Keesokan paginya, Sera melakukan aktifitasnya seperti biasa sebagai seorang ibu rumah tangga.
Jika di hari-hari lain dia melakukan tugas rumah tangga dengan hati yang tenang dan nyaman namun pagi ini dia melakukan semuanya dengan amarah dan juga emosi yang masih belum bisa mereda.
Bahkan setelah pertengkaran mereka tadi malam, sampai dengan pagi ini Reno tidak berada di rumah. Pria itu lebih memilih untuk menenangkan hati kekasihnya dibandingkan meminta maaf atas kesalahannya pada Sera.
Alis Sera terangkat saat tiba-tiba tangan kekar melingkar di perutnya. Sejak kapan Reno ada di rumah?
"Lepas Mas," pinta Sera, jika dulu dia merasa senang diperlakukan seperti ini oleh Reno tapi tidak dengan sekarang. Dia merasa jijik di sentuh oleh suaminya sendiri.
"Biarkan seperti ini sebentar saja, sayang." Reno enggan untuk melepaskan pelukannya dari tubuh Sera, "maafkan aku. Aku tahu jika kesalahanku sangat fatal. Aku minta maaf dan aku ingin memperbaiki semuanya," tutur Reno.
Sera menghela napas berat, dia melepaskan pelukan Reno dari perutnya. Ia berbalik untuk menatap pria itu. Penampilan suaminya sudah rapih, itu artinya sebelum pulang ke rumah Reno sudah mandi dan berganti pakaian.
Hati Sera kembali merasakan nyeri, membayangkan kenyataan jika bukan hanya dirinya yang berada di dalam dekapan pria itu.
"Sayang, sungguh aku ingin minta maaf. Aku ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Tolong, jangan pernah berpikir untuk berpisah. Aku akan memperbaiki kesalahanku," kata Reno bersungguh-sungguh.
"Kamu serius ingin memperbaiki semuanya?" tanya Sera.
"Tentu saja sayang. Aku tidak mau berpisah denganmu, aku mencintaimu Sera," jawab Reno.
"Kalau begitu tinggalkan pelakor itu! Kembali pada istri dan juga anakmu," kata Sera membuat Reno terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa.
Reno memang sangat mencintai Sera, tapi dia juga tidak bisa meninggalkan Andin. Dia nyaman ketika bersama dengan Andin, wanita itu paling mengerti tentang dirinya.
Selain merasakan kenyamanan saat bersama dengan Andin, Reno juga ingin memiliki keturunan normal yang nantinya akan terlahir dari wanita itu. Tidak munafik, sampai saat ini dia masih belum bisa menerima sepenuhnya kondisi anak mereka yang terlahir cacat.
"Kenapa kamu diam, Mas? Kamu tidak bisa meninggalkan pelakor itu kan?" Sera tertawa sinis, "sudah kuduga," ucapnya jengah.
"Sera, kamu tahu saat ini Andin sedang mengandung anakku. Aku tidak mungkin bisa meninggalkannya, aku harus bertanggung jawab atas bayi yang ada di dalam kandungan Andini," jawab Reno, pria itu meraih kedua tangan Sera lalu menggenggamnya erat.
"Tolong berdamailah, Sera. Andin bisa melahirkan anak yang normal, tidak cacat seperti anak kita. Kamu juga bisa menganggap anak itu seperti anakmu sendiri."
"Omong kosong apa itu Mas!" Sera menarik tangannya kasar.
"Bisa-bisanya kamu berkata seperti itu. Memintaku untuk menganggap anak pelakor itu seperti anak kandungku sendiri! Dimana otakmu Mas!" Sera menggeleng, "dengan ucapanmu itu, kamu sudah merendahkan anakmu sendiri. Tega kamu Mas, hanya karena dia terlahir cacat kamu tidak menganggapnya ada."
"Sera jangan salah paham. Aku tidak bermaksud seperti itu, aku sayang kok sama anak kita. Tapi ...."
