Home / Romansa / Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata.... / Bab 3. Terlalu Cantik Jadi Pembantu

Share

Bab 3. Terlalu Cantik Jadi Pembantu

Author: Hare Ra
last update Last Updated: 2025-05-18 23:34:32

Praaang!

Suara piring yang pecah mengejutkan Samuel yang tengah fokus menatap layar laptopnya. Pria itu keluar dari ruang kerja dengan langkah cepat, wajahnya menunjukkan kemarahan yang ditahan.

"Arsila!" panggil Samuel tajam.

Gadis itu menoleh cepat, wajahnya ketakutan apalagi melihat mata Samuel yang memerah menahan amarah. "Maaf, saya tak sengaja memecahkan piring…" gumamnya sambil menunjukkan tangan berdarahnya.

"Aku minta dapur ini bersih dan rapi! Bukan malah memecahkan semua piring! Apa kau tidak bisa mengerti perintah sederhana?!" bentak Samuel.

"Maaf, Tuan..."

"Berhenti memelas, aku jijik melihatnya!"

Arsila hanya menunduk, meremas ujung bajunya, merasa semakin kecil dari hari ke hari.

Sejak dibawa pulang dari rumah sakit dua minggu lalu, Samuel memperlakukannya bukan sebagai tamu, melainkan sebagai pembantu di apartemen mewah miliknya. Ia tidak mengizinkan Arsila tinggal gratis. 

"Kau harus berguna dan cepat kembalikan ingatanmu, aku tidak terbiasa ada orang lain di apartemenku," katanya dingin kala itu. 

Sudah dua tahun Samuel menjauh dari keluarga Nugraha. Di kantor, pekerjaannya sudah cukup banyak dan menguras pikiran, ditambah lagi di rumah ibunya terus menuntutnya untuk segera menikah. Itulah alasan Samuel tinggal di apartemen.

Dan Arsila adalah satu-satunya orang lain yang dibawa ke apartemennya. Arsila tanpa ingatan siapa dirinya, tak punya pilihan selain menuruti keinginan Samuel.

Arsila yang tidak terbiasa dengan pekerjaan rumah, tentu saja kesulitan disaat harus membersihkan seluruh ruangan, menyiapkan kopi sesuai selera tuannya yang sulit ditebak. 

Samuel Jamil Nugraha bukan pria biasa. Dia dingin, kaku, sangat perfeksionis, dan punya standar tinggi yang kadang mustahil dipenuhi. Sedikit saja salah letak sendok, nada suaranya langsung meninggi.

"Apa aku harus mengajari setiap detil kecil, Arsila? Bahkan pembantu rendahan pun tahu soal ini! Tapi, kau tidak tahu apa-apa!" bentaknya. 

"Maaf, saya akan belajar," jawab Arsila pelan sambil menunduk.

"Siapa sebenarnya kau ini, kenapa tidak bisa mengerjakan hal yang sederhana pun?" kesal Samuel.

"Saya juga tidak tahu, Tuan."

"Diam! Siapa suruh kau menjawab, hah?" teriak Samuel.

"Tadi, Tuan bertanya," jawab Arsila membela diri.

"Iya, tapi tidak perlu kau jawab!" 

Setiap hari, Samuel juga memaksa Arsila untuk mengingat siapa dirinya. Tapi, sekalipun Arsila memaksa, semua hanyalah gelap. Arsila, bahkan tidak tahu kapan dia mulai hidup. Satu-satunya yang dia ingat hanyalah namanya.

"Sedikitpun kau tidak ingat, misalnya nama ibumu atau ayahmu?" tanya Samuel tiba-tiba sambil terus mengawasi Arsila yang telah membersihkan pecahan piring itu.

Arsila menggeleng. "Tidak ingat."

"Kalau nama panjangmu?" tanya Samuel lagi.

"Tidak tahu."

