Home / Romansa / Pamer Suami / 2. Secepatnya!

Share

2. Secepatnya!

Author: Ika Armeini
last update Last Updated: 2022-03-01 22:47:46

"Iya, aku Juan yang dulu terkenal gendut di sekolah. Jadi kalian sudah ingat?" ucap Juan tanpa rasa malu.

Empat sahabat Ralin kembali tercengang dengan mulut menganga lebar, mereka tak percaya kalau sosok Juan yang terkenal gendut dan sering terkena perundungan oleh teman-temannya karena postur tubuhnya itu, kini menjelma menjadi laki-laki dewasa yang berbeda. 

Juan yang sekarang jauh lebih tampan, rapi, dengan kulit bersih dan postur tubuh atletis, serta aroma parfum khas maskulin dari tubuhnya yang bisa dipastikan kalau itu parfum mahal. 

"Kenapa kalian kaget begitu?" tanya Ralin tiba-tiba.

 

Teman-teman Ralin menggelengkan kepalanya dengan bersamaan, masih tak percaya dengan sosok laki-laki sempurna idaman setiap wanita ini adalah teman semasa SMA mereka dulu.

 

Ralin menaikkan satu sudut bibirnya, puas memberikan kejutan spesial untuk para sahabatnya. 

 

"Jadi sekarang Juan adalah penerus perusahaan ayahnya? Poernomo Group yang terkenal itu?" tanya Hana.

 

"Iya, betul! Juan satu-satunya penerus perusahaan itu. Makanya wajar kalau kami agak susah bertemu, tahu sendiri bagaimana sibuknya jadi pemimpin perusahaan, kan?" jelas Ralin.

 

"Umm ... kebetulan suamiku pernah melamar pekerjaan di perusahaan itu untuk bagian supervisor, tapi ditolak. Apa Juan bisa bantu? Soalnya sampai sekarang suamiku belum bekerja juga, sementara aku sedang hamil. Takutnya kami kesusahan untuk biaya lahiran nanti," kata Hana.

 

Juan tampak tertegun sejenak, ia melirik ke arah kekasihnya seperti meminta persetujuan. Ralin pun mengangguk sebagai tanda kalau Juan harus membantunya.

 

"Penerimaan pegawai semua diatur oleh HRD, tapi kalau kamu mau, bisa bawa surat lamarannya kepadaku, nanti biar aku yang bicara langsung pada direktur HRD untuk merekomendasikan suami kamu," kata Juan dengan ramah.

 

Hana tampak senang mendengarnya, kalau tahu Juan adalah pemimpin perusahaan besar itu, tentu suaminya dari dulu tak akan repot-repot melamar dan ujung-ujungnya ditolak.

 

"Jadi kapan rencana kalian menikah?" tanya Sisca langsung tanpa basa basi lagi. Lidahnya sudah gatal ingin menanyakan hal itu pada pasangan kekasih ini.

 

Juan tersenyum ke arah Sisca. "Belum-"

"Secepatnya! Secepatnya kami akan menikah!" Ralin langsung menyela ucapan Juan. Ia mau menunjukkan pada teman-temannya kalau dirinya juga bisa menikah seperti mereka, bahkan Ralin bisa memastikan kalau hidupnya akan jauh lebih bahagia daripada teman-temannya ini.

 

Juan bergeming sejenak menatap Ralin yang kini tengah sibuk meneguk minumannya. Juan sendiri tak yakin apakah ucapan Ralin barusan serius atau hanya sekedar candaan. Bahkan Juan belum genap satu bulan berpacaran dengan Ralin. 

 

"Apa kalian yakin kalau mau segera menikah? Apa tidak sebaiknya kalian lebih mengenal dulu satu sama lain?" celetuk Kania tiba-tiba. 

 

Ralin mengibaskan tangannya di udara. "Nggak perlu, kita bisa pacaran setelah menikah, kan?" Ralin memastikannya lagi kepada Juan sambil menatap kekasihnya itu. "Lagian aku juga nggak mau nasibnya sama seperti kamu, Kania! Sudah pacaran 5 tahun dengan Bara tapi malah menikahnya cuma 5 bulan, kemudian cerai. Keharmonisan rumah tangga itu nggak bisa dilihat dari lama atau cepatnya berpacaran, tapi bisa atau tidaknya masing-masing individu untuk menerima kekurangan dan kelebihan pasangannya!" jelas Ralin dengan gaya angkuhnya.