"Tapi apa ...." Dengan sorot mata memerah, Sera menatap suaminya dengan penuh kebencian. "Rasa sayangmu itu semua palsu Mas. Kamu tidak pernah menyayangi putramu sendiri, karena dia cacat kamu mengabaikannya. Kamu pikir aku tidak tahu Mas, aku bisa merasakan semuanya bagaimana kamu memperlakukan anak kita selama ini."
Reno hanya terdiam, tidak mampu bibirnya membantah apa yang diucapkan oleh Sera barusan. Kenyataannya dia memang menginginkan kesempurnaan di dalam hidupnya, tidak terkecuali juga tentang masalah keturunan. Dia menginginkan anak yang lucu juga normal lahir dari rahim istrinya.
"Aku tahu putra kita tidak sempurna. Tapi dia tidak salah, dia tidak minta dilahirkan dengan kondisinya yang seperti itu. Jika bisa memilih, mungkin dia juga ingin terlahir sempurna seperti anak-anak yang lain." Sera meneteskan air mata, rasa sedih tidak dapat dibendung lagi. Jika menyangkut tentang anak, hatinya tidak bisa kuat.
"Namun takdirnya yang malang menjadikan dia terlahir tidak sempurna. Selama ini aku selalu berusaha untuk membuat hidupnya sempurna, dengan memiliki keluarga yang utuh serta menerima kekurangan yang dia miliki. Tapi nyatanya, aku gagal mewujudkan hal itu semua. Aku tidak bisa memberikan kesempurnaan itu untuknya," lirih Sera mengusap air matanya.
Sera menarik napas panjang, menghembuskan dengan perlahan. Tidak ada gunanya lagi dia bicara panjang lebar, semuanya sudah terjadi dan tidak bisa dirubah lagi. Kenyataannya Reno tidak akan mau meninggalkan wanita itu demi dirinya.
"Pergilah Mas, aku tidak mau berdebat denganmu," usir Sera, raganya terlalu lelah untuk berdebat dengan Reno.
"Sera, aku belum selesai bicara," ujar Reno, dia sama sekali tidak bergeming meninggalkan tempatnya.
"Mau bicara soal apa lagi Mas?" tanya Sera, jengah dengan obrolan yang akhirnya membuat mereka berdua akan kembali berdebat.
"Aku ...." Reno ragu untuk menyampaikannya pada Sera, dia sendiripun sudah tahu apa jawaban yang akan diberikan oleh sang istri untuknya.
Tapi tidak ada salahnya kan untuk mencoba? Dia tahu Sera adalah wanita baik hati, hanya karena kekecewaan membuat wanita itu berubah menjadi keras.
"Andin ngidam ingin dibuatkan Sop daging rumahan," ucap Reno akhirnya mampu melontarkan kalimat yang tadi sempat dia tahan.
"Lalu?"
"Aku ingin kamu membuatkan sop daging untuk Andin."
Sera tertawa keras, setelah berhasil merebut suaminya apa wanita itu juga ingin menjadikannya pembantu di rumahnya sendiri? Sungguh Sera muak dengan tingkah pelakor itu.
"Aku tidak sudi memasak untuk peliharaanmu. Lebih baik aku kasih makan seekor anjing, daripada harus memberi makan pelakor itu."
"Cukup Sera!" bentak Reno, jika dibiarkan sikap Sera akan semakin melunjak dan tidak lagi menghargai dirinya sebagai seorang suami.
"Kenapa? Kamu marah dan tidak terima aku berkata seperti itu!" Sera melipatkan kedua tangannya di dada, "pergi Mas. Jangan merusak hariku, aku benci kamu Mas. Bila perlu kamu tidak usah pulang sekalian!"
Mending tidak perlu pulang sekalian, daripada pulang dan membuatnya sakit hati. Mulai hari ini, Sera sudah menganggap jika suaminya sudah mati.
