Share

Part 3

Author: Ida Saidah
last update Last Updated: 2023-07-07 12:36:54

Aku kembali meletakkan gawai milikku di dashboard dan kembali fokus mengemudi. Masalah Rani biar jadi urusan belakangan, toh, selama ini dia juga tidak terlalu ramah kepadaku. Selalu jutek dan pura-pura tidak kenal jika aku sedang bertandang ke rumah Ibu.

Mungkin dia pikir, uang yang selama ini masuk ke rekeningnya dikirim oleh kakaknya. Padahal aku yang selalu menyisihkan sedikit rezeki hasil kerja kerasku untuk menyambung hidupnya serta ibu mertua.

Gaji Mas Alex mana cukup kalau harus dibagi ke mereka.

Lagi, gawai milikku terdengar berdering nyaring tanpa henti. Rani memang akan selalu meneror jika uang jajannya telah habis dan aku telat mengirimkan uang.

Menyambar benda pipih persegi berukuran tujuh inci itu, mendekatkannya ke telinga lalu menjawab panggilan dari adik ipar. Ingin tahu apa yang hendak dia katakan kepadaku.

"Mbak, mana uang jatah bulanan aku? Jangan kuasai gaji Mas Alex dong. Aku dan ibu juga berhak atas uang itu. Jadi perempuan itu jangan serakah. Jangan maruk!" cerocosnya panjang lebar hampir tanpa jeda.

Aku mengangkat satu ujung bibir mendengar ocehan bocah ingusan itu.

Aku? Menguasai gaji Mas Alex? Mimpi. Memangnya dia pikir gaji abangnya itu berapa puluh juta sebulan?

"Heh, Mbak Alin! Diajak bicara malah diem aja. Sudah bisu kamu ya?!" cicitnya lagi.

"Aku tidak bisu dan tidak tuli, Rani. Aku hanya sedang mentertawakan ocehan kamu. Lucu sumpah!" jawabku sambil tertawa sumbang.

"Dasar perempuan tidak waras. Memangnya ada yang lucu? Pokoknya sekarang juga transfer uang ke rekening aku, kalau tidak aku akan ke rumah dan menagihnya langsung sama Mas Alex, supaya dia tahu seperti apa kelakuan istrinya. Suka memakan hak mertua juga adik iparnya, tidak mau..."

Klik!

Menekan ikon merah, memutuskan sambungan telepon secara sepihak lalu menonaktifkan ponsel. Bikin tambah pening saja kalau meladeni dia.

Maura sedang duduk di teras bersama Bu Ziadah ketika aku sampai. Bocah berusia empat tahun itu segera berlari menghambur ke dalam pelukan, seolah memberikan kekuatan kepada bundanya yang sedang rapuh serta terluka.

"Terima kasih sudah mau membantu saya menjaga Maura, Bu," ucapku sambil mengulas senyum, kemudian menyodorkan selembar uang merah kepada tetangga sebelah rumah, juga memberikan upah kepada tukang ojek yang mengantarkan sepeda motor.

"Sama-sama. Memangnya si Siti ke mana Mbak Alin?"

"Lagi menikmati sambel pelakor, Bu!"

"Maksud Mbak Alin?"

"Saya hanya bercanda!" Menerbitkan senyuman lalu mengajak Maura masuk ke dalam.

Foto pernikahanku dan Mas Alex. Itulah benda pertama yang langsung aku tatap ketika menginjakkan kaki di ruang tamu. Hati ini bagai tersayat sembilu ketika mengingat apa yang baru saja kulihat di rumah si gundik tadi. Sakit, perih hingga hampir menghentikan denyut nadi.

Ah, sudahlah. Tidak perlu diratapi apa yang sudah terjadi. Mungkin titian takdir hidupku harus seperti ini. Dikhianati oleh suami, dan harus mengurus anak seorang diri.

"Bunda kenapa? Kok bengong?" tanya Maura menyentakku dari lamunan.

Aku segera berjongkok dan menangkup wajah bidadari kecil itu, menciumi pipinya kemudian menarik tubuh mungil Maura ke dalam pelukan.

Kamu akan mengerti jika sudah dewasa nanti, Nak!

***

Hampir lebih dari seratus notifikasi pesan masuk di aplikasi warna hijau serta beberapa panggilan tak terjawab ketika aku mengaktifkan ponsel. Sebagian dari teman serta tetangga, yang menanyakan kebenaran masalah video viral yang tersebar di sosial media.

Memangnya video apa?

Karena penasaran, lekas berselancar ke sosial media berwarna biru untuk melihat apa yang sedang dibicarakan orang-orang, tetapi tidak menemukan apa-apa.

[Memangnya video apa?] Membalas chat dari Zaskia teman kuliahku.

[Jangan pura-pura nggak tahu, deh. Ini, kamu lihat sendiri.]

Dia mengirimkan sebuah link video, dan setelah aku buka ternyata video penggerebekan Mas Alex serta gundiknya tengah ramai diperbincangkan di jagat maya.

Bahkan baru beberapa jam dibagikan, sudah ada puluhan ribu like serta komentar yang rata-rata mencaci maki Siti juga suami.

'Aturan jangan cuma anunya yang dibaluri sambal, Mbak. Mukanya sekalian biar tambah kelojotan tu pelakor.' Komen akun bernama Ana Karenina.

'Panas nggak? Enak nggak? Pedes nggak? Ya iyalah...masa enggak! Makanya kalau gatel itu digaruk pake tangan, bukan minta digarukkin laki orang. Sekarang rasakan sambal cap pelakor.' Komentar akun yang lainnya lagi.

Entah siapa yang mengirimkan video tersebut aku tidak tahu. Sebab saat mengecek akunnya, tidak ada foto si pengunggah yang terpajang di akun tersebut. Mungkin dia salah satu dari tetangga Siti yang sempat merekam kejadian tadi.

Duh, mana wajahku terlihat jelas pula di video itu. Tapi biarlah. Toh bukan aku pelakornya.

***

"Mbak Alin, emang beneran ya kalau Mas Alex selingkuh sama si Siti?" tegur Bu Devi ketika aku sedang membeli telur di warung Mpok Hikmah. Sebenarnya malas keluar-keluar dalam kondisi seperti ini, akan tetapi stok di rumah sedang kosong dan Maura tiba-tiba minta dibuatkan telur mata sapi.

Aku hanya tersenyum menanggapinya.

"Nggak nyangka, ya? Siti itu kelihatannya baik dan sopan, eh, ternyata dia ulet bulu!" timpal Bu Hasnah sambil bergidik ngeri.

"Ya wajar lah Mas Alex selingkuh. Orang ditinggal kerja mulu sama istrinya. Lagian salah sendiri memasukkan janda ke dalam rumah. Miara janda itu kaya miara singa tau nggak? