/ Rumah Tangga / Pembalasan Buat Suami Egois / Harusnya Untuk Kami, Mas

공유

Harusnya Untuk Kami, Mas

작가: Inda_mel
last update 최신 업데이트: 2022-11-24 16:17:24

Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Bergegas Mahira membereskan barang-barangnya dan langsung keluar dari ruangan.

"La, Mbak pulang duluan! Ada keperluan penting!" pamit Mahira pada Dila.

"Siap, Mbak!" jawab Dila.

Mahira langsung keluar dan memacu kembali motor ke rumah. Bersyukur saat dia tiba, Siska dan Ibu mertuanya tidak berada di rumah.

Mahira masuk ke dalam rumah dan melangkah menuju kamar belakang. 'Wah, keren! Mas Nizam yang pemalas, demi Siska, rela membersihkan kamar belakang. Dan sempat-sempatnya memasang wallpaper baru," batin Mahira.

"Assalamu'alaikum," Terdengar salam dari depan. Mahira segera kembali ke depan. Ternyata, Pak Sugeng tetangganya dua rumah dari sini.

"Wa'alaikummussalam, Pak Sugeng! Ada perlu apa, Pak?" tanya Mahira heran.

"Ini, Bu tadi saya pasang wallpaper di rumah Ibu sama bersih-bersih, terus tadi ada alat saya yang ketinggalan," jelas Pak Sugeng.

'Oh, ternyata nyuruh orang buat bersihkan kamar. Begitu perhatiannya dia sama Siska. Sangat jauh berbeda dengan sikapnya kepadaku dan anak-anak,' batin Mahira.

"Kalau begitu ambil saja, Pak! Saya juga gak tau yang mana alatnya," jawab Mahira.

Dipersilahkannya Pak Sugeng masuk sedangkan dia menunggu di teras. Tak berapa lama Pak Sugeng keluar sambil membawa kresek hitam.

"Udah, Bu! Maaf merepotkan," ujarnya sungkan.

"Gak papa, Pak," jawab Mahira lagi.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Bu! Makasih banyak!"

"Iya, Pak Sugeng, sama-sama."

Baru saja Pak Sugeng keluar pagar, tiba-tiba ada mobil pick up berhenti di depan pagar rumah.

Mahira mengurungkan niat untuk masuk ke dalam menunggu sopir pick up itu keluar.

"Misi, Bu! Benar ini rumahnya Pak Nizam?" tanya salah satu dari mereka.

"Iya benar," jawab Mahira.

"Kami mau antar AC dan tivi pesanan Pak Nizam, Bu," jelasnya lagi.

"Oh, ya, masuk aja, Mas! Pagarnya gak dikunci."

Salah satu dari mereka membuka pintu pagar kemudian mereka berdua bersama-sama membawa AC dan tivi. Baru saja Mahira akan menyuruh mereka masuk ke dalam, Kayla dan Bila sudah pulang dari mengaji.

"Assalamu'alaikum, Bu! Tumben, Ibu udah pulang?" tanya Kayla. Anak-anak mencium tangannya dengan takzim.

"Ibu mau pasang AC, ya?" tanya Bila antusias.

"Iya, tapi nanti di kamar Ibu, terus tivi nanti Ibu taruh di kamar kalian!" jawab Mahira.

"Tivi baru, Bu?" Kayla bertanya dengan tatapan tak percaya.

"Iya dong, kan kalian berdua sering berantem sama ayah masalah tivi. Jadi, ibu beli tivi baru buat kalian. Tapi, tetap harus diatur ya, nontonnya!" jawab Mahira.

"Hore, Kak, kita gak rebutan lagi sama ayah. Makasih, Bu!" ucap Bila sambil memeluk Mahira.

Wanita itumembalas pelukan Bila dan tersenyum memandangnya.

"Bu, jadi gimana ini?" tanya pengantar AC tadi. Mahira menepuk jidatnya. Hampir lupa, tukang pasang AC masih menunggu.

"Mari, Mas!" ajaknya. Mereka berdua masuk kedalam rumah.

"AC nya di sini pasangnya! Nanti tivi dikamar yang satu lagi!" jelas Mahira seraya menunjuk kamar pribadinya.

Anak-anak antusias melihat karyawan itu memasang AC. Apalagi sewaktu tivi ditaruh di kamar mereka.

Tak butuh waktu lama selesai pemasangan AC dan tivi.