"Kamu keterlaluan Sera! Jangan pernah menyesali ucapanmu itu!"
"Aku tidak akan pernah menyesal. Lebih baik aku hidup tanpa seorang suami, daripada punya suami hanya membuat sakit hati!" teriak Sera.
Reno mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, niatnya kembali pulang ke rumah ingin berdamai dengan sang istri. Tapi kenyataan yang dia dapatkan membuatnya begitu marah dengan sikap dan juga semua ucapan kurang ajar Sera!
Sera memang sempurna sebagai seorang Istri, tidak ada kekurangan di dalam diri wanita itu.
Hanya satu kekurangan Sera yang membuat Reno sulit menerima itu semua, kenapa istrinya harus melahirkan anak yang cacat?Andini berjalan mondar-mandir di dalam kamar, menunggu kembalinya Reno setelah dia menceritakan pada pria itu tentang Sera yang dia lihat bersama seorang pria.Tidak hanya menuduh tanpa bukti, Andini juga menunjukkan foto-foto kebersamaan Sera dengan Adrian pada Reno. Bagaimana pria itu memeluk Sera dan menenangkan wanita itu, terlihat sangat jelas jika Adrian menyukai Sera."Mas, kamu sudah bicara dengan Sera?" tanya Andini, dia langsung menghampiri Reno ketika melihat pria itu masuk ke dalam kamar."Aku tidak ingin membahas tentang Sera, Andini," jawab Reno, ia merebahkan kepalanya di sofa memijit keningnya yang terasa sangat pening. Perubahan sikap Sera sungguh membuatnya tidak tenang."Mas ...." Andini menghampiri Reno, ini tidak seperti yang ia harapkan. Dia ingin melihat Reno memarahi Sera, bahkan sampai pria itu menceraikan wanita tersebut karena dianggap sudah berkhianat."Semua bukti sudah jelas jika Mbak Sera diam-diam menjalin hubungan dengan dokter itu di belakangmu. Aku m
Sera menatap penampilan dirinya di cermin, hidupnya sekarang telah berubah 180 derajat. Dia yang dulu telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk suami dan keluarganya sama sekali tidak dihargai. Sekarang, tidak ada lagi yang ingin dia pertahankan lagi. Cintanya telah terkubur bersama dengan jasad Febian di dalam tanah. Selangkah lagi, semuanya akan segera terwujud Sera akan membalas orang-orang yang sudah menyakiti dirinya."Sera!" panggil Reno, pria itu masuk ke dalam kamar dengan menampilkan wajah marah."Kenapa Mas?" jawab Sera santai.Reno menatap penampilan istrinya dari atas sampai bawah, akhir-akhir ini dia memang sudah sangat jarang sekali menghabiskan waktu bersama dengan Sera, kehamilan Andini menyita lebih banyak waktunya."Apa seperti ini kelakuanmu di belakangku Sera. Diam-diam kamu sudah mengkhianati pernikahan kita!" Reno masih belum memutuskan pandangannya dari Sera, penampilan istrinya sudah sangat jauh berbeda dari biasanya dan Reno baru menyadari semua itu sekarang.
Hidangan makan malam sudah tersedia di atas meja, Andini memanggil Reno untuk mengajak pria itu makan malam bersamanya. Makanan yang terlihat mengunggah selera, Andini sudah tidak sabar untuk segera mencicipi masakan Sera tersebut."Mas, semua ini aku yang masak untukmu. Aku harap kamu suka dengan masakanku," kata Andini tersenyum malu-malu, mengakui apa yang di masak oleh Sera sebagai masakannya."Terima kasih sayang. Kamu memang yang terbaik." Reno memuji karena dia tahu selama mengenal Andini, wanita itu memang sangat pintar memanjakan perutnya.Selain karena Andini cantik, wanita tersebut pintar dalam segala hal. Andini wanita mandiri dan juga pekerja keras, tak hanya itu saja Andini sangat pandai perihal masalah rumah tangga dia pintar memasak, terlebih urusan ranjang. Reno menganggap jika wanita itu bisa dikatakan nyaris sempurna. "Pih, makanan apa ini Andini? Rasanya sangat asin dan sangat tidak enak sekali." Reno melepeh makanan yang sudah masuk ke mulutnya."Mas, kamu yakin?
