Di dalam lift, Shasha berdiri di antara Nisa dan Kaisar. Kebetulan hanya ada mereka bertiga di sana karena yang lain sudah turun terlebih dahulu.“Mas Kai, bawa motor atau jalan ke sini?” tanya Shasha untuk memecah keheningan.“Naik motor. Kalau jalan lumayan juga jaraknya. Udah malam, malas jalan-jalan. Kalau pagi bisa sekalian olahraga,” jawab Kaisar sambil menoleh pada Shasha.“Iya juga sih. Nanti jadi muter dong jalannya, Mas,” timpal Shasha.“Ya mau bagaimana lagi kalau jalurnya seperti itu. Tidak mungkin juga aku nyebrang ringroad pakai motor. Kalau jalan kaki masih bisa,” ujar Kaisar seraya tertawa kecil.Shasha menganggut. “Iya, juga.”“Ini kamu pas enggak ke luar kota?” Gantian Kaisar yang bertanya pada Shasha.“Baru nyampe rumah semalam. Sudah diwanti-wanti Rendra kalau bisa aku jangan ke luar kota pas dia wisuda. Untung saja urusan di sana cepat selesai, jadi bisa pulang,” jawab Shasha.“Wajar sih kalau Rendra minta begitu. Pas momen wisuda pasti ingin kumpul dengan keluarg
Shasha akhirnya mengambil gawai di atas nakas. Gadis itu tersenyum kala membaca tulisan pada layar 'Mas Kaisar Tirta calling'. Segera dia menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan tersebut."Halo, Mas," sapa Shasha dengan senyum mengembang di bibirnya."Halo, Sha. Sudah tidur?" tanya Kaisar dari seberang telepon."Belum, Mas. Barusan diajak ngobrol sama Rendra. Mas Kai, masih di kantor?" Shasha yang ganti bertanya."Iya, ini lagi rehat sebentar. Mataku pedih lihat layar komputer seharian. Terus aku ingat tadi janji mau hubungi kamu. Makanya sekarang aku telepon. Aku kira kamu sudah tidur, soalnya dua kali teleponku tidak dijawab,” jawab Kaisar."Oh, Mas Kai, sudah dua kali telepon? Maaf Mas, aku enggak dengar. Ini aku baru masuk ke kamar terus dengar ponselku bunyi langsung aku angkat,” terang Shasha."Iya, ini panggilan ketiga. Kalau yang ini tidak kamu jawab juga, pikirku pasti kamu sudah tidur," aku Kaisar."Belum kok. Ini baru mau siap-siap tidur. Oya, ada apa Mas?" Shasha b
Shasha yang membonceng Kaisar, tidak memegang pinggang perwira polisi itu. Kalau butuh pegangan, dia memegang besi yang ada di belakang jok motor. Hubungan mereka memang masih dalam batas pertemanan, belum melangkah lebih jauh. Kaisar belum secara gamblang menyatakan perasaannya, begitu juga Shasha yang tidak akan mungkin bergerak terlebih dahulu.“Pastikan kamu duduk dengan nyaman, Sha,” ucap Kaisar saat mereka meninggalkan kompleks rumah Shasha.“Aman, Mas,” sahut Shasha yang meletakkan tasnya di antara mereka berdua.“Kalau aku bawa motornya kekencangan, bilang ya,” pesan Kaisar.“Udah pas kok kecepatannya, Mas,” sahut Shasha lagi.“Kalau kamu mau pegangan aku, enggak apa-apa kok, Sha,” cetus Kaisar.Shasha tertawa kecil. “Bukan mahram, Mas. Enggak boleh pegang-pegang.”“Belum mahram, Sha. Berarti kudu dihalalkan dulu biar bisa pegang-pegang. Iya ‘kan, Sha?” celetuk Kaisar sambil melihat Shasha lewat kaca spion motor.Shasha hanya menanggapinya dengan tertawa dan tidak mengatakan a
Kaisar dan Shasha jadi salah tingkah setelah mereka kepergok saling bertatapan. Mereka sama-sama membuang muka ke arah yang berlawanan. Shasha bahkan mengipasi diri dengan tangan karena tiba-tiba dia merasa gerah dan wajahnya bisa dipastikan memerah.Setelah beberapa saat, Kaisar mengajak Shasha pergi dari sana. Kaisar pamit pada teman-teman yang dia temui saat berjalan menuju pintu keluar. Mereka langsung pergi ke bioskop yang berada di Jalan Solo untuk menonton film. Sepertinya semesta mendukung mereka, masih ada dua kursi kosong di barisan paling belakang saat tadi memesan tiket via aplikasi. Spot terbaik untuk menonton film. Padahal kalau akhir pekan biasanya bioskop penuh, apalagi hari Minggu seperti sekarang.Mereka berdua menonton film dengan serius. Sambil sesekali mengomentari adegan film atau saling menawari popcorn ukuran large yang tadi dibeli sebagai teman menonton. Begitu film selesai, mereka keluar dari teater dengan wajah puas dan ceria."Mas Kai, aku ke toilet dahul
