Share

Ibu VS Mertua

Penulis: Inda_mel
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-05 17:56:16

"Sialan, kamu, Mbak!" Siska mengumpat saat tangannya ditarik paksa Pak Adi. Setelah Siska keluar, aku meminta maaf pada pelanggan yang ada di sana atas keributan yang terjadi. Beruntung mereka semua maklum. Aku kembali ke atas dan Dila masih mengekoriku. 

"Mbak, maksudnya tadi apa? Karyawan gudang? Jelaskan ke Dila, Mbak!" pinta Dila sesampainya kami di ruanganku. Dia langsung duduk dihadapanku dengan raut wajah penasaran. Aku tersenyum memandangnya. 

"Suami Mbak dan keluarganya menganggap Mbak sebagai karyawan gudang karena Mbak selalu keluar dari pintu samping dekat gudang!" jawabku. 

Dila masih terlihat belum puas dengan jawabanku. 

"Terus, kenapa Mbak gak cerita sama mereka, kalau sebenarnya Mbak yang punya butik ini?!" tanya Dila lagi. 

"Gak, Mbak gak mau! Kamu liat sendiri, kan gimana sikap adik ipar Mbak tadi. Kalau Mbak bilang, justru malah bikin tambah susah. Mereka akan besar kepala dan semena-mena. Biar saja, mereka berpikiran seperti itu," ucapku. 

"Apa itu juga salah satu alasan, Mbak gak pernah pulang bawa mobil?" Dila bertanya lagi. Masih tidak terima dengan jawabanku. 

"Yah, salah satunya itu juga. Tapi, lebih ke praktisnya aja, sih! Soalnya kan Mbak sering bolak-balik dari butik ke rumah. Lagian juga gak jauh!" jelasku pada Dila. 

"Bener-bener deh, Mbak, adik ipar Mbak itu gak ada akhlaknya! Sampe geram jadinya!" Dila emosi. 

"Sudah biasa seperti itu. Harus banyak stok sabar menghadapinya. Sudah, kamu jangan ikutan geram nanti malah kerjaannya gak konsen," ucapku. 

"Eh, iya jadi baper, Dila merasa menjadi orang yang tersakiti, Mbak," Dila cengengesan. 

"Ya sudah, balik sana! Lama-lama kamu di sini malah gak jadi kerja!" ucapku sambil tersenyum. 

"Siap, Bu Bos! Dila memberi hormat padaku. Aku tertawa melihat tingkah lakunya. Kemudian dia pamit kembali bekerja. Aku pun meneruskan pekerjaan yang tertunda tadi. 

Siang ini seperti biasa aku pulang untuk memasak makan siang. Saat aku tiba di rumah, ternyata Mas Nizam tidak di rumah. Kemana perginya dia. Bukannya istirahat, malah keluyuran. Aku segera ke dapur mempersiapkan makan siang. Kuatir keburu anak-anak pulang terlebih dahulu. Sedang asyik aku di dapur terdengar teriakan Mas Nizam dari depan. 

"Mahira, sini kamu!" teriaknya. Kuangkat tempe yang kugoreng dan mematikan kompor. Tergopoh-gopoh aku menuju depan. 

"Mahira!" teriaknya lagi. 

"Ada apa, sih Mas? Pulang bukannya ngucapin salam, malah teriak-teriak! Aku lagi masak nih!" jawabku. 

"Jangan banyak omong kamu! Kamu apain Siska sampe dia gak mau balik lagi ke rumah ini, hah!!!"

"Aku gak apa-apain dia, kok! Kalau dia gak mau pulang ke rumah ini malah bagus, bebanku berkurang satu!"

"Kamu!!! Dasar istri gak guna!" maki Mas Nizam. 

"Kamu kalau ngomong dipikir dulu, Mas! Dari dulu gaji istrimu yang gak guna ini dipake buat ngisi perutmu itu! Jadi berhenti memaki aku! Yang gak guna itu adik kamu! Datang ke butik buat keributan biar aku dipecat! Kamu jangan selalu dengar omongan Siska sampe kamu jadi zolim sama istri sendiri!"

"Aku lebih percaya pada Siska dibanding kamu! Sudah kubilang dia keluargaku! Kamu mempermalukan dia di depan orang-orang sama saja mempermalukan aku dan ibu!" bentak Mas Nizam. 

"Dia sendiri yang mau! Disuruh pergi masih ngotot juga! Terpaksa satpam bertindak! Udah ganggu kenyamanan orang lain," jawabku lantang. 

"Ngejawab terus kamu!" Mas Nizam mendekatiku. Reflek dia melayangkan tangannya ke pipiku. Beruntung aku bisa mengelak. Spontan pula aku mendorongnya hingga dia jatuh tersungkur. 

Mas Nizam meringis kesakitan. Sambil memegang lututnya, dia mencoba berdiri. 

"Sialan, istri sialan! Kamu berani ngedorong suamimu sendiri!" Mas Nizam semakin berang. 

"Kamu duluan yang mau nampar aku, Mas! Demi adik kamu itu, tega kamu mau nampar aku!" balasku tak kalah emosi. 

"Ada apa ini?" Tiba-tiba ibu pulang dan melihat perang mulut antara aku dan Mas Nizam.

"Ini, Bu, Mahira. Dia sudah bikin malu Siska di butik hingga Siska gak mau pulang lagi ke sini!"

Ibu memandangku dengan tatapan tajam. Beliau mendekatiku kemudian langsung menampar pipiku. Aku yang tak siap terkejut dengan tamparan ibu. Mas Nizam tersenyum puas. 

"Kamu berani mempermalukan Siska! Dia itu anak kesayangan ibu!" ucap ibu emosi. 

Aku masih memegangi pipi yang masih terasa panas akibat tamparan ibu tadi. 

"Ira gak buat malu Siska! Dia sendiri yang datang cari keributan! Harusnya ibu bisa mendidik anak ibu dengan sopan santun!" balasku. Tak kuhiraukan bahwa di depanku ini adalah mertuaku. Gak akan aku segan lagi pada mereka. Gara-gara Siska mereka semua menyudutkanku dan aku gak bakalan terima gitu aja. 

"Kamu yang harus punya sopan-santun! Gak pernah dididik sama orang tua ya, kamu!" maki Ibu. 

"Ibu harusnya bercermin sebelum ibu ngomong kayak gitu!" balasku lagi. 

"Mahira, kamu ngejawab terus dari tadi!" bentak Mas Nizam. 

"Aku gak akan diam, Mas selama aku gak salah! Kalian yang selalu membuat gara-gara!" jawabku lagi. 

Mas Nizam berusaha mendekatiku. Sepertinya dia berniat untuk menamparku lagi. 

"Nizam, apa-apaan kamu!" Suara bentakan seseorang membuat Mas Nizam menghentikan niatnya. Ternyata yang datang Bang Rahman dan ibuku. 

"Bang  …Bang Rahman!" ucap Mas Nizam dengan terbata-bata. 

Ibu mendekat dan memelukku. Bang Rahman menatap Mas Nizam yang tertunduk malu. 

"Jangan salahkan Nizam, Rahman! Adikmu itu sudah tidak sopan terhadap saya dan Siska! Udah bikin Siska malu sampe gak mau balik ke rumah ini lagi! Siapa yang gak emosi, adiknya digituin!" jawab ibu sambil memonyongkan bibirnya ke kanan dan kiri. 

"Ibu, maaf sebelumnya. Saya mengenal betul bagaimana sifat Mahira. Dia gak akan berbuat seperti itu kalau tidak tanpa sebab. Jadi, ibu dan Nizam seharusnya tidak langsung ambil tindakan dan menyalahkan satu pihak saja! Bisa saja Siska sendiri yang buat ulah!" ucap Bang Rahman dengan nada lembut. 

"Jadi kamu bilang Siska yang cari gara-gara! Siska itu anak baik, sopan gak seperti adik kamu itu!" ucap Ibu masih dengan emosi. 

"Cukup, Bu! Berhenti menyalahkan putri saya! Saya masih terima, Nizam cuek sama saya, tapi kalau sampai dia menyakiti Mahira saya gak akan diam saja!" timpal Ibuku tiba-tiba. 

"Nizam cuma mau kasih pelajaran sama Mahira, biar bisa menghormati saya dan Siska, apa itu salah?" tanya Ibu mertua. 

"Pelajaran apa, kalau hanya menyakiti! Saya yakin, Mahira gak salah, cuma kalian saja yang dasarnya cari masalah terus!" sahut ibuku. 

"Bela terus, biar besar kepala Mahira! Dibilangin suami malah ngelawan terus! Mau jadi istri durhaka, kamu?!" Ibu Mas Nizam semakin mencecarku. 

