Ketika Ainsley mau pergi mandi, ia menyadari sesuatu. Baju gantinya tidak ada. Apa Austin tidak menyiapkan beberapa helai baju untuk dia pakai?Ainsley mencari-cari ke seluruh kamar, mungkin saja ada koper yang berisi bajunya namun nihil. Ainsley mengerang kesal. Austin tidak membawa apapun barangnya saat mereka berangkat? Rumah ini memang rumahnya dan ia pasti punya banyak pakaian ganti di rumah ini. Tapi Ainsley? Mau pakai apa coba?Sialan. Austin pasti sengaja. Gadis itu menggeram kesal."Austin, kau bawa pakaian ku?" tanya Ainsley. Mungkin saja Austin memang membawa pakaian gantinya tapi ia yang tidak lihat. "Tidak," jawab Austin santai."Apa? Lalu aku pakai baju apa?" tanya Ainsley jengkel. "Tenang, aku sudah menyuruh seseorang untuk membelikanmu baju.""Gampang sekali tinggal beli." sindir Ainsley. Dasar orang kaya."Sekarang mana bajunya? Aku mau mandi." kata Ainsley lagi."Belum diantarkan. Sudah, mandi saja dulu, nanti aku ambilkan." ucap Austin. Mau tak mau Ainsley setuj
Paginya Ainsley terbangun. Ia duduk sambil menguap. Matanya memandang sekeliling ruangan kamar.Kemana dia? batin Ainsley.Ia mencari-cari keberadaan Austin.Apa pria itu tidak balik saat keluar semalam? Dia tidur di mana? Di kamar lain?Ainsley terus bertanya-tanya dalam hati. Matanya berpindah ke nakas dan melihat sebuah catatan kecil di atas sana bersama sebuah kartu. Kartu kredit? Ainsley lalu mengambil memo kecil itu dan mulai membaca."Aku ada pekerjaan mendadak di kantor cabang, mungkin belum bisa pulang sampai pagi. Kalau kau ingin jalan-jalan, minta sopir mengantarmu. Pakai saja kartu ku untuk belanja apapun yang kau mau."Ainsley kembali meletakkan memo yang ia baca tadi ke atas nakas dan mengambil kartu kredit milik Austin. Ia menatap lama kartu itu lalu menarik nafas panjang.Entah kenapa Ainsley malah lebih suka Austin ada di sini, bersamanya. Dia sekarang berada di negara asing dan hanya Austin satu-satunya yang ia kenal. Dirinya memang bisa berbahasa Inggris jadi tidak
Setelah Diana pergi, Ainsley mulai merasa jenuh. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi keluar.Di luar, ia melihat sebuah sedan hitam terparkir di driveway. Seorang laki-laki berpakaian rapi sedang duduk di depan garasi.Ia langsung berdiri setelah menyadari kehadiran Ainsley."Mau pergi, nona?" tanyanya."Iya," jawab Ainsley. Laki-laki itu berjalan mendahului Ainsley dan langsung membukakan pintu mobil untuknya. Sepertinya ia sopir yang di maksud Austin.Setelah Ainsley duduk dan ia menutup pintu belakang mobil, sopir itu duduk di belakang kemudi. Umurnya terlihat cukup muda di pertengahan dua puluhan. Wajahnya sangat bule, membuat perbedaan antara Ainsley yang sangat Asia itu dan sih bule terlihat jelas."Anda mau ke mana, Miss Hugo?" tanya sopir itu."Ke pantai saja," jawab Ainsley.Sopir itu menurut. Ainsley menatap keluar jendela. Daerah rumah Austin berada bukan di daerah ramai, tapi sepertinya termasuk kawasan elit. Lihat saja bangunan rumahnya yang terkesan sangat mewah itu.Sepa
"Aku malas ikut makan malam dengan orang yang tidak ku kenal." ujar Ainsley secara tidak langsung menolak dengan halus. Ia merasa jengkel dengan Austin. Kalau tahu diri sendiri super sibuk begitu, kenapa malah membawanya liburan segala. Jadi percuma kan mereka datang ke negara ini."Kau harus ikut, ini perintah." balas Austin dengan nada dingin.Ainsley menatap pria itu bingung. Kenapa Austin tiba-tiba dingin? Apa ia tidak senang dengan perkataan Ainsley tadi? Kan dia berhak memilih. Lagipula mereka pasti akan berbicara tentang pekerjaan. Tidak ada gunanya dia ikut kan."Tapi," gumam Ainsley. Ia merasa ngeri juga dengan perubahan Austin.Bola mata Ainsley membesar ketika tangannya tiba-tiba di tarik oleh Austin."Ayo pulang dan bersiap." kata Austin membuat Ainsley melotot menatapnya."Tapi aku belum bilang ia Austin,""Sudah kubilang ini perintahkan? Kau harus patuh pada suamimu Ainsley."Ainsley memutar bola matanya malas. Dasar pria sinting. Lebih bodohnya lagi ia tidak bisa memban
