Share

Sekretaris Baru?

"Kau lapar? Mengapa kau tidak bilang dari tadi, hem?" tanya Arfa sambil mengusap bahu Aleena dengan lembut.

Hasratnya untuk bercinta menguar begitu saja, ketika tau jika wanita yang sudah membuatnya tergila-gila itu sedang menahan lapar.

"Aku malu," cicit Aleena.

"Mengapa mesti malu. Bukankah sudah aku katakan, aku adalah milikmu, kau bebas minta apa saja padaku, walau aku tau kau selalu saja menolakku," sahut Arfa sambil merangkul tubuh Aleena ke dalam pelukannya.

"Pakailah baju dulu, aku akan mencarikan makanan untukmu," ucap Arfa, lalu memakaikan kemeja besar miliknya ke tubuh Aleena.

"Kau ingin makan apa?" tanya Arfa dengan lembut.

"Aku ingin makan makanan kesukaan Mas Arfa," jawab Aleena, tersenyum manis.

"Baiklah. Kau istirahatlah dulu di kamar dan jangan pernah keluar dari ruangan ini," ucap Arfa berpesan.

"Iya Mas," sahut Aleena sembari mengangguk samar.

"Aku tinggal dulu, kau boleh bermain game yang ada di ponselku jika kau bosan. Aku sudah mendownload permainan kesukaanmu," ucap Arfa, lalu mencium kening Aleena sebelum keluar dari ruangan itu.

Begitu Arfa menghilang dibalik pintu, Aleena tersenyum penuh arti lalu berkata seorang diri, "Saatnya permainan dimulai."

Aleena lalu mengambil tas kecil miliknya, kemudian mengambil sesuatu dari dalam tas tersebut. Wanita itu kemudian memasang sebuah alat komunikasi di telinganya yang langsung terhubung dengan seseorang di sebrang sana.

[Aku sudah berhasil masuk] ucap Aleena kepada seseorang yang sedang berkomunikasi dengannnya.

[Bagus. Sebentar lagi wanita itu akan datang, jadi bersiaplah]

[Apa aku harus diam saja jika ia menyakitiku?] tanya Aleena.

[Dia akan menerima balasannya langsung jika sampai ia menyakitimu, aku yakin itu. Kau tidak perlu cemas. Bukankah aku sudah melatihmu dengan baik?]

[Aku hanya sedikit berdebar dan cemas. Apa kau bisa memastikan jika mas Arfa akan datang tepat waktu?] tanya Aleena.

[Tentu saja. Kau tidak perlu takut]

[Aku hanya —]

[Kau harus menjadi wanita kuat agar semua keinginanmu tercapai. Aku tidak pernah mengajarimu untuk menjadi wanita lemah seperti dulu] potong seseorang di sebrang sana dengan cepat.

[Baiklah] sahut Aleena serayak menarik nafas panjang.

[Beristirahatlah]

Komunikasi pun terputus. Aleena lalu melepas earpiece di telinganya, kemudian menyimpan kembali benda itu ke dalam tas miliknya.

Wanita itu kemudian merebahkan diri di atas kasur latex yang empuk, lalu membuka ponsel milik Arfa yang sengaja di tinggal untuknya. Dengan leluasa Aleena mengotak-atik benda pipih itu, karna hanya dirinyalah yang tau sandi ponsel tersebut selain Arfa.

Sebuah senyum terbit dibibirnya, begitu melihat jika wallpaper di ponsel Arfa adalah foto dirinya yang sedang di peluk Arfa dari belakang, dengan senyum bahagia menghiasi wajah keduanya.

**** ****

Tidak lama setelah kepergian Arfa, Laura datang ke kantor dengan penampilan cantik dan seksi. Dapat dilihat jika wanita itu memakai barang-barang branded dengan merek terkenal mulai dari kepala hingga ujung kakinya.

Wanita itu berjalan melenggok memasuki lobi, lalu berhenti tetap di depan meja resepsionis.

"Selly, apa suamiku ada di ruangannya?" tanya Laura sambil melepas kacamata hitam yang bertengger di hidungnya. Seperti biasa wanita itu selalu memasang wajah angkuh namun terlihat tenang.