Mahira mengucapkan terima kasih pada mereka. Dia tersenyum puas. Terserah nanti gimana reaksi Nizam yang penting dirinya dan anak-anak menikmati terlebih dahulu.

Mahira bergegas membersihkan diri sebelum Nizam dan yang lainnya datang. Anak-anak tidak keluar kamar dari tadi. Mungkin betah karena ada tivi di kamar.

Terdengar deru mobil berhenti di depan. Mahira yang lagi berbaring di kamar segera beranjak untuk membuka pintu. Nizam datang bersama Siska dengan berangkulan. Sedang Ibu tak tampak bersama mereka.

"Mas, beneran ya? Udah dipasang AC dan tivinya," ucap Siska dengan manja sambil melirik-lirik Mahira yang sedang berdiri di depan pintu.

"Sudah, Mas udah suruh orang tadi!" jawab Mas Nizam.

"Minggir, Mbak, mau lewat, ganggu aja!" bentak Siska seraya menyenggol bahu Mahira.

Tubuhnya sedikit terhuyung ke samping. Untung saja tertahan di tembok pintu.

Nizam masuk dengan bergandengan tangan dengan Siska menuju kamar belakang.

Mahira tersenyum dan menghitung dalam hati. 'Tiga, dua, satu.'

"Mahira …mana AC dan tivinya?! teriak Nizam dari dalam. Mahira mengulum senyum. Kemudian menyusul mereka ke dalam.

"Ada apa?" tanya Mahira santai tanpa rasa bersalah. Dilipatnya kedua tangan di dada.

"Ada apa? Kamu masih nanya?! Mana AC dan tivi yang kubeli?! Gak mungkin belum diantar!" cecar Nizam.

"Emang udah datang!" jawab Mahira.

"Lantas, kemana?!" tanya Mas Nizam geram.

"Ada tuh, di kamar kita. Aku pasang di kamar kita biar kita bisa ngadem. Kita kan, tidur berdua. Sedangkan Siska sendiri! Cukuplah kipas angin, tuh, udah kutaruh juga di situ," tunjuk Mahira ke dalam kamar.

"Mas, aku gak mau tau, ya! Pokoknya aku gak mau tinggal di sini kalau gak ada AC!" ancam Siska.

"Bersyukur banget kalau kamu gak mau tinggal di sini! Berkurang sedikit benalu di rumahku!" sindir Mahira.

"Kamu benar-benar ya, Mahira! Aku belikan untuk Siska bukan untuk kamu!" ujar Nizam geram.

"Lho, bukan untuk aku sendiri kok, untuk kita berdua!" jawabnya dengan tetap santai.

"Aku tadi bilang kan sama kamu, kalau AC dan tivi untuk di kamar belakang! Kamu ngerti, gak sih?!" Kembali Nizam membentak Mahira.

"Ngerti, tapi sayang aja, kamar utama malah gak pake AC, masak kamar yang di belakang malah ada AC, gak pantas! Jadi aku suruh aja orangnya tadi masang di kamar kita. Nah, kalau tivi, aku taruh di kamar anak-anak, biar gak berebutan lagi sama kamu!"

Mas Nizam membelalakkan matanya. Dia menyugar rambutnya. Siska terduduk di tepi ranjang sambil menangis. Mahira yang melihat kondisinya malah ingin tertawa.

"Mas, aku gak mau!" rengek Siska. Setelahnya dia melirik kearah Mahira. Dasar sialan kamu, Mbak!" umpatnya.

Mahira mengedikkan bahu kemudian berlalu dari hadapan mereka. Dia masuk ke kamar dan kembali berbaring. Ngadem dulu dengan AC baru. Tiba-tiba pintu terbuka dan Nizam masuk dengan terburu-buru. Kemudian dia menarik lengan Mahira dengan kasar.

"Lepas, Mas, sakit!" ucap Mahira sambil berusaha melepaskan diri dari cekalannya.

"Kamu sekarang harus ganti uang AC dan tivi itu! Aku gak mau tau!" ujar Nizam geram.

"Kenapa aku harus ganti? Yang make kan juga aku sama anak-anak kamu sendiri. Kamu itu aneh, Mas! Aku tuh jadi curiga sama kamu! Kamu itu perhatian ke Siska kok ya berlebih-lebihan, ngalahin perhatian kamu ke aku dan anak-anak.

Padahal, yang ngurus kamu dan bantu kebutuhan rumah tangga kita itu aku. Kamu, gak ada terima kasihnya sama aku! Justru kamu selalu memanjakan Siska! Kadang kupikir kalian itu beneran gak sih saudara kandung? Kok rasanya kayak aneh saja!" ucap Mahira menyelidik.

