Share

Dusta

Author: DeealoF3
last update Last Updated: 2023-10-20 12:07:17

Nisya langsung menarik ketat bibirnya, kemudian bicara, “Maaf kalau kedatanganku mengganggumu, Mas. Soal Kania, aku udah kasih tau dia, kok, tapi ponselnya mati,” katanya sambil melihat ke arah kiri atas. Ia lalu memandangi Dika hingga lelaki itu meletakkan ponselnya kembali ke dalam laci dan membuat Dika jadi salah tingkah.

Meski sempat curiga Dika akhirnya mengangguk. “Oke. Nggak masalah. Aku cuma kaget aja. Biasanya nggak ada yang berkunjung pas makan siang. Apalagi tamunya tenyata kamu. Ada perlu apa, ya?"

“Ini, Mas. Aku cuma mau kasih ini. Sebagai ucapan terima kasihku atas undangan makan malam kemarin.” Nisya mengangsurkan sebuah tas kecil berwarna merah yang bertuliskan Tupperware di atasnya. Hingga membuat Dika memandangnya dengan penuh tanda tanya.

"Apa ini? Harusnya kamu nggak perlu repot. Itu bukan hal besar. Lagipula aku mengundangmu karena permintaan Kania."

Saat Dika menyebut nama Kania, dada Nisya sempat memanas. Tapi ia berusaha tetap tenang. "Mas pasti belum makan siang, kan?” Tanpa menunggu jawaban, dengan cepat Nisya membuka tas bekal yang ia bawa. Aroma kaldu langsung menyerbu indra penciuman Dika beberapa detik setelah kotak bekal dibuka. Capcay daging sapi yang mengeluarkan wangi bawang bombay dan saus tiram terlihat sangat menggugah selera.

“Be-lum, sih,” jawab Dika sambil menelan liur. Ia langsung lupa pada ikan nila dan sayur tumis tauge yang Kania bekalkan tadi pagi. Bukan sengaja, hanya apa yang Nisya sajikan lebih menggugah selera makannya dibandingkan dengan apa yang sudah Kania siapkan.

“Ya sudah, pas kalau gitu. Ayo dimakan.”

“Ini semua kamu yang masak?”

“Iya, Mas. Gimana rasanya? Suka?”

“Mmh, suka banget. Enak. Bahkan lebih enak dari masakan restoran yang biasa aku makan.”

“Yang bener, Mas?”

“Iyalah. Masak aku bohong.” Dika terus menyantap sajian hingga habis tanpa sisa. Wajar saja, karena makanan yang Nisya bawakan memang salah satu makanan kesukaannya.

Tanpa Dika ketahui, Nisya sudah mencari informasi mengenai apa saja makanan yang Dika sukai melalui Kania. Nisya tahu jika Kania tidak terlalu pandai memasak, apalagi memasak menu Chinese food seperti kesukaan Kania. Nisya pun menarik satu sudut bibirnya ke atas kala teringat sesumbar Kania saat sahabatnya itu mengatakan kalau Dika hanya bisa makan hasil masakan Kania seorang. Buktinya, lelaki itu sangat lahap memakan masakan yang ia bawakan.

“Kalau … sama masakan Kania, enakan mana?” Nisya bertanya perlahan.

“Apalagi itu. Jauh, Sya. Jauh banget. Eh, maksud saya,” ucap Dika yang langsung menghentikan aktivitas makannya.

Nisya langsung tertawa. "Aku cuma bercanda, Mas. Nggak usah dianggap serius."

***

Tepat lima menit menjelang jam istirahat berakhir, Nisya pamit pulang. Kania pun mengantarnya sampai ke lobi depan.

“Makasi, ya. Saya suka banget makanannya.”

“Sama-sama, Mas. Kalau mau, saya bisa kok buatkan makan siang untuk Mas Dika. Setiap hari. Gratis."

"Ah, nggak usah. Malah ngerepotin kamu," ucap Dika seraya berjalan mengekori Nisya menuju lobi.

Namun, saat Nisya akan pergi, seseorang memanggil Dika.

"Pak Dika, jadinya kapan, ni, syukuran kenaikan jabatannya?" ucap salah seorang rekan kerjanya yang bernama Haris. Kepalanya kemudian memutar ke arah Nisya yang berdiri tepat di sebelah Dika.