"Cukup, Bu! Ibu gak usah banyak bicara lagi! Saya selama ini diam bukannya saya tidak tau, bagaimana perlakuan ibu sekeluarga kepada anak saya!" balas Ibuku. Sepertinya Ibu benar-benar geram dengan mertuaku. 'Ya Allah, bagaimana ini? Bantu hamba ya Allah,' doaku dalam hati. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Marcos
kok bisanya mertua tak punya hati
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
anak sama induknya banyak bacot. usir aja mereka nyet g usah drama menye2
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Bab 33

    Semua mata tertuju pada Bu Susi. Bukan hanya karena kedatangannya yang tiba-tiba, tetapi juga karena ucapannya. "Kamu ngapain, Mel? Suruh Ibu pulang ke rumah lagi? Bukannya kamu yang mau tinggal di sana?" tanya Bu Susi pada Melani. "Mel nggak pernah bilang kalau kami mau tinggal di sana! Tapi Ibu sendiri yang memaksa untuk pindah ke rumah itu! Sekarang Mel mau kasih tahu Ibu, kalau Mel dan Mas Farhan dapat rumah dinas yang cukup besar. Jadi kami tidak akan pindah ke rumah itu! Sekarang nggak ada alasan lagi Ibu untuk menetap di rumah Nizam! Biarkan mereka membina rumah tangga mereka bersama anak-anaknya. Dan ibu bisa pulang ke rumah seperti sedia kala!" titah Melani. "Ibu nggak mau pindah lagi! Ibu capek! Mendingan di sini ada yang bantu ngurusin ibu. Ibu ini udah tua Mel, harusnya ibu nih, nggak perlu bekerja lagi!" ucap Bu Susi. "Siska kan, tinggal sama Ibu! Jadi apa gunanya anak perempuan Ibu itu, kalau dia nggak ngurusin ibu? Siska juga punya tanggung jawab, Bu! Mahira hany

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Melani datang

    "Mbak Melani!" Nizam tak percaya di ambang pintu berdiri Melani, kakak kandungnya beserta suaminya, Farhan. "Sekali kamu sentuh Mahira, Mbak laporin kamu ke polisi!" ancam Melani. Dia mendekati Mahira diikuti Farhan yang melangkah di belakangnya. "Mbak, kok malahan belain dia, sih? Yang adik Mbak itu aku, bukan Mahira!" protes Nizam. Dia tak percaya justru kakaknya sendiri membela istrinya. "Mbak membela bukan lihat dia adik Mbak atau siapa, tapi Mbak membela yang benar!" sahut Melani. "Mbak pikir dia benar? Dia udah nampar Nizam dua kali dan Nizam sedikitpun belum membalasnya! Apa Itu yang Mbak bela? Yang sudah kurang ajar pada suaminya?" cecar Nizam. "Mbak gak tau apa yang terjadi, tapi Mbak gak akan izinkan kamu main tangan pada istrimu!" balas Melani. "Ada apa ini?" Bu Hartini keluar dari kamar masih dengan menggunakan mukena. "Kenapa ribut sekali kedengarannya?" tanya Bu Hartini lagi. "Ibu!" sapa Melani. Dia kemudian mendekati Bu Hartini dan menyalaminya. "Melani,

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Gara-gara foto

    Nizam baru saja akan ke kantin kantor. Siang ini memang dia tidak ingin pulang ke rumah untuk makan siang. Hatinya masih kesal karena kejadian pagi tadi. "Bisa-bisanya dia melakukan itu padaku! Dasar istri gak berguna!" maki Nizam dalam hati. "Hei, Bro! Tumben makan di kantin?" tanya Doni, rekan kerja Nizam satu divisi. "Iya, Mahira lagi gak enak badan, dia gak masak! Terpaksa aku makan di sini! Padahal kamu tau sendiri, kan, aku paling gak bisa makan di luar!" jelas Nizam. "Bilang aja, kamu pelit, Zam! Gak bisa makan di luar? Kayak orang gak tau kamu, aja!" cibir Doni dalam hati. "Oh, istrimu lagi sakit!" Doni manggut-manggut. "Iya," jawab Nizam. Doni dan Nizam memilih tempat di sudut ruangan. Baru saja Nizam hendak duduk di bangku kantin terdengar bunyi pesan masuk dari ponselnya. Nizam membuka pesan. Terlihat kiriman sebuah foto yang masih buram. Nizam kemudian menekan layar ponsel untuk memperjelas foto tersebut. Betapa dia terkejut melihat foto yang dikirimkan oleh S

