Share

Bab 3

Author: Liza zarina
last update Last Updated: 2025-11-11 12:20:05

Cahaya mentari menyusup ke dalam rumah mewah keluarga Axel Kyler. Meski terasa hangat, tetapi hawa di dalam rumah itu tetaplah dingin. Embun merintik jatuh ke rerumputan dan burung-burung menari di angkasa.

Dahayu berjalan pelan dengan perasaan gugup menuju ke kamar Axel. Jam tangan yang berdetak, seirama dengan detak jantungnya yang gelisah. Dia sangat gugup, mengusap kasar wajah berulang kali.

Peringatan semalam masih terngiang dalam kepala Dahayu. Raut wajah Axel yang menyeramkan, membuatnya meringis takut. Gadis itu bersandar di dinding, mengatur nafas sambil memegangi dada.

Dia ingin sekali mengundurkan diri dari pekerjaan yang menyiksanya. Namun, mengingat senyum adik-adiknya dan wajah ibunya yang penuh harapan, ia hanya bisa mendesah pelan dan menguatkan diri.

“Jangan takut. Lupakan masalah semalam, kamu akan berjumpa dengan Tuan Axel setiap hari,” gumam Dahayu, mengepalkan tangan ke udara, menguatkan diri.

Tok! Tok!

Seperti aturan yang sudah ditentukan, Dahayu mengetuk pintu beberapa kali sebelum masuk. Karena tidak ada jawaban, gadis itu menduga Axel masih tidur. Sambil menahan nafas, dia membuka pintu kamar perlahan.

Aroma parfum maskulin menyambut kedatangannya. Gadis itu berjalan pelan, takut suara heelsnya mengganggu Axel. Setelah menyibak gorden jendela, pemandangan di kamar itu terlihat jelas. Seorang pria tampan tertidur di atas ranjang tanpa mengenakan baju.

Begitu Dahayu mendekat, matanya langsung membulat lebar. Selimut Axel sudah tersingkap, memperlihatkan sesuatu yang membuat wajah Dahayu panas. Besar dan tegak milik majikannya itu begitu jelas hingga jantungnya seakan berhenti berdetak.

Refleks, Dahayu menutup mata rapat-rapat. Dia memfokuskan pandangan kedepan. Tapi sialnya, dari ekor mata benda itu masih samar terlihat.

‘Tenang, tenang. Aku harus melihat pemandangan ini setiap hari.’ Lagi-lagi Dahayu menenangkan diri.

“Tuan, sudah waktunya Anda bangun.” Suara Dahayu sangat lembut, tetapi Axel tak merespon.

“Tuan, sudah jam tujuh. Anda harus bangun.” Dahayu meningkatkan intonasi suara.

“Sepertinya cara ini nggak ampuh. Aku harus pakai cara lain,” gumam Dahayu. Jujur saja, dia tidak berani kalau harus menyentuh langsung tubuh Axel. Dahayu bertolak pinggang sambil memikirkan cara.

Dahayu mengambil guling yang tertimpa tangan Axel. Dia mendorong guling tersebut ke pinggang pria itu sambil memanggil namanya. Beberapa kali percobaan, usaha Dahayu tak membuahkan hasil.

Dahayu membuang nafas, sedikit kesal mengapa pria setampan itu tidur seperti orang mati. Gadis itu ragu untuk menyentuh langsung tubuh majikannya tapi, sepertinya itu satu-satunya cara yang harus dilakukan saat ini.

Tangannya terulur menyentuh perut sixpack Axel yang bergerak pelan saat ia bernafas. Dahayu mencolek beberapa kali, tanpa sadar tangannya naik dan menyentuh dada bidang majikannya.

“Hmmm….” Axel berdehem pelan. Tangannya menangkap pergelangan tangan Dahayu, menggenggamnya erat hingga wanita itu tak bisa berkutik.

Mata Dahayu membelalak. Ia berusaha memutar pergelangan tangannya, tapi semakin keras ia mencoba melepaskan, semakin kuat pula cengkraman Axel. Dalam sekejap, pria itu menariknya hingga wajah Dahayu membentur dada bidang yang dipenuhi bulu-bulu halus.

“Tu-Tuan, Anda sudah bangun?” Suara Dahayu bergetar, penuh keraguan, takut kalau Axel sebenarnya pura-pura tidur untuk memanfaatkan situasi.

Alih-alih menjawab, Axel kembali menarik tangan Dahayu, membuat tubuh gadis itu terseret naik dan menindih tubuhnya. Wajah gadis itu terjerembab di lekuk leher Axel, sementara satu tangannya terpaksa bertumpu di dada bidang pria itu.

Axel membuka mata, matanya bertemu dengan Dahayu yang baru mengangkat kepala. Dahi pria itu berkerut, kentara sekali ia tak suka dengan gadis berkacamata yang berada dalam pelukannya itu.

