Share

Bab 5

last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-24 20:59:37

Pelakor Itu Tanteku

Selesai makan siang, Mas Pram keluar dan duduk di kursi panjang yang ada di taman rumah. Sedangkan aku masih sibuk membereskan dan membersihkan meja makan.

"Fadil, main dulu sana sama Papa! Aku menyuruh Fadil untuk keluar.

"Ayo, Tante anter kamu ke tempat Papa! ajak Tante Lili pada Fadil.

Akhirnya Tante Lili dan Fadil keluar menuju taman tempat Mas Pram duduk. Aku masih tetap sibuk beres-beres dilanjutkan mencuci piring dan gelas yang kotor.

Setelah itu aku menyapu lantai ruang makan yang kotor sisa Fadil makan. Tanpa disengaja, aku menoleh ke arah taman di mana ada Mas Pram, Tante Lili dan Fadil di sana.

Betapa terkejut dan kagetnya diriku sampai-sampai sapu yang kupegang lepas dari genggaman. Kakiku bergetar hebat, tubuhku terasa lemas. Aku melihat Tante Lili bersandar di bahu Mas Pram dengan tangan yang bermain nakal di wajah Mas Pram.

Fadil, anakku yang masih bocah dan polos itu masih tetap asyik bermain mengambil batu-batu kecil dan menatanya. Sedangkan Mas Pram begitu pasrahnya atas sikap Tante Lili.

Di depan Fadil mereka melakukan hal seperti itu? Sungguh keterlaluan. Padahal di rumah ini ada aku.

Rasa marah dan kecewa berkecamuk di dalam dada. Aku meremas kedua tangan. Mataku basah melihat pemandangan yang begitu menyakitkan.

Sejak kapan? Sejak kapan mereka memiliki hubungan terlarang di belakangku.

Kuusap air mata dengan kasar dan menghela napas panjang, enggan rasanya melihat semua itu terlalu lama

Aku harus mencari tahu sejak kapan dan sudah sejauh mana hubungan terlarang Tante Lili dan Mas Pram.

Sengaja berjalan dengan hentakan kaki yang kencang agar mereka tahu kalau aku akan keluar.

"Fadill, Nak ...," panggilku teriak.

Aku keluar dengan sikap biasa. Seolah-olah tidak tahu atas apa yang mereka lakukan barusan. Meskipun dada ini terasa sesak menahan perasaan yang begitu sakit.

"Sa - sayang," ucap Mas Pram terlihat gelagapan.

Sungguh luar biasa. Pintar sekali akting mereka di depanku. Tante Lili yang tadi begitu nakal menggoda Mas Pram, sekarang pura-pura sibuk menemani Fadil bermain.

Seandainya tadi aku keluar diam-diam, tidak mungkin mereka bisa akting sebagus ini sekarang. Tetapi semua itu memang kusengaja, karena aku ingin tahu lebih jauh lagi hubungan Tante Lili dan suamiku.

Karena kalau aku pergoki mereka sekarang, aku tidak akan tahu hal apa saja yang sudah mereka lakukan selama ini di belakangku.

Aku harus bermain cantik untuk menghadapi Tante Lili. Meskipun memang begitu sakit harus berpura-pura bodoh seperti ini.

"Aku senang, Mas, kamu pulang awal. Fadil jadi bisa bermain lebih lama denganmu," ucapku mendekati Mas Pram.

Aku gantian menyandarkan kepala di bahu Mas Pram dan menggenggam erat tangannya. Bukan kehangatan lagi yang aku rasakan, tapi amarah yang begitu kuat dalam diriku.

Sesekali aku melihat lirikan Tante Lili ke arah kami.

Kenapa, Tan? Cemburu? Tidak ada alasan untuk kamu merasakan cemburu. Mas Pram suamiku, dan dia bukan siapa-siapa kamu.

Mas Pram membelai rambutku. Harusnya aku merasa bahagia seperti biasanya. Harusnya aku merasa nyaman dengan belaian ini, tapi semua itu tidak aku rasakan lagi setelah melihat Mas Pram di sentuh oleh perempuan lain, dan itu tanteku sendiri.

"Mas, malam ini kita keluar, yuk! Kita nonton atau jalan-jalan ke mana. Sekalian makan malam berdua di luar," ajakku sengaja membuat Tante Lili panas.

"Makan malam berdua? Fadil bagaimana, Sayang?"

" Fadil kita titipkan sebentar di rumah orang tuamu, Mas!"

Akhirnya Mas Pram setuju denganku. Terlihat sekali wajah Tante Lili yang kesal mendengar obrolanku dengan Mas Pram.

"Apa ngga kasihan, Fa, kalau Fadil dititipkan di rumah kakek, neneknya? Jarak rumah dari sini ke sana 'kan lumayan jauh," sela tante ikut nimbrung.