 

Kania sedikit tersinggung dengan ucapan Ralin barusan. tapi tentu saja Kania adalah orang yang paling pintar menyembunyikan perasaannya. Dengan berbesar hati ia melempar senyuman paling manis ke arah Ralin, dan tak mau membalas ucapan sindiran itu. Bagi Kania, Ralin hanya menilai dari sisi luar, tanpa tahu bagaimana sebenarnya kenyataannya. Kania pun memilih diam, karena memang dialah satu-satunya yang paling pendiam diantara yang lain.

 

Obrolan pertemuan mereka pun berlanjut sampai malam. Juan juga pandai berbaur dan berkomunikasi dengan teman-teman Ralin. Hal itu tentu menjadi nilai tambahan lagi pada diri Juan di mata teman-teman Ralin. Jarang sekali pasangan atau suami mereka mau ikut berbaur dengan teman-teman mereka seperti yang Juan lakukan saat ini. 

 

Teman-teman Ralin berpamitan terlebih dahulu. Hingga akhirnya Ralin dan Juan adalah orang terakhir yang pulang. 

 

Ralin masuk ke dalam mobil Jeep mewah milik Juan. Ia lantas meraih lipstik mahalnya di dalam tas, juga kaca kecil yang selalu ia bawa, lalu memoles ulang bibirnya dengan lipstick berwarna plum itu.

 

"Sesegera mungkin kita atur pernikahan kita," ucap Ralin tiba-tiba saat Juan baru saja duduk di belakang kemudi.

 

"Apa kamu yakin? Aku bahkan belum pernah ke rumahmu untuk berkenalan dengan orang tuamu. Apa tidak sebaiknya aku ke rumahmu dulu?" tanya Juan.

 

"Kalau begitu weekend ini kita pulang ke rumahku, bagaimana?" tawar Ralin. 

 

"Oke, mudah-mudahan tidak ada acara dadakan yang diadakan oleh keluargaku. Jadi aku bisa fokus untuk bertemu dengan orang tuamu!" 

 

"Setelah bertemu dengan orang tuaku, kita langsung bicarakan pernikahan," kata Ralin lagi.

 

Juan terkekeh mendengarnya.

 

"Kenapa kamu tertawa?" Ralin bingung melihat Juan yang tiba-tiba saja terkekeh begitu.

 

"Kamu ini kebelet nikah atau gimana, sih?" goda Juan.

 

Ralin berdecak kesal. "Aku serius, Sayang! Kamu tahu bagaimana rasanya diledekin selama bertahun-tahun karena belum punya pasangan dan belum menikah? Itu rasanya sakit!" Ralin menunjuk dadanya.

 

"Oke, jadi kamu mau buktikan ke teman-teman kamu kalau kamu juga bisa punya pasangan? Dan sekarang juga mau membuktikan kalau kamu akan segera menikah, begitu?" Juan mengintrogasi Ralin sambil menatapnya dengan intens.

 

Ralin menarik napasnya dalam-dalam lalu ia embuskan secara perlahan. Tangan kanannya ia arahkan di pipi Juan. "Bukan cuma teman-teman yang suka menyindirku karena belum menikah, tapi juga di kantor, dan di rumah. Kamu tahu, dijadikan perbandingan dengan orang lain itu nggak enak. Papa dan mamaku selalu bandingkan aku dengan kakakku yang menikah dengan tuan tanah di daerah rumahku. Cuma karena dia menikah di usia muda, juga karena sekarang tentunya kakakku jadi istri tuan tanah yang kaya raya di sana." 

 

Juan tahu kalau Ralin mulai sedikit emosi, ia pun mengusap lembut lengan Ralin, mencoba menenangkannya. "Iya, aku tahu rasanya disindir karena belum menikah, aku juga merasakannya. Tapi kita juga jangan terburu-buru menikah karena emosi, bukannya menikah itu juga ada prosesnya, kan? Sambil kita cari-cari tempat yang bagus untuk resepsi pernikahan, juga sambil mencoba baju pengantin, semua pasti akan ada waktu yang tepat, kok!" kata Juan untuk menenangkan Ralin.

 

"Iya, tapi kalau bisa aku mau yang segera, Sayang!" cecar Ralin lagi.