"Hah, sudah!!! Jangan mengalihkan pembicaraan! Pokoknya —"

"Pokoknya apa? Kalau kamu masih mau Ibu dan Siska tinggal di sini, kamu jangan banyak tingkah, Mas! Atau aku gak segan-segan nyeret mereka keluar dari sini!" Mahira balik mengancam.

"Kamu benar-benar ya, Mahira!" Nizam mengepalkan tangannya menahan emosi. Kemudian dia berlalu dari kamar. 'Ya Allah, maaf aku kasar pada suamiku. Tapi ini semua aku lakukan agar membuat dia sadar ya Allah,' gumam Mahira dalam hati.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
댓글 (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
sebagai istri yg tegas dikitlah nyet.
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Bab 33

    Semua mata tertuju pada Bu Susi. Bukan hanya karena kedatangannya yang tiba-tiba, tetapi juga karena ucapannya. "Kamu ngapain, Mel? Suruh Ibu pulang ke rumah lagi? Bukannya kamu yang mau tinggal di sana?" tanya Bu Susi pada Melani. "Mel nggak pernah bilang kalau kami mau tinggal di sana! Tapi Ibu sendiri yang memaksa untuk pindah ke rumah itu! Sekarang Mel mau kasih tahu Ibu, kalau Mel dan Mas Farhan dapat rumah dinas yang cukup besar. Jadi kami tidak akan pindah ke rumah itu! Sekarang nggak ada alasan lagi Ibu untuk menetap di rumah Nizam! Biarkan mereka membina rumah tangga mereka bersama anak-anaknya. Dan ibu bisa pulang ke rumah seperti sedia kala!" titah Melani. "Ibu nggak mau pindah lagi! Ibu capek! Mendingan di sini ada yang bantu ngurusin ibu. Ibu ini udah tua Mel, harusnya ibu nih, nggak perlu bekerja lagi!" ucap Bu Susi. "Siska kan, tinggal sama Ibu! Jadi apa gunanya anak perempuan Ibu itu, kalau dia nggak ngurusin ibu? Siska juga punya tanggung jawab, Bu! Mahira hany

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Melani datang

    "Mbak Melani!" Nizam tak percaya di ambang pintu berdiri Melani, kakak kandungnya beserta suaminya, Farhan. "Sekali kamu sentuh Mahira, Mbak laporin kamu ke polisi!" ancam Melani. Dia mendekati Mahira diikuti Farhan yang melangkah di belakangnya. "Mbak, kok malahan belain dia, sih? Yang adik Mbak itu aku, bukan Mahira!" protes Nizam. Dia tak percaya justru kakaknya sendiri membela istrinya. "Mbak membela bukan lihat dia adik Mbak atau siapa, tapi Mbak membela yang benar!" sahut Melani. "Mbak pikir dia benar? Dia udah nampar Nizam dua kali dan Nizam sedikitpun belum membalasnya! Apa Itu yang Mbak bela? Yang sudah kurang ajar pada suaminya?" cecar Nizam. "Mbak gak tau apa yang terjadi, tapi Mbak gak akan izinkan kamu main tangan pada istrimu!" balas Melani. "Ada apa ini?" Bu Hartini keluar dari kamar masih dengan menggunakan mukena. "Kenapa ribut sekali kedengarannya?" tanya Bu Hartini lagi. "Ibu!" sapa Melani. Dia kemudian mendekati Bu Hartini dan menyalaminya. "Melani,

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Gara-gara foto

    Nizam baru saja akan ke kantin kantor. Siang ini memang dia tidak ingin pulang ke rumah untuk makan siang. Hatinya masih kesal karena kejadian pagi tadi. "Bisa-bisanya dia melakukan itu padaku! Dasar istri gak berguna!" maki Nizam dalam hati. "Hei, Bro! Tumben makan di kantin?" tanya Doni, rekan kerja Nizam satu divisi. "Iya, Mahira lagi gak enak badan, dia gak masak! Terpaksa aku makan di sini! Padahal kamu tau sendiri, kan, aku paling gak bisa makan di luar!" jelas Nizam. "Bilang aja, kamu pelit, Zam! Gak bisa makan di luar? Kayak orang gak tau kamu, aja!" cibir Doni dalam hati. "Oh, istrimu lagi sakit!" Doni manggut-manggut. "Iya," jawab Nizam. Doni dan Nizam memilih tempat di sudut ruangan. Baru saja Nizam hendak duduk di bangku kantin terdengar bunyi pesan masuk dari ponselnya. Nizam membuka pesan. Terlihat kiriman sebuah foto yang masih buram. Nizam kemudian menekan layar ponsel untuk memperjelas foto tersebut. Betapa dia terkejut melihat foto yang dikirimkan oleh S

