Share

Kecurigaan Mahira

Pagi ini, Mas Nizam izin gak masuk kantor. Dia mengeluh badannya sedikit meriang. Setelah menyiapkan sarapan untuk Mas Nizam dan anak-anak pergi ke sekolah, aku segera ke butik.

Namun nasib jelek mungkin lagi menghampiriku. Ponsel yang biasa kupakai bekerja ketinggalan di rumah. Aku kuatir nanti Mas Nizam menemukannya dan mengetahui apa yang selama ini aku kerjakan. Bergegas kuputar balik motor. Kumatikan motor di luar pagar agar tidak terlalu berisik. Lalu kugiring motor masuk ke dalam pagar.

Saat aku hendak membuka pintu, aku melihat sepasang sepatu perempuan. Bukannya ini milik Siska. Tadi, kan dia sudah pergi sebelum aku. Kubuka pintu perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara. Aku mengendap-ngendap masuk ke dalam rumah.

Sepi, tidak terdengar suara apapun. Sebaiknya aku langsung mengambil hape dan melihat keadaan Mas Nizam. Kubuka pintu kamar perlahan-lahan. 'Lah, kok kosong? Kemana Mas Nizam?'

Tadi ketika aku melewati kamar ibu sepertinya juga gak ada orang. Bergegas kuambil ponsel di dalam laci. Kebetulan, laci ini jarang dibuka Mas Nizam. Jadi sedikit amanlah walau tadi aku sempat kuatir.

Aku keluar dari kamar, kemudian menuju ke dapur. Barangkali Mas Nizam berada di sana. Namun, ketika aku melewati kamar Siska terdengar suara Mas Nizam. 'Apa iya aku harus nguping lagi? Kenapa sih tingkah laku mereka membuatku curiga?' Namun, aku tidak ada pilihan. Kutempelkan telinga ke daun pintu. Terdengar cukup jelas suara Siska dan Mas Nizam.

"Udahlah, Sayang, jangan ngambek gitu. Besok pas bonus Mas turun, ntar Mas belikan tas yang kemarin kamu mau itu, gimana?" tanya Mas Nizam. Kurang ajar, giliran aku minta belikan tas, boro-boro! Yang ada langsung diomelin.

"Tapi, aku sebel banget sama istri kamu itu, Mas! Ih, pingin tak cakar-cakar mukanya yang sok polos itu!"timpal Siska. 'Huh, memang aku masih polos gak kayak kamu,' batinku.

"Jangan sebel-sebel, nanti cantiknya hilang. Sini, peluk Mas dulu, udah kangen berat ini!" ucap Mas Nizam.

'Apa aku gak salah dengar? Mas Nizam minta peluk dan bilang kangen sama adiknya sendiri?Seolah-olah seperti sepasang kekasih. Ada yang gak beres ini!' Semakin kutekan telingaku untuk mendengar lebih jelas lagi.

"Peluk melulu! Dari kemarin juga udah peluk-pelukan!" Terdengar suara Siska menimpali.

"Kamu itu candu, Sayang! Gak ketemu kamu sehari aja, hidup aku kayak ada yang kurang!" ucap Mas Nizam lagi.

"Gombal, ih!" Siska dengan suara sok manjanya itu berucap. Ini udah menyalahi kodrat. Mereka, kan kakak adik. Apa udah gak waras pemikiran mereka.

"Sayang, aku pingin kamu, ayo dekat sama aku! Kamu benar-benar seksi, Sayang!" ucap Mas Nizam.

Seketika emosiku tersulut. Ini tak bisa dibiarkan. Mereka sudah berbuat mesum di rumahku. Aku sudah siap membuka pintu namun kuurungkan. Bagaimana jika mereka mengelak, aku tidak ada bukti. Mereka pasti mencari alasan dan menyudutkan aku. 'Oke, kali ini kamu bebas, Mas! Aku akan cari bukti dulu baru membalas perilaku kamu, Mas!"

"Jangan sekarang, Mas, aku lagi sebel, gak mood!" jawab Siska lagi.

"Jadi kapan dong? Udah gak tahan, nih!" timpal Mas Nizam.

Astaghfirullah, mereka berdua ternyata sudah sampai ke arah situ. 'Apa ini hanya halusinasiku saja. Gak mungkin, kan mereka berdua gituan? Mereka, kakak adik, kan? Aku jadi bingung sendiri!' Kuputuskan untuk langsung menerobos. Pintu terbuka. Mas Nizam dan Siska terkejut dengan kedatanganku.