 

Kembali Juan terkekeh. "Dulu waktu SMA, kamu nolak aku mentah-mentah karena aku gendut! Sekarang malah kamu yang kejar-kejar aku untuk diajak nikah, kenapa? Udah kebelet banget, ya?" ledek Juan.

 

Ralin langsung manyun karena malu diledek begitu oleh Juan. Akan tetapi Juan tak mau membiarkan kekasihnya ini berlama-lama kesal. Ia pun mendekatkan bibirnya ke arah Ralin, menciumnya dengan lembut. Makin lama ciuman mereka pun makin intens, membuat Ralin makin menikmati permainan bibir dari Juan. Lama mereka berpagutan, menikmati manisnya bibir masing-masing, sampai akhirnya Juan pun mengakhirinya. 

 

"Kalau lanjut di apartemen kamu, bagaimana?" tawar Juan.

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ani Rokhayani
semangat thor
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pamer Suami   65. Membongkar Sikap Buruk Juan

    "Ya ampun, Anya, saya nggak bisa lama-lama di sini. Istri saya mau lahiran, saya harus segera pulang." Juan berusaha melepas pelukan dari sekretarisnya tersebut. "Pusing, pu-pusing, Pak!" "Makanya kan tadi saya bilang, kalau nggak bisa minum ngapain dicobain sih? Kamu kan bisa tolak dengan baik-baik, mereka bakalan paham kok kalau kamu nggak biasa. Kalau begini saya harus gimana? Harus titipin kamu sama siapa?" Anya sudah lemas tak karuan, mana peduli dengan omelan atasannya tersebut. Akhirnya mau tidak mau Juan harus mengantar sekretarisnya untuk balik ke kamarnya. Membiarkan Anya beristirahat di sana, mungkin pilihan terakhir Juan akan menitipkan Anya pada staf hotel. "Kunci kamar kamu mana, Nya?" tanya Juan. Anya hanya menunjuk saku di celana bahan yang ia gunakan tanpa bicara apa-apa, sudah terlanjur sakit kepala. Mau tidak mau Juan pun harus meraba saku celana itu cuma untuk mengambil kunci kamar Anya. Dapat! Untung saja kuncinya berbentuk kartu yang mudah diambil. L

  • Pamer Suami   64. Bahagia Dengan Pilihannya

    “Ah, aku sih selalu senang kalau temanku ada yang mampir ke sini apalagi kalau sama keluarganya atau suaminya,” jawab Kania. Ekspresinya masih terlihat santai dan ramah. Sesekali Kania melirik ke arah Juan, semakin hari suami orang semakin tampan.“Bagus kalau gitu.” Ralin tersenyum manis. “Kebetulan aku lagi ngidam, kepengen minum kopi yag dibuatin sama kamu. Kebetulan banget kamu ada di sini, Kania, jadi aku bisa dibikinin kopi langsung sama kamu, kan?”“Ngidam kopi yang dibuatin langsung sama aku? Wah, anak kamu tahu banget ya mana Tante yang pinter bikin kopi.” Lagi-lagi Kania melirik ke arah Juan. Kali ini sambil memberi kerlingan mata.Sudah tentu Juan langsung mengalihkan pandangannya, tak mau fokus ke Kania. Lagipula Juan memang sedang menghindari perempuan ini, malah bisa-bisanya Ralin ngidam kopi buatan Kania. Apa benar anaknya ini paham kalau bapaknya ada sesuatu dengan Kania?Ralin fokus mengelus perutnya yang belum begitu buncit. “Sekaligus tahu juga kalau Tante Kania itu

  • Pamer Suami   63. Kopi Buatan Kania

    "I-ini, bukan kotak apa-apa, Bu. Kebetulan aja ini kotak bekas, saya diminta tolong sama Pak Juan untuk membuangnya." Anya terpaksa mengarang cerita. Sesuai perjanjian kalau ia akan tutup mulut masalah perselingkuhan Juan. Terlihat Ralin seperti kurang percaya dengan perkataan sekretaris suaminya itu. Matanya terus memperhatikan kotak yang dipegang oleh Anya. "Kotak bekas? Tapi Kenapa kelihatannya masih bagus, ya?" tanya Ralin. "Sa-saya kurang tahu, Bu, saya cuma mengikuti perintah Pak Juan." Anya menunduk hormat. "Mohon maaf, saya permisi sebentar, Bu, kebetulan setelah buang kotak ini saya mau mengerjakan pekerjaan yang lain." Ralin menghela napasnya. "Ya udah!" "Permisi, Bu!" Anya pun kemudian pamitan pergi. "Honey, kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" Juan langsung menghampiri istrinya, sebenarnya agak panik juga karena Ralin datang tiba-tiba. Beruntung saja foto-foto Juan yang dikirim oleh Kania itu sudah dibawa pergi oleh Anya. Terlihat Ralin menatap suaminya dari atas

  • Pamer Suami   62. Itu Kotak Apa?

