"Aku mau .... Awhh!"Seketika Nara terpeleset, dan hampir terjatuh andai saja tak ada Dimas yang langsung cepat tanggap menggapai tubuhnya."Jangan terburu-buru," bisik Dimas tepat di samping telinga Nara. Bahu perempuan itu seketika terangkat sekilas, mencoba menahan rasa geli yang seketika menjalar di tubuhnya.Selang tiga jam setelah kakinya dipijat oleh salah satu asisten rumah tangga Dimas, Nara pun mengerenyitkan dahinya ketika melihat beberapa gaun cantik yang tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya. Ia menoleh ke kiri dan kanan, hingga terdengar suara langkah seseorang yang mulai memasuki area kamarnya."Sudah bangun?" tanya Dimas yang seketika langsung duduk di tepian ranjang. "Apa sudah lebih baik?" Dimas menatap ke arah kedua kaki Nara yang masih tertutupi oleh selimut. Sorot mata pria itu selalu terlihat tajam, hingga membuat Nara beringsut dari tempat tidur dan menganggukkan kepalanya tanpa berani berkata-kata."Bagus, kalau begitu sekarang pilihlah dari beberapa gaun yan
Napas Bella seketika tercekat, ketika mendapati sorot mata tajam dan dingin ke arahnya. Sama halnya dengan Nara, yang sedetik kemudian langsung memanfaatkan momen ini untuk terlepas dari jeratan Evan."Atau apa, Bella? Apa yang akan kau lakukan pada wanitaku?"Deggh!Jantung Nara benar-benar berhenti, di saat Dimas menarik salah satu lengannya dan langsung merangkulnya dengan begitu posesif. Tak hanya itu, pria tersebut juga terus menyentuh dan mengusap bahunya sangat lembut dan membunuhi kecupan singkat di sana.Sumpah demi apa pun, Nara tak kuasa dengan sensasi aneh yang seketika menjalar di seluruh tubuhnya! Rasanya ia ingin pingsan saja detik ini!"Ap–apa maksudmu, Pak? Dia wanita bayaran yang kau sewa?" tanya Bella terbata-bata, dengan kedua mata yang hampir tak berkedip memandangi interaksi dekat antara Nara dan Dimas.Siapa yang tidak terkejut, atau bahkan cemburu dan iri dengan perempuan yang berhasil dekat dengan Dimas? Pria pemilik rumah produksi yang cukup terkenal itu, mem
Kedua netra Nara seketika terbelalak, bahkan kini satu per satu peluh mulai membasahi tubuhnya. Tatapan Dimas yang kini mulai menajam ke arahnya, seolah membuktikan bahwa ucapan pria itu tak main-main. Bahkan detik ini Dimas kian mengikis jaraknya, dengan satu tangan yang semakin melingkar sempurna di pinggangnya."Dia ... Dia telah mengejekku sebagai wanita bayaran, Mas!"Satu sudut bibir Dimas kembali terangkat, ketika Nara sekarang bisa lebih lantang berbicara di hadapan Bella. Kini ia semakin menarik perempuan tersebut ke dalam pelukannya, dengan sesekali menghirup aroma wangi yang menguar dari tengkuk perempuan tersebut. Dimas mengarahkan tatapannya secara sinis ke arah Bella, dan juga ke arah beberapa wanita yang nampak sangat iri dengan Nara."Maaf, Bella. Sepertinya kesalahanmu itu tidak bisa lagi dimaafkan, terlebih ini bukanlah kesalahan pertamamu. Bukankah saya sudah memberikanmu peringatan pertama sebelumnya?" ucap Dimas yang sedikit menyindir tentang video pertengkaran da
Keesokan harinya, langkah kaki Nara terdengar buru-buru meniti sebuah anak tangga. Napasnya terdengar sedikit tersengal, begitu pula dengan tetes keringat yang mulai terlihat di keningnya. Kedua netranya memandang sekitar, dan berhenti tepat di sebuah pintu besar yang ada di hadapannya.Tokkk! Tokk!"Permis—""Masuk!"Nara menghela napasnya pelan, sebelum akhirnya salah satu tangannya tergerak meraih kenop pintu dan mendorongnya secara perlahan. Sebelumnya ia telah menduga, pasti sosok pria pemilik ruangan itu akan sangat marah padanya karena telah terlambat datang satu jam dari waktu yang telah ditentukan sebelumnya."Maaf, Mas. Aku—"Cupp!"Sudah tidak apa-apa, lebih baik kita langsung berangkat sekarang," sela Dimas yang ternyata tanggapannya sangat jauh di luar ekspektasi.Nara pikir Dimas akan sangat marah, tetapi nyatanya tidak. Pria itu malah dengan santainya mengecup pucuk kepalanya, hingga membuat dirinya membeku untuk beberapa saat. Akhir-akhir ini Dimas memang selalu bersik