"Kamu darimana saja Mas?" Andini menatap Reno dengan kesal, sejak tadi dia sudah menunggu pria itu pulang tapi Reno malah mengabaikan dirinya."Aku lelah Andini. Di kantor banyak sekali pekerjaan, setelah mengantar Sera ke psikiater aku kembali ke kantor. Ada beberapa klien yang tiba-tiba membatalkan kerjasama dengan perusahaan kita." Reno membuang tas kantornya begitu saja, ia membuka kemeja yang melekat di tubuhnya. Sungguh hari ini hari yang sial baginya, bagaimana bisa mereka yang selama ini jadi klien tetap perusahaannya tiba-tiba membatalkan kerjasama secara sepihak. Pembatalan kerjasama yang tentunya membuat perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Reno bahkan tidak pernah berpikir jika dia akan berada di fase sekarang karena selama ini bisnisnya selalu lancar dalam segala hal baik masalah klien ataupun masalah penjualan di bagian pemasaran."Iya sudah sih Mas, kamu tidak perlu memikirkan tentang hal itu. Kamu bisa mencari klien lain." Andini berucap santai, meng
"Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan Sera?"Wanita berlesung pipi itu bernama Dara, ia menatap curiga ke arah sahabatnya, dia tahu Sera bukanlah orang yang mudah menyerah dengan kekalahan. Akan tetapi, ia penasaran dengan apa yang ingin dilakukan oleh wanita itu pada Reno dan juga selingkuhannya. Apakah Sera akan membalas perbuatan orang-orang yang telah menyakiti hatinya. "Aku akan membuat hidup Mas Reno dan juga Andini hancur sama sepertiku. Aku tidak akan membuat satu hal pun tersisa di dalam hidup Mas Reno." Sera menghela napas panjang, sebenarnya ini tidak seperti rencana awalnya."Awalnya aku ingin bercerai dengan Mas Reno. Tapi saat ini hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan." Dara mengerutkan keningnya, "Kenapa?" tanyanya heran."Karena sekarang aku sedang hamil," jawab Sera. "Ha-hamil?" Dara nampak kaget.Sungguh Sera sendiri tidak menyangka jika dia akan hamil anak kedua dari Reno. Sebulan yang lalu hubungan mereka baik-baik saja, Reno masih menjadi suami yang baik
"Arrgggh!" Andini berteriak keras, meluapkan segala rasa sakit hati yang sejak tadi pagi dia tahan.Wanita itu ... Dia benar-benar ingin menguji kesabaran Andini. Sera dengan begitu mudahnya mendapatkan uang satu Milyar dari Reno dan karena uang yang Reno berikan untuk Sera dia harus menunda keinginannya untuk membeli perhiasan yang dia inginkan."Minum dulu Nona." Seorang pelayan menyodorkan segelas air putih untuk Andini dan dengan cepat wanita hamil itu menyambar minuman yang diberikan untuknya. "Aku benci wanita itu!" Andini meletakkan gelas bekas air minumnya dengan kasar di atas meja nakas."Nona Andini harus sabar. Kita tidak boleh gegabah, Nyonya Sera tidak selemah yang Nona lihat."Andini memandang pelayan di depannya, kini dia telah berada di rumah. Pulang dari kantor Reno langsung mengantarnya ke rumah, setelah itu pria tersebut pergi mengantar Sera entah kemana."Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak bisa lama-lama melihatnya lebih menang dariku. Kamu harus