Shasha terpaku mendengar pernyataan cinta dari Kaisar. Gadis itu tentu saja merasa bahagia karena ternyata mereka punya perasaan yang sama. Namun, dia tidak mau melangkah lebih jauh tanpa meminta restu dahulu dari sang mama."Coba dengarkan lagu ini, Sha!" Kaisar kembali memutar lagu di gawainya.... Menantimu hingga saat cintaku temukan dirimu. Usai sudah sampai di sini. Berdiri melabuhkan asmara.Menikah denganku. Menempatkan cinta. Melintasi perjalanan usia. Menikah denganmu. Menetapkan jiwa. Bertahtakan kesetiaan cinta. Selamanya .... (Menikahimu - Kahitna)"Aku bukan pria romantis, Sha. Beginilah aku apa adanya. Pria yang tidak pernah bisa menjanjikan setiap saat selalu ada di sampingmu, tapi aku akan selalu mendukungmu. Sebagai abdi negara aku harus selalu siap kalau ada panggilan tugas dan meninggalkan keluarga," ucap Kaisar sesudah lagu romantis itu berakhir."Menjadi istriku juga tidak mudah, Sha. Harus siap aku tinggal setiap saat. Entah ditinggal tugas atau meninggal saat b
Setelah membersihkan diri dan berwudu, Kaisar pergi dengan Rendra ke masjid untuk menunaikan salat Magrib. Selama memungkinkan kedua pria itu selalu menjalankan salat berjemaah di masjid. Namun, kalau keadaan tidak memungkinkan mereka menjalankan salat di kantor atau di rumah atau di mana saja sedang berada. Sesibuk apa pun, salat lima waktu tidak pernah mereka tinggalkan.Bakda Magrib sepulang dari masjid, Kaisar makan malam dengan keluarga Bu Dewi. Dia tidak bisa berlama-lama karena setelah Magrib mendapat telepon dari kantor. Jadi, begitu selesai makan, Kaisar pamit untuk pergi ke kantor. Ada rapat mendadak karena situasi mendesak dari kasus yang dia tangani. Mau tidak mau perwira polisi itu harus pergi meski merasa tidak enak hati sebab langsung pulang usai makan tanpa sempat berbasa-basi. Untung saja keluarga Bu Dewi memaklumi situasi dan pekerjaan Kaisar.Shasha yang belum selesai makan tetap mengantar Kaisar sampai ke depan. “Hati-hati di jalan, Mas. Jangan lupa istirahat,” pes
Waktu terus berlalu hingga tiba saatnya Dita harus memajukan operasi caesar-nya karena luka jahitan bekas operasi caesar sebelumnya menipis. Jarak kehamilan yang sekarang dengan operasi sebelumnya tidak sampai satu tahun sehingga jaringan yang terbentuk masih belum normal. Jahitan yang belum rapat sempurna sudah tertarik atau melebar lagi karena terdesak kandungan yang makin besar. Karena itu demi keselamatan ibu dan bayi, dokter memutuskan untuk mempercepat kelahiran jabang bayi.Setelah menjalani operasi caesar, Dita melahirkan bayi laki-laki yang wajahnya sangat mirip dengan Rendra. Bayi mungil itu diberi nama Almair Syabil Daneswara, yang sejak di dalam kandungan dipanggil Ale.Tujuh hari setelah kelahiran Ale, kedua orang tua baru itu mengadakan acara akikah. Mereka mengundang banyak orang dan tak lupa menyumbang ke panti asuhan sebagai ungkapan rasa syukur karena Ale sudah lahir dengan selamat.Malam harinya, Kaisar datang ke kediaman Bu Dewi. Dia sebenarnya diundang Rendra un
Shasha akhirnya tetap duduk menemani Kaisar makan. Sebenarnya tadi dia hanya menggoda perwira polisi itu. Tidak mungkin juga Shasha meninggalkan tamu spesial yang sudah ditunggu-tunggu kedatangannya itu."Mas Kai, sibuk banget ya sampai jarang kirim pesan. Balas pesan juga lama banget." Gadis itu membuka pembicaraan yang terdengar seperti sedang merajuk."Iya, maaf. Ada banyak kasus yang harus aku tangani. Makanya aku juga baru bisa datang sekarang. Kenapa? Apa kamu kangen sama aku?" Kaisar melirik Shasha yang sedang memainkan kedua tangan di atas meja."Memangnya Mas Kai enggak kangen sama aku?" Shasha menoleh ke samping kanan di mana Kaisar duduk. Membuat keduanya tanpa sengaja saling berpandangan. Dia lalu buru-buru mengalihkan pandangan sambil tersenyum malu.Kaisar tertawa kecil. "Kangenlah. Kangen banget. Apalagi aku belum dapat jawaban dari kamu. Aslinya aku juga deh-degan. Namun, karena tugas jadi prioritas utama, jadi aku tidak bisa sering-sering menghubungi kamu."Shasha men