Samuel memegang kepalanya, setiap hari pertanyaan yang sama yang dia ajukan kepada Arsila. Namun, jawabannya juga tetap sama "tidak tahu" atau "tidak ingat". 

Bukan hanya Arsila yang frustasi mencoba mengingat setiap harinya, Samuel juga merasa tertekan. Kehadiran Arsila di rumahnya juga membuat emosinya setiap hari diuji. Entah, sudah berapa banyak piring dan gelas yang pecah semenjak Arsila di apartemennya.

"Sudahlah! Lanjutkan pekerjaanmu, berhati-hatilah!" ucap Samuel akhirnya.

"Baik, Tuan."

Arsila menghela nafas berat setelah Samuel kembali ke ruang kerjanya. 

"Sebenarnya aku siapa? Aku juga penasaran," ujar Arsila pada dirinya sendiri sambil menatap tangannya yang lembut dan terawat, menandakan kalau selama ini dia tidak pernah mengerjakan pekerjaan seperti ini.

Dilain waktu dan kesempatan...

Hari itu, Samuel pulang lebih awal dan mendapati Arsila sedang menyiram tanaman kecil di balkon, tampak kesulitan tapi tenang. Angin meniup rambutnya, menciptakan siluet yang membuat dada Samuel sesak sesaat.

"Astaga, menyiram tanaman pun dia tidak bisa," gumam Samuel menggeleng.

Ia berdiri lama di pintu, mengamati gadis itu diam-diam. Ada kerinduan aneh yang tak bisa ia kendalikan. Wajah itu. Senyum tipis itu. Entah kenapa terasa akrab dan menyakitkan.

Samuel berjalan mendekati Arsila.

"Apa kau ingat sesuatu hari ini?" tanyanya tiba-tiba tepat di belakang Arsila, membuat Arsila terkejut.

"Astaga... Tuan sudah pulang?" tanya Arsila memegang dadanya, mengatur nafasnya.

"Lah, kau pikir aku hantu? Kalau berdiri disini itu artinya sudah pulang!"

"Sudah lama?" tanya Arsila.

"Jawab pertanyaanku, bukan malah dijawab dengan bertanya lagi. Kebiasaanmu itu mengesalkan," kesal Samuel.

"Maaf..."

"Berhenti minta maaf! Jawab saja!"

"Tidak. Aku tidak ingat apa-apa," jawab Arsila pelan sambil menunduk.

"Usaha terus!"

"Iya, Tuan."

"Aku muak melihatmu tiap hari!"

"Iya, Tuan."

"Jangan cuma iya-iya saja! Apa kau sengaja agar bisa tinggal disini lebih lama?" 

"Tidak, Tuan."

Setiap hari melihat wajah yang sama, Samuel mulai memperhatikan Arsila. Wajah itu sangat cantik, lembut dan dia yakin Arsila mungkin berasal dari keluarga kaya. Ditambah lagi, Arsila tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik. Dan, wajah Arsila mengingatkan Samuel pada seseorang 

Pertama kali melihatnya, Samuel pikir itu hanya rasa bersalah karena menabraknya. Tapi semakin hari, ada perasaan asing yang menyelinap. Wajah Arsila mirip seseorang dari masa lalu.

Viola.

Nama itu muncul seperti duri yang menusuk kembali luka lama.

Viola adalah wanita yang pernah membuat Samuel percaya bahwa cinta itu bisa menghangatkan dunia yang dingin. Tapi ternyata cinta itu hanya kamuflase dari rencana besar penghianatan. 

Samuel tak hanya kehilangan kekasih, tapi juga hampir kehilangan reputasi dan perusahaan akibat skandal yang disebabkan Viola.

Sejak saat itu, Samuel mengunci pintu hatinya rapat-rapat. Ia tak percaya lagi pada perempuan, terutama perempuan cantik yang bermata lembut seperti Arsila.

Namun justru karena itulah, ia sulit mengusir perasaan bahwa kehadiran Arsila di hidupnya bukan kebetulan.

Kring! Kring!