  • Pembalasan Buat Suami Egois   CCTV

    "Ra, ibu tadi malam tidak sengaja terbangun. Saat ibu ingin mengambil wudhu untuk tahajud dan melewati kamar Siska, terdengar suara orang berbicara. Ibu penasaran sehingga Ibu menguping siapa yang dini hari seperti ini berbicara dengan Siska. Ternyata ibu mendengar suara suamimu, Nizam!" jelas Bu Hartini. Beliau menarik napas dan membuangnya perlahan. Mahira hanya diam mendengarkan penjelasan ibunya. "Dan kamu tahu, apa yang mereka bicarakan? Nizam meminta Siska melayaninya!" Mahira membelalakkan matanya tak percaya. "Apakah yang pernah kudengar itu benar adanya? Mereka ada hubungan?" batin Mahira. "Namun di situ Siska menolak dengan alasan capek dan besok dia harus bekerja. Dia menyuruh suamimu untuk meminta kamu yang melayaninya. Tapi suamimu menolak karena katanya dia tidak sedang mood dengan kamu! Ibu benar-benar nggak habis pikir, Ra! Mereka itu kan adik-kakak! Bagaimana bisa mereka melakukan hubungan terlarang seperti itu?!" Bu Hartini merasa heran. "Memang Ibu tidak meli

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Berterus terang

    "Buat sarapan apa, Ra?" tanya Bu Hartini mendapati putrinya sedang mengaduk-aduk sesuatu di kuali. "Ini, Bu! Mi goreng! Yang biasa Ibu bikin untuk sarapan Ira sama Bang Rahman dulu." "Pake resep yang sama?" tanya Bu Hartini seraya tersenyum. "Iya, Bu! Sama! Mudah-mudahan rasanya gak beda jauh sama buatan Ibu!" ujar Mahira. Dia menuangkan kecap manis ke dalam kuali dan kembali mengaduknya. "Pasti sama rasanya kalau resepnya sama!" jawab Bu Hartini. Mahira tersenyum. "Ra, kamu sudah hubungi Dila, bilang kalau kamu gak datang lagi ke butik?" tanya Bu Hartini. Mahira menatap Ibunya. Dia mengecilkan api kompor dan duduk di hadapan Ibunya. "Bu, Ira udah ngomong sama Dila tapi Ira bilang kalau Ira sekarang gak bisa datang tiap hari. Nanti, dalam seminggu paling dua atau tiga kali Ira ke sana! Mas Nizam, kan kerja juga, Bu! Dia gak bakalan tau juga Ira pergi atau gak!" bisik Mahira. "Iya, juga, ya! Dia kan, pergi kerja pagi! Pulang juga siang pas makan. Oh ya, hari ini dan seter

  • Pembalasan Buat Suami Egois   Ketahuan

    "Ibu!" Nizam membelalakkan matanya. Dia langsung menurunkan tangannya yang sudah sempat terangkat. "Iya, saya! Emangnya kenapa?" tanya Bu Hartini sinis. Dia mendekati Mahira. "Bu …bukannya Ibu pulang sama Bang Rahman?" tanya Nizam gugup. "Kenapa kamu pikir saya akan pulang? Untuk membiarkan putri saya kamu sakiti lagi! Nggak akan pernah, Nizam!" jawab Bu Hartini emosi. "Nggak gitu, maksudnya, Bu! Mahira terlalu pelit jadi orang. Siska udah kelaparan dan minta makan. Dan Mahira nggak mau ngasih!" Nizam memberi alasan. "Kalian ini, orang bodoh atau memang orang yang pura-pura bodoh?! Kesepakatannya sudah jelas! Mahira tidak akan mengurus masalah makanan kalian lagi, tapi masih itu juga yang kalian protes! Heran, saya!" ucap Bu Hartini dengan ketua. "Ra, masuk ke dalam kamar!" titah Bu Hartini. Mahira menganggukkan kepala. Di kemudian langsung melangkah menuju kamarnya. "Ra, kasih dulu makanannya ke Siska!* seru Nizam. "Bayar!" ucap Mahira tanpa melihat Nizam. "Uangku yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status