"Ini pasti Bu Dika, ya? Pantes aja nggak pernah diajak ke acara kantor. Wong cantik gini. Pasti Pak Dika takut nih, istrinya bakal dilirik banyak orang," ujar Haris disambung tawa hingga membuat Dika dan Nisya salah tingkah.

"Bu-bukan, Ris. Ini bukan istri ...."

Baru saja Dika akan menjelaskan panjang lebar pada Haris, Leo--atasan Dika yang baru selesai makan siang di luar--pun ikut mendekat.

"Pak Dika, laporan yang saya minta sudah selesai?"

"Sudah, Pak. Sebelum makan siang tadi sudah saya berikan ke sekretaris Bapak."

Leo manggut-manggut sambil memandang ke arah Dika. "Oke. Bagus. Selesai istirahat akan saya cek." Sama seperti Haris, fokus Leo teralih pada sosok wanita di sisi Dika. Karena bagi mereka berdua, hal itu adalah pemandangan yang cukup langka. Selama ini Dika tidak pernah terlihat bersama seorang wanita. Terlebih saat jam makan siang.

"Ini, istri Pak Dika? Kenalkan, saya Leo. Direktur Teknik di kantor ini. Senang bertemu dengan Anda," ucap Leo tanpa bertanya apa pun. Jelas saja Nisya menyambutnya dengan senyum lebar.

"Saya Nisya. Terima kasih, Pak Leo. Saya juga senang bertemu, Bapak." Mulanya Nisya agak gugup menyambut uluran tangan Leo, tetapi dengan cepat ia bisa mengatasi keadaan. Ia sebenarnya tidak tahu harus bicara apa selain memamerkan deretan giginya yang putih dan terawat. Toh, Dika sendiri juga tidak membantah.

"Pak Dika, jangan lupa ajak istrimu ke acara ulang tahun kantor kita minggu depan, ya."

Sontak, Dika membelalak. "Maksud Pak Leo, Nisya?"

Tentu saja Leo menautkan kedua alis hitamnya. "Memangnya kamu punya istri lain?"

"Enggak, Pak. Bukan itu maksud saya."

"Ya sudah," ucap Leo yang langsung melenggang menuju ruangannya bersama Haris.

"Ba-baik, Pak."

***

Setibanya di rumah, Nisya kembali menghubungi Dika

"Gimana, ni, Mas? Mas Dika, si, malah diam aja tadi," ujar Nisya melalui pesawat telepon. Sebenarnya dia senang dengan apa yang terjadi di kantor Dika tadi, hanya saja ia tetap harus bersikap biasa. Tidak boleh terlihat terlalu senang. Dika tidak boleh tahu mengenai maksudnya yang sebenarnya.

"Aku juga baru mau bantah tadi, tapi Pak Leonya keburu pergi. Ya gimana lagi."

"Maksudnya?"

"Terpaksa minggu depan kamu ikut saya ke acara ulang tahun kantor," ucap Dika yang membuat senyum Nisya mengembang.

***

Satu minggu kemudian, Dika benar-benar mengajak Nisya. Sebenarnya ia ingin beralasan sakit agar tidak perlu datang. Dengan begitu, ia tidak harus berbohong pada semua orang di kantornya, tapi enggak mungkin seorang kepala divisi teknik tidak hadir di acara penting perusahaan.

Akhirnya ia lebih memilih berbohong pada Kania.

"Mas, ada meeting sama klien penting. Mungkin pulangnya telat. Nanti kamu tidur duluan aja, ya," ucapnya pada Kania seraya memasang dasi kupu-kupunya.

"Malam jam berapa, Mas? Nggak apa, biar aku tunggu aja. Aku takut tidur sendirian."

Dika refleks melihat ke kiri atas. Ia pun mulai gelisah. "A-cara baru selesai jam du-a belas, Dek. Kasihan kalau kamu harus nunggu Mas pulang."

"Kok, malam banget, Mas? Memangnya meeting apa, si?" Kania menautkan alis sambil membantu Dika memasang jasnya. Setelahnya wanita itu menyetrika bagian depan jas suaminya dengan telapak tangan.