“Kau mencoba menggodaku?” Suara dingin Axel membekukan Dahayu. “Minggir.”

“Tuan, Anda salah paham.” Dahayu menggeleng tanpa mengubah posisi. Dia ingin segera menjelaskan. “Tadi … Anda yang menarik saya, Tuan.”

Tatapan tajam yang Axel hunuskan membuat Dahayu buru-buru bangkit dari atas pria itu. Sontak, Axel mengubah posisi menjadi duduk dan mengusap wajah.

“Maaf, Tuan. Saya nggak bermaksud apa-apa. Memang Anda yang menarik saya.” Dahayu menunduk. Lebih baik minta maaf saja daripada memperumit masalah, begitu pikirnya. Tetapi, dia tetap menjelaskan keadaan.

Axel melirik pelayan pribadinya dari atas ke bawah dengan sinis, kemudian mendengkus. Ia turun dari tempat tidur sambil menguap. Masuk ke kamar mandi, dan langsung mengguyur tubuhnya dengan air dingin.

Sementara itu, Dahayu bergegas menyiapkan keperluan Axel. Ia membuka walk-in closet, dan seketika terkesima. Ruangan itu bagai butik pribadi, deretan jas rapi, parfum mahal, serta koleksi tas dan gaun berkelas. Aroma mewah menyeruak, membuat Dahayu seolah menginjak dunia yang sangat berbeda dari dunianya.

Matanya tanpa sadar berhenti pada koleksi milik Naomi. Gaun-gaun indah, sepatu berkilau, semuanya tampak mahal dan berkelas.

“Nyonya Naomi kemana ya? Dari semalam, dia nggak pulang?” bisiknya penasaran. Namun, segera ia menggeleng, menepis rasa ingin tahunya. “Sudahlah, itu bukan urusanku. Tugas utamaku hanya bekerja, kirim uang untuk keluarga di kampung.”

Langkahnya terhenti di depan cermin tinggi di sudut ruangan. Dahayu menatap bayangannya sendiri. Gadis sederhana dengan rambut dikepang, wajah yang hampir tertutup kacamata besar, serta pakaian tertutup berupa rok kembang dan blus panjang.

Ia tampak asing, seolah bukan dirinya. Semua itu dia lakukan demi bekerja di rumah ini, demi aturan yang ditetapkan kepala maid sejak hari pertama ia datang. Anehnya, seragam maid seperti para pekerja lain tak pernah diberikan kepadanya.

“Kenapa aku harus berpakaian seperti ini?” gumamnya lirih. Tapi segera ia menarik nafas panjang. “Tidak apa-apa. Yang penting gaji di sini cukup besar. Dengan begitu … aku bisa membiayai ibu dan adikku di kampung.”

Dahayu mengambil jas, kemeja putih, dan beberapa perlengkapan lainnya, lalu meletakkannya rapi di sofa bulat di tengah ruangan.

“Sepatunya di mana?” gumamnya sambil celingak-celinguk. Matanya berhenti di rak paling atas. “Ya Tuhan! Bagaimana caraku mengambilnya?”

Ia mencoba melompat, ujung jemarinya hampir menyentuh kotak sepatu, tapi tetap gagal. Berulang kali ia melompat, dadanya yang bulat dan kenyal ikut bergerak naik-turun, membuat nafasnya tersengal.

“Apa yang kau lakukan?”

Suara bariton itu membuat tubuh Dahayu menegang. Ia menoleh, dan mendapati Axel berdiri di ambang pintu, kedua tangannya terlipat, sorot matanya tajam. Sejak tadi, ternyata pria itu sudah memperhatikannya. Tatapan Axel tak lepas dari gerakan tubuh Dahayu.

“Saya mau ambil sepatu, Tuan. Tapi, letaknya terlalu tinggi,” jawab Dahayu. Rasa trauma karena kejadian barusan, membuatnya mundur.

“Keluar.”

Satu kata itu langsung diangguki Dahayu. Gadis itu sangat berhati-hati saat mengambil langkah. Beberapa menit menunggu, Axel keluar dari sana, wajahnya datar melihat Dahayu yang masih menunggu.

“Ada yang harus saya bantu, Tuan?” tanya Dahayu, hati-hati.

Axel tidak menjawab, sambil memeriksa laporan di tabletnya, dia mengulurkan tangan kanan pada Dahayu.

Hal itu membuat Dahayu membisu kebingungan, apa yang harus dilakukannya? Dia takut salah karena tak ada perintah langsung. Tapi juga tak mau membuat Axel marah karena menunggu lama.