"Ngga begitu jauh juga sih, Tan. Paling tiga puluh lima menit sampai," jawabku.

"Iya, tapi pulangnya pasti malam 'kan?"

Sepertinya Tante Lili memang sengaja mencegah acaraku bersama Mas Pram.

"Oh ... kalau begitu, Sifa titip Fadil sama Tante saja. Kita ngga lama kok, Tan. Lagian Sifa jarang minta tolong sama Tante 'kan? Fadil anaknya juga ngga nakal kok."

Tante Lili terlihat sangat kesal dengan ideku menitipkan Fadil padanya.

"Bagaimana, Mas, kalau Fadil di rumah sama Tante?"

Mas Pram hanya menganggukkan kepala. Pertanda dia setuju.

"Fadil, nanti di rumah sama Nenek, ya! Jangan nakal sama Nenek! Kalau mau maem, minta Nenek untuk nyuapin," ucapku menahan tawa. Karena Tante Lili paling tidak suka kalau aku menyebut dia dengan sebutan Nenek. Padahal dia memang neneknya Fadil.

"Sekarang kita ke kamar yuk, Mas. Kita istirahat sebentar."

Aku langsung mencuci tangan Fadil dan menggendongnya. Kami masuk ke dalam. Sedangkan Tante Lili tetap duduk di taman sendirian.

Sebenarnya untuk berpura-pura seperti ini sangat tidak mudah. Apalagi baru kali ini hatiku sangat terluka selama lima tahun pernikahan. Dan itu karena hubungan terlarang Tante dan suamiku sendiri.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 42

    Pelakor Itu TantekuSatu bulan setelah kepulangan Tante Lili di rumah Ayah dan Ibu. Keadaannya masih tetap sama. Tante Lili hanya bisa berbaring. Dan semua aktivitasnya harus dibantu. Hari ini, aku dan Mas Pram berencana untuk menengok Tante Lili. Dan membujuk dia agar mau dibawa ke rumah sakit._"Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Kalian sudah datang. Ayo masuk! Ibumu sedang di kamar Lili," terang Ayah dengan menyambut kedatangan kami.Aku dan Mas Pram langsung menuju kamar Tante Lili. Sedangkan Fadil, dia bersama Mbak Tutik bermain di halaman. Kami memang sengaja mengajak Mbak Tutik agar aku bisa membantu Ibu mengurus Tante Lili selama di sini. Dan kami akan menginap untuk beberapa hari."Assala'mualaikum.""Wa'alaikumsalam. Pram, Fa," sapa ibu yang duduk di samping Tante Lili.Tante Lili hanya bisa menatap kami. Dia memang mulai sulit untuk berbicara. Dan lebih merespon dengan tatapannya. Sungguh tidak tega melihat keadaannya yang semakin hari semakin parah.Sudah berkali-kali

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 41

    Pelakor Itu TantekuAku dan Mas Pram sudah sepakat untuk memberitahu Ayah dan Ibu tentang keadaan Tante Lili saat ini.Kami memutuskan untuk pulang ke rumah Ayah dan Ibu. Karena tidak mungkin, kami mengabari hal ini hanya lewat telepon."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Sifa, Pram, kalian datang ke sini kok tidak memberi kabar dulu." Ibu terlihat sedikit kaget dengan kedatangan kami yang tiba-tiba. "Ayo, masuk!" ajak ibu dengan mengambil Fadil dari gendongan Mas Pram.Kami langsung duduk di ruang depan."Ibu tinggal sebentar, ambil minum dan kue. Kebetulan Ibu habis bikin kue kesukaanmu, Fa. Pas sekali kalian datang ke sini.""Ti - tidak usah, Bu. Ayah mana, ya? Sifa mau bicara sama Ayah dan Ibu." "Iya, tapi kalian kan habis perjalanan lumayan jauh. Istirahat dulu, nyantai-nyantai, baru kita bicara. Memangnya mau bicara soal apa, Fa? kamu terlihat serius banget.""Soal Tan - Tante Lili, Bu."Kini pandangan Ibu langsung tertuju ke arahku dengan tatapan yang dalam."Lili lagi. Apal