Ponsel Samuel tiba-tiba berdering dengan keras. Dia segera menekan layar bergambar gagang telepon warna hijau.

"Aku akan pergi!" ujar Samuel kepada Arsila setelah mematikan sambungan telepon itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 18. Hanya Penasaran

    "Untuk apa?" tanya Samuel dengan nada heran, mendengar permintaan Arsila yang tidak biasa.Arsila yang sedang berperang dengan pikirannya menoleh dengan sedikit terkejut. "Hah?" jawabnya, dia tampak salah tingkah."Permintaanmu tadi, apa tujuanmu ingin melihat gedung Jusman Group dan Nugraha Group?" tanya Samuel, kini lebih serius.Saking terkejutnya, Samuel bahkan menepikan mobilnya ke tepi jalan. Arsila yang mendengar pertanyaan itu hanya tersenyum ringan, meski dalam hatinya ada kekhawatiran yang menggelayut. Dia takut Samuel mencurigainya. Dan juga, disana nanti, apakah ia akan menemukan sebuah petunjuk? Atau malah semakin bingung dengan siapa dirinya yang sesungguhnya?"Aku hanya ingin tahu," jawab Arsila dengan suara pelan."Aku cuma penasaran aja, kan kita makan malam ini karena kemenangan kamu atas Jusman Group. Jadi, aku penasaran seperti apa perusahaanmu dan Jusman Group itu. Tidak perlu masuk kok, aku hanya ingin melihat gedungnya saja. Itupun kalau kamu tidak keberatan."

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 17. Tidak Cemburu

    "Kamu gak apa-apa?" tanya Arsila."Iya," jawab Samuel singkat, fokus pada kemudi dan jalan di depannya.Kembali keduanya terdiam.Suasana di dalam mobil begitu hening. Hanya suara mesin dan deru angin dari luar jendela yang terdengar samar. Lampu-lampu kota berkelip di kejauhan, menciptakan pemandangan malam yang seharusnya indah, tapi kini terasa asing bagi Arsila.Melihat lampu kota yang berkilauan, sedikitpun tidak ada petunjuk tentangnya. Tidak ada bayangan."Apa aku gak pernah keluar malam?" gumam Arsila dalam hatinya.Samuel yang duduk di sampingnya tiba-tiba membuka suara, menghancurkan keheningan yang sudah terlalu lama menggantung."Dia mantan kekasihku," ucap Samuel, datar, namun suaranya tetap menyimpan getaran yang tak bisa disembunyikan.Dia bingung, antara mau menjelaskan kepada Arsila atau tidak peduli. Toh, pernikahannya dengan Arsila hanyalah diatas kertas dan diatas ranjang, tanpa cinta. Tapi, entah mengapa dia merasa perlu menjelaskan. Karena hubungannya dan Arsila

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 16. Aku Tidak Butuh Penjelasan

    "Samuel..."Ulang suara itu memanggilnya. Suara yang paling tidak mau dia dengar.Langkah Samuel mendadak terhenti, seolah seluruh udara di sekitarnya mendadak hilang.Suara itu—ya, suara itu—kembali membekukan darahnya. Suara lembut yang dulu pernah menjadi musik di telinganya, sebelum akhirnya berubah menjadi pisau yang menancap dalam di dadanya. Suara yang pernah dia percayai, dia cintai... dan pada akhirnya paling dia benci.Bahkan membuatnya tidak percaya akan cinta dan wanita bertahun-tahun ini.Matanya menoleh pelan, seperti tubuhnya menolak namun hatinya memaksa. Dan benar saja, di sana, seorang wanita berjalan anggun penuh percaya diri, dengan langkah yang seakan dirancang untuk menyayat luka lama.Viola."Samuel..., akhirnya kita kembali bertemu," suara itu lagi. Kini lebih pelan, namun menohok. Seperti racun manis yang tahu betul titik lemahnya.Samuel meremas tangan Arsila lebih erat. Dia harus tetap sadar akan kenyataan hari ini, bukan masa lalu. Dia menghela nafas berat