Dahayu maju beberapa langkah, meraih tangan Axel dan mencium punggung tangan majikannya. Sontak, Axel langsung menatap Dahayu, keduanya sama-sama terdiam kaget.

Axel menarik tangannya, alisnya bertaut melihat Dahayu yang semakin lancang. “Kau minta dipecat?”

Dahayu buru-buru menggelengkan kepala. “Nggak, Tuan. Salah saya apa?”

“Ambilkan jam tanganku.”

“Baik, Tuan.” Dahayu bergegas kembali ke walk in closet untuk mengambilkan jam Axel. Tangannya gemetar ketika menyentuh jam tangan berharga fantastis itu, takut jam tersebut lecet. “Aku harus hati-hati.”

Setelah memakai jam tangan, Axel keluar dari kamar tanpa membawa tas. Dahayu mengerti maksud Axel. Dia mengambil tas tersebut dan mengejar langkah majikannya. Mereka menuju ruang makan, di sana Dario sudah menunggu dengan setelan seragam sekolah yang rapi.

Axel mengecup puncak kepala Dario, duduk di kursi dan tersenyum pada putranya. Tak ada pertanyaan apapun yang dilontarkan, mereka makan tanpa suara, walau Dario menatap dengan sendu seperti ingin mengatakan sesuatu.

“Pa ….” Suara pelan itu menghentikan gerakan mulut Axel yang sedang mengunyah.

“Hm?” Axel hanya menoleh sekilas.

“Hari ini Papa bisa antar aku sekolah?” tanya Dario, suaranya lirih dipenuhi keraguan.

Axel terdiam sejenak, memeriksa jam tangannya, kemudian menggeleng. “Pak Anto yang akan mengantarmu. Satu jam lagi Papa ada meeting.”

Axel meletakkan sendok, menyudahi makannya. Sebelum pergi, dia kembali mencium kening Dario yang tidak memberikan respon apapun.

Sebelum masuk ke mobil, Axel menoleh sekilas pada Dahayu yang berjalan cepat menyusul dari belakang.

“Awasi wanita itu,” ucap Axel datar pada asistennya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 9

    “Kenapa, Kak?” tanya Dario sambil menggoyang pelan tangan Dahayu. Bocah itu ikut menoleh ke belakang, berusaha mencari tahu apa yang dilihat Dahayu.Dahayu tersentak, lalu cepat-cepat tersenyum kecil sambil menggeleng. Ia tak ingin membuat Dario khawatir. Hatinya mencoba menepis perasaan aneh itu, menganggapnya hanya rasa takut berlebihan karena membawa anak pria paling kaya ke tempat umum.‘Mana mungkin ada yang berani berbuat jahat di tempat seramai ini,’ batinnya, berusaha menguatkan diri.Mereka pun masuk ke toko ice cream. Meski sudah berulang kali menegaskan pada diri sendiri bahwa takkan ada apa-apa, Dahayu tetap waspada. Ia sengaja memilih meja di tengah ruangan agar lebih mudah mengawasi sekitar, lalu memesan dua ice cream coklat. Satu untuknya, satu untuk Dario.Begitu pesanan mereka datang, Dahayu tidak langsung mengizinkan Dario melahapnya. Sambil tersenyum, ia lebih dulu mengambil sedikit ice cream milik bocah itu dan mencicipinya. Setelah yakin aman, barulah ia menganggu

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 8

    Axel dan Dahayu sama-sama menoleh ketika Dario tiba-tiba berlari ke arah mereka. Panik, Dahayu ingin segera menolak Axel yang berada di atasnya, takut bocah itu salah paham. Namun, sebelum sempat bergerak, Dario lebih dulu melompat dan menduduki punggung papanya.Axel yang sedang menopang tubuhnya dengan kedua tangan kehilangan keseimbangan. Tubuhnya ambruk, membuat dirinya dan Dahayu benar-benar menempel tanpa celah.Bruk!Bibir mereka bertabrakan. Kedua pasang mata langsung melotot, membeku dalam posisi yang tak bisa dihindari.Jantung Dahayu berdegup kencang, begitu keras hingga terasa ingin meloncat keluar dari dadanya. Nafas gadis itu tersengal, wajahnya panas karena tubuh Axel menindihnya.“Hmmm!” Dahayu yang terbungkam berusaha menyadarkan Axel dengan suaranya. “Hmmhh!” Suara Dahayu yang tercekik terdengar seperti desahan lirih di telinga Axel. Dalam posisi terhimpit itu, tubuh pria yang kepalanya ditekan Dario justru bereaksi. Dahayu membelalak ketika merasakan milik sang maj