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 40

    Pelakor Itu Tanteku"Apa, Bu? Tante Lili kabur?"Baru semalam kulewati kebahagiaan bersama Mas Pram. Sekarang pikiranku sudah mulai cemas dan tidak tenang. Ibu memberi kabar, kalau Tante Lili kabur dari rumah. "Kenapa, Fa?" tanya bapak mertua dengan wajah yang penasaran."Kenapa, Sayang? Siapa yang kabur?""Tan - Tante Lili, kabur." "Fa, Ibu minta maaf, karena tidak bisa menjaga tantemu. Ibu sudah kunci kamarnya, tapi dia izin mau ke belakang. Dia pergi tanpa membawa pakaiannya."Tidak bisa dipungkiri, kalau aku merasa takut. Takut kalau Tante Lili akan datang untuk merusak rumah tanggaku bersama Mas Pram, lagi."Bu - bukan salah Ibu. Tapi, memang Tante Lili yang sudah kelewatan. Apa mungkin dia akan ke kota ini lagi, Bu?""Ibu juga tidak tahu, Fa. Kemarin, dia memang keberatan Ibu ajak pulang. Ibu suruh dia resign dari tempat kerjanya. Tapi, dia menolak."Apa sebenarnya rencana Tante Lili sekarang?"Kamu simpan baik-baik surat perjanjian waktu itu, Fa! Kalau Lili macam-macam lagi,

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 39

    Pelakor Itu Tanteku"Kalau berkenan, Mas Pram bisa dibawa pada Ustadz Faiz. In Syaa Allah, beliau bisa menangani keadaan Mas Pram saat ini," terang Pak Burhan selesai menandatangani surat perjanjian. Beliau menjadi salah satu saksi dalam surat perjanjian tersebut. Pak Burhan adalah RT di tempat tinggal Panji. Dan saran dari Pak Burhan disetujui semua pihak keluarga. Mereka yakin kalau Pak Burhan tidak mungkin berbohong atau punya niat tidak baik pada kami.Akhirnya, Pak Burhan langsung mengantar kami ke tempat Ustadz Faiz. Sedangkan Tante Lili, dia tidak dilepaskan begitu saja. Ayah dan Ibu akan membawanya pulang ke rumah. Mereka tidak mengizinkan Tante Lili tinggal satu kota denganku dan Mas Pram, lagi. Sesampainya di rumah Ustadz Faiz, aku terdiam sejenak. Pak Burhan dan semua keluarga nemandangku. Sepertinya mereka paham dengan sikapku itu. "Mari!" ajak Pak Burhan pada kami. "Assalamu'alaikum, Ustadz.""Wa'alaikumsalam," jawab ustadz dengan sikap yang begitu ramah. Aku berdiri

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 38

    Pelakor Itu Tanteku"Jangan, Mbak! Jangan bawa Lili ke pihak berwajib. Lili ngga mau di penjara. Lili mohon, Mbak! Lili minta maaf!" Kata-kata yang terus terucap dari mulut Tante Lili.Hal yang tidak pernah terbayangkan sedikitpun, kalau hubungan Tante Lili dengan kami akan seperti ini.Tangan Ibu terus menyeretnya. Dan Tante Lili tetap berusaha berontak. Ibu langsung menghentikan langkahnya. Dengan mata berkaca-kaca, Ibu menatap Tante Lili begitu tajam. "Minta maaf? Kamu bilang minta maaf? Kamu tahu, berapa banyak hati yang tersakiti karena ulahmu? Terutama Sifa, keponakanmu sendiri."Aku memang belum banyak bicara, karena masih syok dengan apa yang kulihat tadi. Bahkan, degupan jantung yang kencang masih begitu terasa. "Ini soal hati, Mbak. Aku sendiri juga tidak tahu, kenapa bisa mencintai, Pram. Kenapa harus aku yang disalahkan atas semua ini. Tidak adil. Benar-benar tidak adil."PLAKKKKJawaban itu, membuatku mendaratkan sebuah tamparan untuk kesekian kalinya pada Tante Lili.

  • Pelakor Itu Tanteku   Bab 37

    Pelakor Itu Tanteku"Sudah pindah? Mak - maksud Bapak bagaimana, ya?" tanyaku pada seorang Bapak yang mengaku pemilik rumah yang di tempati pamannya Panji."Iya Mbak, mereka cuma nempatin rumah ini untuk satu bulan saja, tapi belum ada seminggu mereka sudah mengosongkan rumah ini. Kelihatannya mereka buru-buru."Tubuhku rasanya begitu lemas. Entah apa maksud dengan semua ini. Aku takut. Benar-benar takut."Ba - Bapak tahu dengan Ustadz yang menempati rumah ini?""Ustadz, Mbak? Saya malah tidak tahu kalau ada Ustadz. Saya permisi dulu, Mbak."Aku langsung berlari menuju mobil, di mana semua keluarga ada di dalam."Kenapa, Fa? Kenapa kamu terlihat bingung seperti itu?" tanya ayah dengan wajah penasaran."Sifa harus segera telepon Panji, Yah."Dadaku terasa bergemuruh dengan begitu banyak pertanyaan yang bergelayut dalam pikiran.Aku harus segera menelepon Panji. Apa maksud dari semua ini? Dengan cepat kutekan nama Panji dalam ponselku. "Panji, kamu di mana sekarang?" tanyaku tanpa mem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status