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 15. Tidak Punya Malu

    "Kita makan di sini?" tanya Arsila ketika mereka berhenti di depan sebuah restoran Jepang yang elegan, berhiaskan lentera-lentera kayu dan jendela kaca buram yang memancarkan cahaya kuning temaram.Samuel hanya mengangguk dengan senyum tipis. "Iya."Langkah-langkah mereka menjejak pelan di atas batu koral kecil yang ditata rapi, diiringi suara air dari kolam koi di sisi kanan pintu masuk. Tapi, bagi Arsila, suara gemericik itu seolah menggema jauh ke masa silam—masa yang tidak bisa ia gapai, namun selalu terasa dekat.Lagi dan lagi. Entah kenapa, dia merasa tempat ini begitu familiar. Ada denyut yang aneh di dadanya, seolah dia pernah melewati momen penting di tempat ini. Tapi kapan? Dan dengan siapa?"Seandainya aku bisa bertanya pada seseorang…," pikirnya, menatap pelayan berseragam hitam yang membungkuk hormat menyambut mereka. Tapi ia segera menghapus pikirannya sendiri. "Tidak mungkin pelayan mengenal setiap pengunjung yang datang."Samuel menoleh sedikit, memperhatikan wajah is

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 14. Rival

    Malam semakin larut, mata Samuel juga mulai berat. Tapi, Arsila justru sedang memikirkan sesuatu.Sebuah nama yang membuat jantungnya terasa ingin berhenti. Nama yang seolah tidak asing baginya, tapi sialnya dia tidak tahu apa-apa. Hanya menyisakan rasa penasaran."Jusman itu nama apa? Orang? Kamu lagi berantem sama orang?" tanya Arsila hati-hati, memiringkan kepalanya dengan ekspresi penasaran.Dia berusaha setenang mungkin, tidak ingin Samuel curiga kalau dia merasa familiar dengan nama itu. Karena sedikit saja dia cerita tentang sesuatu ingatannya, Samuel akan marah dan kembali bersikap dingin.Samuel menggeleng, menikmati harum lembut dari rambut Arsila yang menguar, memberikan ketenangan. "Itu nama perusahaan. Rival abadinya perusahaanku. Popularitas kami selalu beriringan. Tapi, kemungkinan kali ini dia akan kalah dalam perebutan tender ini.""Oh," jawab Arsila pendek.Alis Samuel terangkat sedikit. "Kenapa?""Gapapa, aku hanya penasaran aja. Kirain kamu sedang ribut dengan oran

  • Pembantu Cantik Tuan Pewaris itu Ternyata....   Bab 13. Sarapan Segar

    Pagi baru saja menyingsing ketika sinar matahari menembus celah gorden apartemen mewah milik Samuel. Di tengah ketenangan yang masih terasa hangat, suara tegas pria itu memecah keheningan pagi."Jangan terima tamu siapa pun!" ujar Samuel sambil menyampirkan jas kerjanya di pundak.Arsila yang tengah sibuk merapikan dasi suaminya menoleh dengan alis terangkat. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Aroma tubuh Samuel yang selalu segar dengan parfum maskulin yang khas menguar kuat, berpadu dengan aroma lembut tubuh Arsila sendiri yang tak kalah memikat."Hmmm.""Apa sekarang kau juga bisu?""Nggak.""Kalau gak ya jawab, jangan cuma hmm!""Termasuk Mommy dan Sassy? Kalau mereka datang suruh pulang lagi gitu?" tanya Arsila pelan, menyisipkan jari-jari halusnya ke simpul dasi, menyempurnakannya dengan hati-hati.Samuel menatapnya. Sorot mata pria itu tajam tapi menyimpan gairah yang tak disembunyikan. Keintiman seperti ini bukan hal baru bagi mereka—sejak sah menjadi suami istri tiga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status