Kedua netra Nara menajam, setelah dirinya mendorong salah satu meja yang ada di sampingnya ke arah Evan. Ia akhirnya terlepas dari jeratan Evan, dan segera membalikkan keadaan dengan cara mendorong tubuh pria itu."Ingat ya, Mas! Mulai detik ini aku berikan peringatan padamu! Jangan pernah menuduhku yang macam-macam, kalau tidak mau hidupmu semakin hancur!" ancam Nara dengan hati yang kian berapi-api."Cih! Sampai kapan pun aku tidak akan hancur di tanganmu dan juga selingkuhanmu itu, Nara!" balas Evan yang masih mempunyai nyali."Asal kamu tahu, dulu aku sama sekali tidak mengenal Mas Dimas. Aku bertemu padanya, tepat di hari kau menikah dengan Bella, setelah kau berhasil merendahkanku di depan orang banyak dan mencampakkanku begitu saja! Dia pria yang sangat baik, dan tentu sangat berbeda jauh dengan pria berengsek sepertimu!" jelas dengan memberikan tamparan terakhir di wajah pria tersebut.Tanpa mau berbasa-basi lagi, Nara pun akhirnya langsung meninggalkan Evan yang masih belum b
Satu bulan setengah telah berlalu, tak terasa Nara bisa menyerap semua pembelajaran akting dari salah satu orang suruhan Dimas dengan begitu baik dan cepat. Perlahan-lahan, rating sinetron yang dimainkannya merambat maju ke peringkat yang paling tinggi. Nara sukses memainkan perannya, hingga kini dirinya bisa mengalahkan popularitas Bella dalam waktu yang cukup singkat.Berbagai tawaran iklan pun kini mulai berdatangan silih-berganti. Termasuk di saat ini, Nara sedang tersenyum sambil menjelaskan beberapa produk kecantikan yang telah mengontrak dirinya sebagai brand ambassador."Mbak Nara! Apakah benar kalau selama ini Pak Dimas adalah satu-satunya orang yang ada di balik kesuksesan Anda? Lalu apa tanggapan Anda, dengan desas-desus kabar yang menyatakan bahwa Anda dan Pak Dimas telah tinggal satu atap tanpa menikah?"Deghh!Kedua netra Nara sempat membulat, di saat ia mendapati beberapa pertanyaan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan launching produk baru yang sedang di iklann
Gleghh!Nara bersusah-payah menelan ludahnya sendiri, tepat di saat Dimas menyudahi bisikannya.Kedua netra perempuan itu membulat, dengan degup jantung yang kini berbunyi lebih cepat."Aku tidak main-main! Sekali saja itu semua terbukti, aku tidak akan segan-segan melakukan hal tersebut padamu!" tekan Dimas yang langsung melangkah pergi dari ruangan kerjanya sendiri.Setitik peluh, kini telah terlihat di wajah cantik Nara. Jujur, ia sama sekali tidak menyangka dengan ancaman yang telah dikeluarkan Dimas. Seluruh tubuhnya sampai benar-benar mematung tadi!"Seharusnya aku tidak takut, karena aku sama sekali tidak seperti itu. Tetapi, kenapa sekarang hatiku jadi tidak tenang?" batin Nara yang kini berusaha untuk berdiri dari tempat duduknya.Dengan langkah yang sedikit bergetar, akhirnya Nara pun keluar dari ruangan kerja Dimas. Dengan tangannya yang masih terasa dingin, kini ia tengah mencoba menghubungi Marvori agar pria itu bisa segera menjemputnya di sini."Maaf, sebelumnya. Tetapi,
Bughhh!Nara tercekat, ketika ada seseorang yang tidak sengaja menabrak dirinya dari belakang. Dengan segera ia pun berbalik, tanpa berani menampakkan wajahnya di hadapan Evan dan Bella."Mudah-mudahan saja mereka tidak mengenaliku," batin Nara dengan penuh harap.Setelah itu, entah kenapa tak terdengar percakapan lagi. Nara ingin berbalik untuk lebih mencari tahu, akan tetapi sayangnya ia juga tak mau terlalu mengambil resiko dengan berhadapan langsung dengan Evan dan Bella ketika sendirian seperti ini."Hmm, mungkin nanti aku akan bicarakan hal ini pada Mas Dimas," tutur Nara dalam hati, sambil memberanikan dirinya untuk berjalan ke arah kasir dan keluar dari area perbelanjaan itu.Untung saja saat ini Nara memakai sebuah masker dan kacamata, sehingga ia bisa sedikit menutupi identitasnya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Marvori? Apa sudah dengan urusan mobilnya? Kalau sudah, tolong jemput aku sekarang," ucap Nara dengan sesekali melihat ke arah sekelilingnya.***Setela