Pembalasan Buat Suami Egois

Pembalasan Buat Suami Egois

Oleh:  Inda_mel  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
9
4 Peringkat
33Bab
23.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Mahira, seorang istri sekaligus seorang ibu dengan dua orang putri. Harus menghadapi permasalahan rumah tangga yang begitu rumit. Nizam, suaminya ternyata tidak pernah jujur mengenai pendapatan. Selain itu, dia berselingkuh dengan adiknya sendiri dan itu di restui oleh ibu mertuanya. Mahira mencoba untuk membuka tabir rahasia Siska, iparnya dan ibu mertuanya. Bagaimana bisa hubungan terlarang mereka justru mendapat restu dari ibu mertua yang tak pernah menyukainya. Akankah Mahira bertahan dalam pernikahan yang telah ternoda atau justru melepas diri dari suami zolim.

Lihat lebih banyak
Pembalasan Buat Suami Egois Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Monica Nurdiana
kapan lanjutannya kak
2023-04-24 06:13:43
0
user avatar
Agus Irawan
hai izin promosi. mampir ke Novelku judul" Kembang Desa Sang Miliarder" pena "Agus Irawan
2023-04-22 04:06:32
0
user avatar
Amiy Zaru
menarik sekali cerita nya
2023-04-20 18:34:54
1
user avatar
Budi Jarti
kok terakhirnya msh ngambang. . spt cerita blom tamat
2023-05-14 00:08:37
0
33 Bab
Keputusan sepihak Nizam
"Ra, Mas cuma mau bilang, mulai besok Ibu sama Siska tinggal bersama kita!" ucap Mas Nizam. Kuhentikan pergerakan tanganku yang hendak mengambil nasi goreng. Kutolehkan pandangan ke arah Mas Nizam. 'Apa maksudnya bicara seperti itu?'Kembali kutaruh piring yang semula akan kuisi dengan nasi goreng tadi. "Lho, kamu gak jadi makan?" tanya Mas Nizam tanpa merasa bersalah. Kutatap anak-anakku yang sedang menyantap sarapan mereka. Kembali kuarahkan pandanganku pada Mas Nizam. "Maksud Mas apa? Ngomong kalau besok Ibu dan Siska akan tinggal di sini? Ibu, kan punya rumah sendiri?" tanyaku keheranan. "Ya, emang Ibu punya rumah sendiri, tapi Ibu dan Siska mau tinggal di sini bersama kita.""Dan kamu menyetujuinya tanpa bicara apa-apa sama-sama aku, Mas?!" tanyaku lagi dengan nada agak sedikit tinggi. Anak-anakku kompak melihat ke arahku. Karena mereka memang jarang mendengar aku berbicara dengan nada tinggi, tepatnya semenjak pindah ke rumah ini. "Kayla, Bila, kalau udah selesai langsun
Baca selengkapnya
Kedatangan Mertua dan Ipar
Setelah sarapan, Mas Nizam langsung pergi ke kantor dengan menggunakan mobil. Dia bekerja di sebuah perusahaan farmasi sebagai staf administrasi. Gaji Mas Nizam bisa dikatakan lumayan. Empat juta tiga ratus. Belum uang lemburan. Tapi ya gitu, dia lebih mengutamakan Ibu dan adiknya. Padahal, kalau dibilang kondisi ibunya bukanlah orang susah. Ayah mertua meninggalkan uang pensiunan. Ibu juga mempunyai usaha toko sembako yang bisa dikatakan lumayan yang terletak di pasar. Sedangkan adiknya Siska, sudah bekerja di salah satu mall sebagai kasir. Tapi, setiap bulan Mas Nizam akan memberikan sebagian gajinya untuk ibu yaitu senilai dua juta. Uang bensin dan pegangannya satu juta. Sisanya baru dikasihkan ke aku dengan perincian uang setoran rumah satu juta, listrik dan air tiga ratus ribu. Sedangkan untuk keperluan anak dan kebutuhan dapur aku yang menanggungnya karena aku juga bekerja. Jadi, Mas Nizam berpikiran karena dia sudah mengizinkanku bekerja jadi wajib bagiku ikut memenuhi kebut
Baca selengkapnya
Semua Untuk Siska
Kumasukkan koper Ibu ke kamar tamu. Lalu aku kembali ke ruang makan. "Siapa, Bu?" tanya Kayla. "Nenek dan Tante Siska," jawabku singkat. Aku kembali duduk dan menyantap makan siangku. "Ngapain ke sini?" tanya Bila dengan wajah keheranan. "Untuk sementara Nenek dan Tante Siska akan tinggal di sini bersama kita!" jawabku lagi. Terlihat raut wajah anak-anakku yang tidak menyukai keberadaan Ibu dan Siska. Bukan apa-apa. Sewaktu kami masih tinggal di rumah Ibu, sikap kejam mereka berdua bukan hanya kepadaku namun juga kepada anak-anakku. Tak heran mereka keberatan Ibu dan Siska tinggal di sini. "Sudah kalian tenang saja! Ibu gak akan biarkan yang terjadi di rumah nenek akan terjadi lagi di sini," ucapku meyakinkan mereka. Kayla dan Bila mengangguk mengerti. "Kami pasti selalu dukung Ibu! Kita harus jadi tim yang solid, Bu!" ucap Kayla bersemangatAku dan Bila mengacungkan jempol menyetujui ucapan Kayla. Kemudian mereka berdua membereskan piring bekas makan mereka dan mencucinya. Ma