    "Nggak perlu dijelasin, kamu nggak perlu tahu aku lihat buktinya di mana!" Ralin bangun dari posisinya, ia pun langsung pergi meninggalkan Juan dan masuk ke kamar. Juan makin tak paham dengan situasi ini, kenapa malah jadi makin runyam. Belum saja urusannya dengan Kania benar-benar selesai, tetapi kini Ralin sudah salah paham dengan sekretaris Juan. Langsung saja Juan menyusul ke kamar, hendak menjelaskan kembali kalau dirinya tidak ada apa-apa dengan Anya. "Honey ... buka pintunya, dong!" Juan menggedor pintu, meminta istrinya untuk membukakan pintu kamar. "Aku sama Anya beneran nggak ada apa-apa, Honey!" Tak ada jawaban dari dalam kamar, sudah pasti Ralin ngambek tak karuan karena kesalahpahaman ini. Juan lemas di tempat, kalau begini bagaimana caranya untuk meyakinkan istrinya? Juan kembali ke sofa, ia menghempaskan tubuhnya dengan lemas di sofa tersebut. Lama ia terdiam, menyadari kalau dirinya memang kurang ajar karena sudah menduakan istrinya, bahkan dengan sahabat istrinya

  • Pamer Suami   61. Imbalan Tutup Mulut

    Juan menganggukkan kepalanya. "Iya, mereka sahabatan dari SMA. Bisa dibilang benar-benar dekat dan saling mengenal satu sama lain!"Anya masih kaget, tak menyangka kalau bos-nya bisa sejahat itu. "Bapak keterlaluan, malah sangat keterlaluan! Kalau saya jadi Bu Ralin dan tahu masalah ini udah pasti saya nggak mau pertahanin rumah tangga saya, Pak! Bapak selingkuh aja udah salah, malah selingkuh sama orang terdekat dari Bu Ralin, itu makin salah lagi!" Anya geleng-geleng kepala keheranan."Ck ... kamu jangan ngomong gitu, dong!""Saya serius, Pak! Nggak ada perempuan yang rela-rela aja suaminya selingkuh apalagi selingkuhannya itu sahabatnya sendiri. Saya nggak bakalan pikir dua kali buat pertahanin pernikahan, mending pisah aja! Malah di awal saya kira karena Bu Ralin itu tipenya Bapak jadi Bapak nggak mungkin berpaling ke cewek lain, ternyata ... ah, memang omongan cowok nggak ada yang bisa dipercaya!"Juan memijat keningnya sejenak. Ia jadi kepikiran dengan kata-kata sekretarisnya in

  • Pamer Suami   60. Anya, Saya Percaya Sama Kamu!

    Juan melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa yang membuat aku nggak bisa pamitan sama kamu?"Kania lagi-lagi bergerak sesuai kemauan hatinya, kali ini dengan impulsif ia memeluk Juan. Sudah pasti Juan kaget dengan tindakan Kania ini, ia khawatir dengan kamera CCTV yang menyoroti gerak-gerik mereka. "Please, Kania ... jangan begini!" Juan langsung menolak tangan Kania yang memeluknya itu. "Kita harus sama-sama menghargai situasinya. Oke, aku akui kalau aku yang salah, aku yang sudah membuka gerbang perselingkuhan ini. Aku cuma ... cuma awalnya iseng, tapi malah keterusan.""Iseng kamu bilang?" tanya Kania.Juan hanya mengangguk pelan. "Bukannya iseng itu malah membuat kamu jadi ketagihan sama aku? Kamu lebih suka caraku memuaskan kamu daripada istri kamu itu, kan?" "Apa sih mau kamu? Kamu mau menuntut lebih ke aku masalah hubungan ini? Aku nggak bisa, Kania, aku sudah ada istri dan aku nggak akan menceraikan dia!" Juan bersikap tegas, tak mau lagi terpengaruh dengan pesona janda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status