"Mahira …!" Mas Nizam membelalakkan matanya.

"Iya, ini aku! Kamu ngapain di dalam kamar Siska?! Bukannya tadi kami bilang kamu meriang?" tanyaku.

Terlihat Siska duduk di tepi kasur dengan celana hotpants super pendek dan tank top. Sedang Mas Nizam memakai baju kaos tipis dan celana pendek selutut. Padahal sewaktu aku tinggal kerja tadi, dia memakai sweater dan celana panjang.

"Oh, aku udah enakan, kok! Ini Siska tadi izin pulang katanya badannya gak enak, masuk angin. Ya sudah, aku mau ngerokin!" jawab Mas Nizam.

"Kok bisa kompak kalian, masuk angin bareng? Terus, kalau masuk angin kenapa berpakaian seperti itu? Kayak mau menggoda pria saja?" tanyaku sinis.

"Jaga mulut kamu, Mbak! Aku dah biasa di rumah kek gini! Dan itu juga bukan urusanmu!" sahut Siska.

"Kamu, Mas! Keluar dari kamar Siska! Kalau dia memang benar-benar masuk angin, nanti aku panggilkan Bi Yati, tukang urut langgananku. Jangan kamu! Walaupun kalian saudara, tetap gak pantas kamu yang ngerokin Siska!"

Kemudian aku keluar dan menuju ke dapur mengambil segelas air putih, dan meneguknya. Aku masih curiga tentang mereka berdua. Aku harus cari tau, bagaimana hubungan mereka berdua bisa begitu intim.

Karena yang kutau kalau dengan Mbak Melani, Siska tidak terlalu dekat. Mbak Melani pun terkesan cuek terhadap Siska. Hanya Mas Nizam dan Ibu saja, yang terlihat memanjakan Siska.

Aku melewati kamar Siska. Pintu sudah tertutup. Kucoba untuk kembali ke kamar, melihat apakah Mas Nizam sudah di sana. Ternyata, Mas Nizam sedang berbaring di ranjang.

"Mas, aku mau ngomong!" Kuhampiri dia dan duduk di tepi ranjang.

"Ngomong apa?" tanya Mas Nizam namun matanya malah fokus ke handphone.

"Aku cuma mau ingetin kamu aja, walau kamu sama Siska kakak adik tapi tolong, kamu harus jaga sikap juga! Gak pantes kalian berdua-duaan di dalam kamar gitu!" tegurku.

Mas Nizam menatapku dengan raut wajah tak suka. Dia meletakkan ponselnya di atas nakas, kemudian duduk menghadapku.

"Kamu tu mikirnya negatif melulu! Jangan karena kamu gak suka sama Siska, kamu tu curiga aja! Siska itu adikku. Ya, gak mungkinlah aku ngapa-ngapain dia! Kamu tu yang perlu jaga sikap sama Siska dan Ibu! Jangan taunya protes mulu!" Mas Nizam malah balik menegurku.

"Mas, gak ada kaitannya aku yang gak suka sama dia dengan aku negur sikap kamu! Ini juga demi kebaikan kalian. Dilihat orang juga gak pantes, Mas!"

"Apanya yang gak pantes?! Kamu aja yang mikirnya kemana! Hah, sudahlah aku mau istirahat!" timpal Mas Nizam. Kemudian dia berbaring membelakangiku. Kutatap punggung laki-laki yang bergelar suami itu.

'Aku masih tidak bisa percaya ucapannya! Yang aku dengar tadi, mereka berbicara selayaknya sepasang kekasih! Aku harus cari tau!

"Ya sudah, kamu istirahatlah! Aku mau balik ke butik lagi! Aku pergi, Mas!" pamitku.

"Mmm!" jawabnya singkat. Aku membuka pintu dan menutupnya kembali. Kutarik napas dan membuangnya kasar. 'Semoga kecurigaanku tidak terbukti! Semoga ini hanya pemikiranku saja!'

Kemudian aku keluar dan menutup pintu depan. Kunaiki kembali motor matic kembali ke butik. Aku hanya bisa berdoa semoga Allah menjaga rumah tanggaku.

Sampai di butik, aku langsung masuk ke ruanganku. Baru saja akan menghidupkan laptop, ponselku berbunyi. Kuraih ponsel yang masih tergeletak diatas meja. Kulihat panggilan dari siapa. Dahiku mengernyit. 'Ada apa tiba-tiba, dia meneleponku?'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status