kehadirannya.“Kumohon bertahanlah, Sayang. Sebentar lagi kita akan sampai.” Ucap Edwin bagaikan mantra seolah berusaha meredakan sakit yang dialami Davina.Wani

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   99

    “Clarissa?”Edwin tanpa sadar mencetuskan si empunya mobil saat sedan mewah itu berhenti tepat di depannya. Davina juga tahu benar siapa pemilik mobil itu karena bukan sekali atau dua kali Clarissa datang ke rumahnya. Dan wanita itu selalu datang dengan mobil yang sama, Mercedes Benz S-Class kebangaannya.Davina melepaskan genggaman tangan Edwin yang melingkar di pergelangan tangannya. Tanpa berpikir dua kali, Davina berlari menghampiri mobil itu. Menemui wanita yang duduk di balik kursi pengemudi.“Mbak Rissa!” seru Davina seraya menghampiri Clarissa yang melangkah keluar dari mobil.Wanita itu berdiri dengan begitu angkuh. Matanya menatap Davina dengan tatapan yang begitu meremehkan. Tatapan yang seolah mengatakan bahwa Davina tidak becus mengurus anaknya sendiri. “Aku kesini untuk mengantarkan Clay pulang.” Jawabnya datar.Ucapan Clarissa sudah cukup membuat Davina menghembuskan nafas lega. Bagaikan batu besar yang sejak tadi mengganjal hatinya telah terangkat, dan beban yang ia r

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   98

    Entah kenapa, sejak tadi Davina merasa hatinya terus dipenuhi rasa gelisah. Jantungnya berdegup kencang seolah sebuah hal buruk akan terjadi. Davina merasakan sebuah firasat yang aneh dalam hatinya namun ia tidak bisa menebak itu apa.“Kamu sudah makan, Vin?” tanya Edwin saat ia pulang kerja dan menghampiri Davina yang tengah duduk dengan gelisah di ruang tamu.Suaminya itu menghampiri Davina dan mengecup bibir Davina lembut. Rutinitas yang selalu dilakukan Edwin sebelum dan sepulang kerja.Davina menggeleng. Rasa gelisah yang sejak siang tadi melandanya membuat Davina tidak bisa menelan bahkan sesuap nasi pun. Pikirannya terlalu sibuk berkutat dalam rasa khawatir tak berujung.“Kenapa belum? Aku suapi, ya?” Wanita itu kembali menggeleng, “Clay belum pulang, Mas. Kamu tidak menjemput Clay di sekolah, Mas?”Edwin menggeleng, “Bukannya Pak Teguh yang harusnya menjemput Clay hari ini? Aku sudah bilang kalau ada rapat sampai sore, kan?”Jantung Davina mencelos. Rasanya bak disambar petir

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   97

    Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Tanpa terasa lima bulan telah berlalu dan usia kandungan Davina hampir mencapai tujuh bulan. Perutnya semakin membesar dan gejala mualnya sudah tidak separah di masa awal kehamilannya. Tapi tetap saja, tubuh Davina masih saja lemah dan tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.Selama hamil, Davina menghabiskan hampir seluruh waktunya di dalam rumah. Enam puluh persen berada di kamar dan empat puluh persen berada di area rumah lainnya. Rasanya bosan bukan kepalang terkungkung di rumah dengan tidak memiliki pekerjaan apapun. Ingin sekali Davina ikut mengunjungi sekolah Clay atau bahkan bermain dengannya. Namun membawa dirinya untuk berdiri lebih dari setengah jam pun Davina tidak mampu. Bagaimana mungkin ia bisa bermain dengan Clay?Edwin pun benar-benar menjaganya mati-matian. Sepulang kerja, suaminya akan terus bersamanya. Mengurusnya mulai dari hal terkecil seperti pergi ke kamar mandi, menyuapi Davina makan, hingga ke urusan paling be

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   96

    Dokter Santi berkali-kali meyakinkan Davina bahwa operasi yang akan ia lalui hanyalah operasi kecil. Bedah dengan anastesi lokal yang paling lama hanya memakan waktu satu setengah jam. Namun Davina tidak merasa gentar sama sekali. Tidak terbersit sedikitpun ketakutan di kepalanya. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya ia bisa menyelamatkan janinnya. Satu kali insiden sudah cukup menjadi alarm baginya. Dan Davina tidak yakin apakah ia akan seberuntung itu di kesempatan lainnya.Di lain sisi, Edwin lah yang merasa begitu khawatir. Ia sangat takut sesuatu terjadi pada istrinya. Bagaimanapun juga, Davina akan menjalani operasi. Tidak peduli sekecil apapun itu, rasa sakitnya pasti akan tetap ada. Membayangkan wanita kesayangannya harus melalui semua itu membuat Edwin benar-benar tidak sanggup. Hatinya memang selalu lemah jika itu bersangkutan dengan seseorang yang ia cintai. Edwin selalu mencintai seorang waniita dengan sepenuh hatinya. Memberikan semuanya tanpa terkecuali.Karena i

  • Paket Cinta untuk Calon Mama   95

    Brankar yang ditempati Davina didorong dengan begitu cepat oleh beberapa perawat. Dalam sekejap, lima orang itu melesat masuk ke dalam Instalasi Gawat Darurat. Edwin ikut di belakangnya sembari menggandeng Clay, namun langkahnya dihentikan oleh perawat yang bertugas untuk menjaga ruangan itu.“Bapak tunggu disini saja. Biarkan dokter memeriksa ibu Davina terlebih dahulu. Dan anak kecil tidak diperkenankan masuk ke dalam IGD, Pak.” Jelas gadis muda itu dengan sopan.Edwin mengangguk. Ia terkulai lemas di kursi tunggu sementara tangis puteranya juga tak kunjung reda. Kepalanya terasa mau pecah dengan semua hal yang terjadi berbarengan. Ia meraih ponselnya dan menghubungi supir pribadinya.“Tolong jemput Clay di rumah sakit Pondok Gede, Pak.” Titahnya singkat.Tak perlu waktu lama bagi orang kepercayaan Edwin untuk tiba disana. Dua puluh menit berselang, supir pribadinya tiba dan berlari begitu cepat menghampiri Edwin.“Ada apa, Pak? Dimana Ibu?” tanyanya bingung saat mendapati hanya ada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status