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 7

    Matahari mulai merangkak di ufuk timur, sinarnya masih malu-malu menyingkap kabut. Hari tampak menjanjikan cerah. Dari dapur, aroma kopi yang baru diseduh menguar memenuhi ruangan.Dahayu menggenggam erat-erat cangkir kopi, seolah bisa menenangkan hatinya yang bergejolak. Napasnya ia atur pelan, namun tetap saja ia merasa gelisah.Setiap kali berhadapan dengan Axel, tidak pernah ada hal baik yang ia dapatkan. Pria itu selalu membuatnya gentar, tatapannya menusuk, dan kata-katanya bagai pisau. Bahkan, Axel kerap menuduhnya dengan hal-hal yang bahkan tak pernah Dahayu pahami.Gadis itu menatap nanar lantai dingin yang ia pijaki, berdecak kecil ketika menoleh ke lantai atas karena pagi ini dia harus berhadapan dengan pria itu lagi. Hati kecilnya menolak, tetapi tanggung jawab yang diemban memaksanya tetap disana.Sesekali Dahayu memeriksa jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jangan sampai telat membangunkan majikannya. Getar ponsel di saku roknya mengejutkan Dahayu. Lagi-lagi, b

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 6

    Dahayu menelan ludah, lalu menggeleng mantap. “Sepertinya Tuan salah paham. Saya permisi.” Dengan cepat ia membalikkan badan, melangkah pergi tanpa menoleh lagi.Axel tersenyum sinis memandangi kepergian Dahayu. Mengingat mata yang berkaca-kaca dan gadis itu yang langsung mundur, kelihatannya Dahayu benar-benar kaget dan takut. Axel terkekeh dengan tangan mengepalkan tinju, mana mungkin dia percaya dengan gadis yang dianggapnya pandai bersandiwara itu.“Kau terlalu pintar berpura-pura. Aku mau lihat, apa kau bisa dijinakkan dengan uang?” Setelah berganti mengenakan setelan olahraga, Axel melangkah keluar kamar. Ia menuju ruang olahraga di lantai atas, lalu berdiri menghadap kaca besar. Pandangannya terarah ke luar jendela, membiarkan sinar matahari pagi menyapu tubuhnya.Axel sedang berlari di atas treadmill, kaus tanpa lengan menempel pada tubuhnya yang basah oleh keringat. Nafasnya berat dan teratur.Dahayu masuk perlahan, membawa nampan berisi mangkuk buah segar. Dia melangkah hat

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 5

    Dahayu menautkan alis, matanya memerah karena cengkraman Axel meninggalkan rasa sakit yang tak tertahan. Posisi mereka cukup dekat, mungkin detak jantungnya yang cepat bisa dirasakan Axel. Dahayu menggeleng, berusaha membantah tuduhan majikannya yang tak dimengerti. Gadis itu menolak pelan dada Axel, tetapi pria itu malah semakin merapatkan diri dan menguatkan cengkraman.“Sa-sakit…,” ucap Dahayu lirih. Air mata yang sejak tadi menganak, jatuh di pipinya yang merah.Axel menolak Dahayu yang menunduk sambil menahan tangis. Tidak menyangka Axel akan memperlakukannya sekasar ini padahal dia tidak mengerti apa-apa. Dahayu ingin melangkah pergi, melarikan diri dari tempat mengerikan ini.Namun, langkahnya terhenti kala ia teringat suara batuk ibunya yang membutuhkan uang untuk pengobatan. Bahkan, dia belum mendapatkan pinjaman untuk membayar biaya sekolah adiknya. Setetes air menitik di pipi, mengisyaratkan luka batin yang memaksanya menetap.“Keluar.” Axel lebih memilih menatap benda-ben

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 4

    Lima menit setelah Axel pergi, sebuah mobil sport hitam masuk garasi. Wanita berusia 26 tahun berpakaian seksi turun dari mobil dengan sedikit terhuyung. Dia mengangkat kacamata hitamnya, matanya menyipit karena silau. Aroma alkohol tercium dari tubuh wanita muda itu.Suara heels membentur lantai. Dia menutup mulut dengan tangan, menahan mual yang bergejolak. Semua orang membungkuk hormat ketika berhadapan dengannya. Tak ada sapaan, bahkan wanita itu terkesan tak peduli pada siapapun.“Mama!” Dario berteriak memanggil Naomi. Tuan muda kecil itu berlari dan memeluk kaki mamanya, berharap mendapat pelukan hangat. “Lepas, Dario!” sentak Naomi, mendorong-dorong pelan Dario menjauh. “Mama lelah, mau istirahat.” “Ma, aku—”Dario tidak sempat mengucapkan apa-apa. Naomi sudah mendorongnya dengan kuat sampai tubuh kecilnya terjerembab ke lantai. Sambil menahan pusing, Naomi menatap tajam putra semata wayangnya.“Jangan manja, Dario. Minta pada maid. Mama lelah!” tegas Naomi, tanpa mempedulik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status