"Biasa, Dek. Kantor, kan, mau ada proyek baru, jadi butuh investor. Klien yang mau ketemu Mas ini adalah salah satu calon investor utama. Kamu doakan aja, ya, biar lancar."

"Pasti, Mas. Akan selalu aku doakan."

"Mas berangkat dulu, ya." Sebelum memasuki mobilnya, Dika mencium kening Kania lalu memeluknya agak lama. Perlahan perasaannya mulai dilingkupi rasa bersalah.

Maafkan Mas, ya, Dek. Mas terpaksa berbohong. Mas janji ini tidak akan terulang.

Sedangkan Kania pun merasa jika sikap Dika malam itu tak seperti biasanya. Suaminya itu sering sekali gugup dan menghindari kontak mata. "Apa benar Mas Dika mau meeting? Kenapa tiba-tiba perasaanku jadi tidak enak?"

Bersambung.

DeealoF3

Hai readers, yuk yuk ramaikan

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing, bodoh banget kau njing.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Keputusan Akhir

    Melihat Dika berdiri tak jauh dari posisinya, wajah Mahar sontak memerah. Urat-urat di dahinya langsung bermunculan. Ia pun mengepalkan tangannya kuat-kuat sambil menggemeretakkan gigi. Namun sedetik kemudian, kepalanya memutar ke arah Kania yang berdiri di sisinya. Keadaan wanita itu pun tidak jauh berbeda. Kania terus menunduk seraya meremas-remas jemarinya. "Tenang, Mir. Enggak usah takut. Ada aku," ucap Mahar seraya melingkarkan tangannya di bahu Kania dan mendekatkan tubuh wanita itu ke dadanya. Nisya pun seketika geram saat melihat Kania. Rasa cemburunya mendadak naik ke kepala. Terlebih melihat Dika yang terus memandangi Kania tanpa berkedip sedikit pun. Saat melihat Kania, Dika langsung menatapnya dengan pandangan penuh penyesalan. Ia ingin segera memeluk erat Kania tapi kakinya seperti terpaku. Dadanya mendadak sesak kala melihat Mahar melingkarkan lengannya di bahu Kania. "Sudah, Pak, cepat bebaskan suami saya. Saya tidak mau menghirup udara yang sama dengan mereka," uc

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Mafia Hukum

    Bagi Argantara, uang adalah segalanya. Meski saat itu ia sudah menjadi seorang pengacara yang sukses dan terkenal, tetap tidak bisa mengurangi ketertarikannya pada uang. Ia bahkan berkali-kali menggadaikan idealismenya untuk membela koruptor, demi mendapatkan bayaran yang fantastis. Untuk melancarkan kasusnya, Argantara sudah sering melakukan praktek di bawah meja. Ia pun cukup terkenal di kalangan kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan. Tentu saja sebagai pengacara yang terkenal loyal dalam hal negatif. Dalam memberikan komisi yang tidak main-main demi membebaskan sang klien. Saat sore itu Nisya menghubunginya untuk meminta bantuan, tanpa pikir panjang Argantara pun langsung menerima, karena Dika merupakan salah satu klien penting di kantornya. ***Setibanya Nisya di kantor polisi, ia kembali dikejutkan dengan kondisi Dika yang kacau balau. Wajah suaminya itu babak belur dan masih ada sisa darah di ujung bibir kirinya. "Ya Tuhan, Mas Dika. Kamu kenapa?" ucap Nisya sambil mengusap

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Bebas dan Terkurung

    Kania menggigit tangan Dika hingga pria itu memekik kencang dan melepaskan tangannya dari mulut Kania. "Sebaiknya kamu menyerah, Mas! Agar hukumanmu tidak semakin berat." Kania kembali berlari ke pintu dan mencoba membukanya. Sayangnya Dika sudah berhasil menyembunyikan kuncinya.Bersamaan dengan itu, di lantai bawah, Mahar beserta dua orang petugas polisi sudah tiba di lobi hotel. "Selamat siang, kami sedang mencari seseorang," ucap petugas polisi bernama Alfred. "Ada apa, Pak?" "Apa ada tamu yang bernama Aldika Pratama?"Petugas resepsionis itu tidak langsung menjawab. Ia bingung apakah harus melaksanakan permintaan Mahar barusan, karena ia tidak boleh memberikan informasi mengenai tamu hotel kepada siapa pun. Beruntung sang manajer hotel ikut bergabung. Setelah mendengar penjelasan dari Mahar dan petugas polisi, dengan cepat ia menyuruh resepsionis itu mencari nama tamu yang dimaksud. "Iya benar, Pak. Dia menginap di sini sejak semalam.""Di kamar berapa?"Resepsionis berambut