Baca selengkapnya
Harusnya Untuk Kami, Mas
Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Bergegas aku membereskan barang-barangku dan langsung keluar dari ruangan. "La, Mbak pulang duluan! Ada keperluan penting!" pamitku pada Dila. "Siap, Mbak!" jawab Dila. Aku langsung keluar dan memacu kembali motor ke rumah. Bersyukur saat aku tiba, Siska dan Ibu tidak berada di rumah. Aku masuk ke dalam rumah dan melangkah menuju kamar belakang. 'Wah, keren! Mas Nizam yang pemalas, demi Siska, rela membersihkan kamar belakang. Dan sempat-sempatnya memasang wallpaper baru," batinku. "Assalamu'alaikum," Terdengar salam dari depan. Aku segera kembali ke depan. Ternyata, Pak Sugeng tetangga dua rumah dari sini. "Wa'alaikummussalam, Pak Sugeng! Ada perlu apa, Pak?" tanyaku heran. "Ini, Bu tadi saya pasang wallpaper di rumah Ibu sama bersih-bersih, terus tadi ada alat saya yang ketinggalan," jelas Pak Sugeng. 'Oh, ternyata nyuruh orang buat bersihkan kamar. Begitu perhatiannya dia sama Siska. Sangat jauh berbeda dengan sikapnya kepadaku dan
Baca selengkapnya
Kecurigaan Mahira
Pagi ini, Mas Nizam izin gak masuk kantor. Dia mengeluh badannya sedikit meriang. Setelah menyiapkan sarapan untuk Mas Nizam dan anak-anak pergi ke sekolah, aku segera ke butik. Namun nasib jelek mungkin lagi menghampiriku. Ponsel yang biasa kupakai bekerja ketinggalan di rumah. Aku kuatir nanti Mas Nizam menemukannya dan mengetahui apa yang selama ini aku kerjakan. Bergegas kuputar balik motor. Kumatikan motor di luar pagar agar tidak terlalu berisik. Lalu kugiring motor masuk ke dalam pagar. Saat aku hendak membuka pintu, aku melihat sepasang sepatu perempuan. Bukannya ini milik Siska. Tadi, kan dia sudah pergi sebelum aku. Kubuka pintu perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara. Aku mengendap-ngendap masuk ke dalam rumah. Sepi, tidak terdengar suara apapun. Sebaiknya aku langsung mengambil hape dan melihat keadaan Mas Nizam. Kubuka pintu kamar perlahan-lahan. 'Lah, kok kosong? Kemana Mas Nizam?' Tadi ketika aku melewati kamar ibu sepertinya juga gak ada orang. Bergegas kuambi
Baca selengkapnya
Siska Berulah
Cukup lama aku tidak berkomunikasi dengannya. Seingatku terakhir sewaktu hari raya tiga bulan yang lalu. Segera kuangkat panggilan dari Mbak Melani. "Halo, assalamu'alaikum, Mbak!" jawabku. "Wa'alaikummussalam, Ra!" Mbak Melani membalas salamku. "Apa kabar, Mbak? Maaf, jarang nelepon lagi banyak kerjaan," ucapku berbasa-basi. "Alhamdulillah, Mbak baik. Kamu sendiri gimana, Ra?" Mbak Melani balik bertanya. "Alhamdulillah, Mahira dan keluarga semua sehat, Mbak!"Mbak Melani ini kakak tertua Mas Nizam. Dia sudah menikah dan tinggal di kota lain mengikuti suaminya. Karena suaminya dipindahtugaskan kembali ke sini makanya Mbak Melani ikut balik ke sini lagi. "Ra, Mbak mau ngomong sesuatu sama kamu!" Nada bicara Mbak Melani terdengar serius. 'Aku jadi deg-degan sendiri. Apa yang mau diomongin ya? Kok, tiba-tiba perasaanku jadi tidak enak begini.'"Iya, Mbak, mau ngomong apa? tanyaku. "Mbak dengar, Ibu dan Siska tinggal di rumah kamu, ya?" tanya Mbak Melani. Aku bingung, kok Mbak Mela
Baca selengkapnya
Ibu VS Mertua