  • Pembalasan Buat Suami Egois   CCTV

    "Ra, ibu tadi malam tidak sengaja terbangun. Saat ibu ingin mengambil wudhu untuk tahajud dan melewati kamar Siska, terdengar suara orang berbicara. Ibu penasaran sehingga Ibu menguping siapa yang dini hari seperti ini berbicara dengan Siska. Ternyata ibu mendengar suara suamimu, Nizam!" jelas Bu Hartini. Beliau menarik napas dan membuangnya perlahan. Mahira hanya diam mendengarkan penjelasan ibunya. "Dan kamu tahu, apa yang mereka bicarakan? Nizam meminta Siska melayaninya!" Mahira membelalakkan matanya tak percaya. "Apakah yang pernah kudengar itu benar adanya? Mereka ada hubungan?" batin Mahira. "Namun di situ Siska menolak dengan alasan capek dan besok dia harus bekerja. Dia menyuruh suamimu untuk meminta kamu yang melayaninya. Tapi suamimu menolak karena katanya dia tidak sedang mood dengan kamu! Ibu benar-benar nggak habis pikir, Ra! Mereka itu kan adik-kakak! Bagaimana bisa mereka melakukan hubungan terlarang seperti itu?!" Bu Hartini merasa heran. "Memang Ibu tidak meli

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Berterus terang

    "Buat sarapan apa, Ra?" tanya Bu Hartini mendapati putrinya sedang mengaduk-aduk sesuatu di kuali. "Ini, Bu! Mi goreng! Yang biasa Ibu bikin untuk sarapan Ira sama Bang Rahman dulu." "Pake resep yang sama?" tanya Bu Hartini seraya tersenyum. "Iya, Bu! Sama! Mudah-mudahan rasanya gak beda jauh sama buatan Ibu!" ujar Mahira. Dia menuangkan kecap manis ke dalam kuali dan kembali mengaduknya. "Pasti sama rasanya kalau resepnya sama!" jawab Bu Hartini. Mahira tersenyum. "Ra, kamu sudah hubungi Dila, bilang kalau kamu gak datang lagi ke butik?" tanya Bu Hartini. Mahira menatap Ibunya. Dia mengecilkan api kompor dan duduk di hadapan Ibunya. "Bu, Ira udah ngomong sama Dila tapi Ira bilang kalau Ira sekarang gak bisa datang tiap hari. Nanti, dalam seminggu paling dua atau tiga kali Ira ke sana! Mas Nizam, kan kerja juga, Bu! Dia gak bakalan tau juga Ira pergi atau gak!" bisik Mahira. "Iya, juga, ya! Dia kan, pergi kerja pagi! Pulang juga siang pas makan. Oh ya, hari ini dan seter

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ketahuan

    "Ibu!" Nizam membelalakkan matanya. Dia langsung menurunkan tangannya yang sudah sempat terangkat. "Iya, saya! Emangnya kenapa?" tanya Bu Hartini sinis. Dia mendekati Mahira. "Bu …bukannya Ibu pulang sama Bang Rahman?" tanya Nizam gugup. "Kenapa kamu pikir saya akan pulang? Untuk membiarkan putri saya kamu sakiti lagi! Nggak akan pernah, Nizam!" jawab Bu Hartini emosi. "Nggak gitu, maksudnya, Bu! Mahira terlalu pelit jadi orang. Siska udah kelaparan dan minta makan. Dan Mahira nggak mau ngasih!" Nizam memberi alasan. "Kalian ini, orang bodoh atau memang orang yang pura-pura bodoh?! Kesepakatannya sudah jelas! Mahira tidak akan mengurus masalah makanan kalian lagi, tapi masih itu juga yang kalian protes! Heran, saya!" ucap Bu Hartini dengan ketua. "Ra, masuk ke dalam kamar!" titah Bu Hartini. Mahira menganggukkan kepala. Di kemudian langsung melangkah menuju kamarnya. "Ra, kasih dulu makanannya ke Siska!* seru Nizam. "Bayar!" ucap Mahira tanpa melihat Nizam. "Uangku yang

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status