"Maaf Bu Laura, saya tadi melihat pak Arfa keluar dengan tergesa-gesa dan beliau tidak mengatakan apa-apa," jawab Selly dengan penuh hormat.

"Oh ya? Apa jangan-jangan mas Arfa menemui salah satu kliennya?" gumam Laura sambil memainkan kacamata di tangannya.

"Maaf Bu, saya kurang tau. Mungkin sekretaris baru pak Arfa lebih mengetahui kemana pak Arfa pergi hari ini," Papar Selly, lalu tersenyum samar.

"Sekretaris baru?" beo Laura.

Wanita itu terdiam sejenak. Entah mengapa perasaannya tiba-tiba menjadi tidak menentu mendengar berita yang disampaikan oleh Selly, seperti ada sesuatu yang kembali menusuk ulu hatinya. Ia kembali teringat dengan kejadian beberapa hari yang lalu.

"Apakah sekretaris baru suamiku itu seorang perempuan dengan pakaian tertutup dan mengenakan hijab?" tanya Laura.

"Iya Bu, benar sekali," jawab Selly dengan antusias.

"Sejak kapan wanita itu bekerja di kantor ini?" selidik Laura.

"Baru hari ini Bu, tapi wanita itu datang melamar pekerjaan beberapa hari yang lalu, kalau tidak salah bersamaan dengan kedatangan Bu Laura waktu itu," terang Selly.

"Jadi benar, Mas Arfa ada main-main dengan wanita itu. Aku yakin noda lipstik dan bekas gigitan di leher Mas Arfa pasti karena ulah wanita jalang itu." Laura berkata di dalam hati, sambil menahan rasa sesak di dadanya. Sakit yang tiada terperi.

"Bu Laura," cicit Selly serayak mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Ada apa?" tanya Laura dengan wajah tenang. Tidak terlihat ekspresi cemburu ataupun marah di wajah wanita itu. Laura begitu pandai menyembunyikan luka hatinya, sesakit apapun luka yang ditorehkan oleh Arfa, Ia akan tetap tersenyum.

"Sepertinya wanita itu bukan wanita baik-baik Bu. Masa iya cuma tamat SMA tapi bisa menjadi sekretaris pribadi Pak Arfa, tidak masuk akal," ujar Selly membakar amarah di dada Laura.

Denyut rasa sakit di hati wanita itu semakin menjadi, mendengar apa yang disampaikan oleh Selly.

"Mungkin mas Arfa punya pertimbangan lain, lagi pula ijazah sekarang tidak bisa di jadikan jaminan, kemampuan kita modal utamanya," ucap Laura dengan tenang. "Terima kasih Selly, kalau begitu aku akan ke atas dulu," lanjutnya.

Laura kembali mengenakan kacamata hitamnya, ia lalu melenggang pergi meninggalkan lobi kantor, membuat Selly hanya bisa bengong di tempatnya.

"Aku bisa bertahan dengan sikap dingin dan kasarmu selama ini mas Arfa, tapi aku tidak akan tinggal diam kalau kamu bermain hati dengan wanita lain," geram Laura begitu berada di dalam lift. Kedua tangannya terkepal kuat, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih.

Wanita itu kembali melepas kacamatanya, kilat amarah nampak terlihat jelas di kedua mata Laura. Wajah angkuh dan tenang sudah tidak terlihat lagi di sana, yang ada hanya wajah dingin yang penuh amarah.

Dengan langkah pasti Laura keluar dari dalam lift, langkah kaki itu membawanya menuju ke ruangan Arfa. Tanpa bersuara, wanita itu memasuki ruang kerja suaminya dan langsung menuju ke kamar pribadi milik Arfa, yang bahkan dirinya sendiri tidak pernah di izinkan masuk ke dalam kamar tersebut.

Dengan tangan gemetar dan tubuh panas dingin, Laura meraih gagang pintu memutarnya dengan pelan, lalu mendorong ke dalam.

Ceklek

"Dasar wanita jalang!!" jerit Laura dengan mata terbelalak lebar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status