"Sialan, kamu, Mbak!" Siska mengumpat saat tangannya ditarik paksa Pak Adi. Setelah Siska keluar, aku meminta maaf pada pelanggan yang ada di sana atas keributan yang terjadi. Beruntung mereka semua maklum. Aku kembali ke atas dan Dila masih mengekoriku. "Mbak, maksudnya tadi apa? Karyawan gudang? Jelaskan ke Dila, Mbak!" pinta Dila sesampainya kami di ruanganku. Dia langsung duduk dihadapanku dengan raut wajah penasaran. Aku tersenyum memandangnya. "Suami Mbak dan keluarganya menganggap Mbak sebagai karyawan gudang karena Mbak selalu keluar dari pintu samping dekat gudang!" jawabku. Dila masih terlihat belum puas dengan jawabanku. "Terus, kenapa Mbak gak cerita sama mereka, kalau sebenarnya Mbak yang punya butik ini?!" tanya Dila lagi. "Gak, Mbak gak mau! Kamu liat sendiri, kan gimana sikap adik ipar Mbak tadi. Kalau Mbak bilang, justru malah bikin tambah susah. Mereka akan besar kepala dan semena-mena. Biar saja, mereka berpikiran seperti itu," ucapku. "Apa itu juga salah satu
Baca selengkapnya
Solusi dari Bang Rahman
"Emang apa yang saya lakukan?! Udah deh, Bu, Mahira itu dididik yang bener biar jadi istri yang nurut sama suami!" ucap Ibu Mas Nizam dengan lantang. "Sebaiknya kita duduk dulu, harus dicari apa yang jadi masalahnya," ucap Bang Rahman dengan sabar. Kami semua duduk di sofa. Aku duduk di tengah antara Bang Rahman dan Ibuku. Di hadapan kami, Mas Nizam duduk bersebelahan dengan ibunya. "Nah, sekarang Mahira, jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Bang Rahman dengan lembut. Kuceritakan semua dari mulai Siska yang datang cari keributan di butik, teriak-teriak gak jelas, hingga disuruh pergi tapi masih ngotot juga. Akhirnya satpam yang membawanya keluar. "Sekarang kamu Nizam, Siska ngadu apa sama kamu?!" tanya Bang Rahman. "Siska nelpon saya, Bang. Katanya, Mahira ngusir-ngusir dia sampe dia malu soalnya dia digiring sama satpam udah kayak tahanan aja. Dia gak mau balik lagi ke rumah ini karena sakit hati sama Mahira!" jelas Mas Nizam. "Tapi, dia gak ada bilang, kan apa yang dia
Baca selengkapnya
Ibu juga curiga
"Enak saja kamu nyuruh saya dan Siska tinggal di rumah sewa! Kalau Mahira gak suka tinggal bersama saya, dia aja yang pergi, kenapa harus saya? Ini rumah Nizam, lepas dari Mahira, rumah ini juga bakalan jadi milik Nizam!" ucap Ibu mertua dengan lantang. "Maaf ya, Bu! Rumah ini atas nama Ira karena DP dan biaya renovasinya semua murni dari uang Ibunya Ira. Gak ada sedikitpun uang Mas Nizam di sini!" timpalku. "Tapi, aku yang nyicil tiap bulan, kamu jangan lupa itu, Ra!" sungut Mas Nizam. "Kamu nyicil rumah? Coba kamu ingat, tiap bulan kamu kasih aku berapa? Satu juta tiga ratus, Mas. Masih besar uang bulanan yang kamu beri untuk ibu dibanding ke aku!""Iya, kan satu juta untuk rumah, tiga ratus untuk listrik dan air," sahut Mas Nizam tanpa perasaan bersalah. "Terus keperluan yang lain, anak dan makan dari mana?" tanya Ibuku. "Yah, dari Mahira dong, Bu! Dia kan sudah Nizam izinin kerja, wajib baginya bantu keuangan rumah," jawab Mas Nizam lagi. "Hebat bener kamu, Zam! Jadi, jatuhn
Baca selengkapnya
Rencana Mahira
"Itu juga yang jadi pikiran Ira, Bu! Tadi ketika di butik, Mbak Melani nelepon Ira!" ucapku sambil berbisik. Takut terdengar Mas Nizam. "Kenapa dia nelepon kamu? Ini juga gara-gara dia, kan?" tanya Ibu dengan pelan-pelan. "Iya, tapi anehnya, Bu, dari cerita mbak Melani, sebenarnya Ibunya yang memaksa mereka tinggal di situ padahal mereka dapat rumah dinas. Dan mbak Melani pesan sama Ira berkali-kali, awasi gerak-gerik Siska. Kalau bisa Ibu mertua dan Siska jangan lama-lama tinggal di rumah ini, begitu pesannya, Bu! Tapi, mbak Melani gak ngejelasin alasan detilnya itu apa!" ucapku panjang lebar. "Benar-benar aneh dan membingungkan, ya?" tanya Ibu. Aku mengangguk membenarkan ucapan Ibu. "Kan pada di dapur, udah abang tebak dari tadi! Ngucap salam gak ada dijawab, asyik banget ngobrolnya," Tiba-tiba Bang Rahman muncul di dapur. "Eh, Bang sudah pulang, ya?" tanyaku. "Iya, Dek! Ibu sama kamu asyik ngobrol, gak tau kalau abang dah pulang!" rajuk Bang Rahman. Aku dan Ibu jadi malu mend
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status