"Siapa ini, apa dia pacarmu Austin?" tanya Sam menatap Ainsley kemudian Austin. Ia tahu Austin tidak punya adik perempuan, jadi menurutnya kemungkinan besar gadis yang di bawah rekan bisnisnya itu adalah pacar. Namun ia tetap bertanya untuk memastikan."Bukan, ini istriku. Namanya Ainsley ," jawab Austin lalu mengecup bibir Ainsley sekilas membuat gadis itu kaget dan menatapnya tajam. Yang benar saja, Austin sengaja mengambil kesempatan.Ainsley tahu ia sekarang berada di negara yang pergaulannya sangat bebas. Berciuman di depan umum mungkin sudah biasa bagi orang-orang itu, tapi tidak buat Ainsley. Ia tidak biasa dan lebih menjunjung tinggi kesopanan.Ainsley menatap ke depan. Ia tanpa sengaja melihat tatapan Clara padanya. Dahinya Ainsley berkerut, ada dengan wanita itu? Kalau tidak senang padanya tidak perlu di perjelas juga kan."Hai Ainsley," sapa Luke dan Sam mengulurkan tangan mereka secara bergantian ke Ainsley. Walau enggan, Clara juga ikut menerima uluran tangan Ainsley deng
Ainsley tidak berhenti-berhenti menatap Austin. Mereka telah sampai di rumah beberapa menit yang lalu dari makan malam dengan rekan kerja pria itu. Kini keduanya duduk di ruang keluarga.Austin sendiri tahu kenapa gadis itu terus menatapnya, tapi ia memilih cuek. Biar saja gadis itu marah."Kau tidak mau minta maaf padaku?" tanya Ainsley akhirnya. Ia tidak tahan lagi untuk tidak bicara.Austin menoleh ke samping,"Minta maaf untuk apa?" ia balas bertanya. Pura-pura tidak mengerti apa maksud gadis itu.Mata Ainsley membuka lebar. Pria itu jelas-jelas tahu maksudnya tapi pura-pura."Kau lupa? Tadi kau membuatku menyentuh..," Ainsley menunjuk ke bawah, melihat bagian di antara paha Austin namun cepat-cepat memalingkan wajahnya. Mukanya jadi bersemu merah karena malu. Ia tidak lihat wajah Austin yang menyeringai nakal menatapnya."Menyentuh apa?" tanya Austin dengan suara menggoda. Ainsley kembali melirik pria itu."Kau tahu apa maksudku, Austin." kata Ainsley ketus. Austin terkekeh."Ken
Ainsley menatap Austin lama lalu menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Keputusannya sudah bulat. Ia lebih baik pulang."Aku harus pulang, Austin. Tugas kampusku sudah menumpuk, dan aku tidak ingin absen terlalu lama. Lagian di sini kau juga sibuk bolak-balik ke kantor. Dan aku sendiri tidak tahu apa yang mau aku lakukan." kata Ainsley panjang lebar.Gadis itu merasakan Austin meraih tangannya dan meremasnya pelan."Aku bisa bicara dengan pemilik kampusmu, kau tidak usah khawatir dan tidak perlu mengumpulkan tugas. Sekarang nikmati saja masa liburanmu di sini." gumam Austin mencoba meyakinkan Ainsley. Sayangnya keputusan Ainsley sudah bulat. Ia lebih tidak senang mendengar Austin akan bicara dengan pemilik kampus.Ainsley dari dulu tidak suka dengan mereka yang berbuat seenaknya hanya karena memiliki kekuasaan. Ia merasa lebih baik berusaha sendiri dengan kemampuannya. Kalau pun harus minta bantuan orang lain, ia akan melakukannya pada waktu dirinya sangat terdesak.Ainsley selal
Clara pamit pergi dengan wajah masamnya tak lama kemudian. Rencananya gagal. Padahal sebelum datang ke rumah Austin, sudah banyak rencana dalam benaknya. Sayangnya semua rencana itu gagal begitu saja.Setelah kepergian Clara, Ainsley menatap Austin tajam."Kenapa, kau masih tidak senang? Bukankah aku sudah setuju kita pulang?" celetuk Austin."Kapan aku memaksa sambil menangis-menangis?" Ainsley memelototkan matanya sambil berkacak pinggang. Posisinya sudah berdiri di hadapan Austin.Austin terkekeh. Oh, jadi gadis itu keberatan dengan perkataannya tadi."Kau tahu Clara itu wanita yang licik, kita harus punya alasan kuat agar dia tidak mencari-cari cara mengganggumu lagi." ucapnya.Ainsley memicingkan matanya. Sebenarnya Clara itu siapa sih? Jangan-jangan mantan pacar Austin lagi. Atau, teman ranjang pria itu dulu. Sebelum menikah dengannya? Huh! Melihat betapa mesumnya seorang Austin, Ainsley jadi berpikir pria itu pasti sudah meniduri banyak sekali wanita."Apa Clara Clara itu manta