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Tanggung Jawab

    "Sah," ucapan para jamaah Solat Jumat di masjid perumahan Galih tinggal membahana, menambah keharuan dan kesakralan suasana yang sedang tercipta: meski tidak dihadiri oleh mempelai wanita. Mahar lekas mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Mulutnya pun tak henti mengucap syukur karena saat itu telah resmi berstatus sebagai suami Kania. Bersamaan dengan itu, ingatannya terbawa ke masa satu jam lalu. Saat Mahar masih berusaha meyakinkan Galih bahwa ia benar-benar ingin menikahi Kania."Tapi Kania kan belum ketemu. Kita juga nggak tahu bagaimana keadaannya nanti? Dia masih hidup atau ...." "Pak, saya yakin Kania masih hidup. Dia pasti selamat. Lagi pula saya nggak peduli. Bagaimanapun keadaannya nanti, saya tetap ingin menikahi dia. Jadi tolong nikahkan kami."Galih akhirnya menyerah dan menuruti permintaan Mahar. Mahar pun lekas memberitahu Fitri agar segera hadir ke masjid tempat berlangsungnya akad nikah. Setelah acara selesai Galih langsung memeluk erat Mahar. Air mata lelaki it

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Kotor

    "Gimana, Pak? Apa ada informasi?" ucap Mahar setibanya ia di kediaman Galih. Galih menggeleng lemah, "Bapak sudah menanyakan semua orang di sini tapi tidak ada yang mengaku melihat orang asing." Sebelum Mahar tiba, Galih sudah mengumpulkan semua tamu, termasuk tim penyedia fasilitas yang mereka libatkan dalam acara. Mahar mengerutkan dahi. Dadanya yang sudah memanas mendadak sempit. Mir, kamu di mana? Please, kasih aku petunjuk biar bisa nolongin kamu. Aku harap kamu baik-baik aja. Firasatnya kalau Kania diculik semakin kuat. Tiba-tiba salah seorang petugas katering melihat ke arah para tim sound sistem. "Personal kalian yang satu lagi mana?" "Ini sudah semuanya. Siapa yang kamu maksud?" kata pemimpin tim sound sistem. "Tadi itu ada orang memakai topi hitam dan masker keluar dari sini sambil membawa koper besar. Katanya dia membawa sound sistem."Mahar pun sontak mendekat. "Kenapa, Mas?""Ini, Pak, tadi waktu saya sedang sibuk membereskan meja untuk prasmanan, ada laki-laki yang

  • Pembalasan Istri untuk Suami Pengkhianat   Iblis

    Setelah Kania terkulai, Dika lekas membopongnya dan menaruhnya di ranjang. Ia kemudian memasukkan tubuh Kania ke dalam koper besar yang ia temukan di dalam lemari Kania. "Jadi kamu dan Mahar akan bulan madu dengan menggunakan koper ini? Sayang sekali rencana itu aku hancurkan." Sesudah memastikan kalau kondisi aman: karena orang-orang masih sibuk di ruang depan, Dika lekas mendorong koper itu melalui pintu belakang. Ia juga menutupi wajahnya agar tidak ada yang mengenali. Lagi-lagi ia terbantu karena saar itu Galih sedang berada di depan menyambut para tamu yang berasal dari saudara jauh Kania. Dika lekas membawa tubuh Kania dan memasukannya ke mobil yang ia parkir di seberang rumah Galih. Ia sempat berpapasan dengan seorang petugas katering yang menanyakan mengenai koper yang sedang ia bawa, tapi Dika menjawab santai. "Ini hanya sound sistem." Karena petugas katering itu juga sedang sibuk menyiapkan penganan, ia langsung percaya dan tidak bertanya lebih lanjut. Tak lama setelah Di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status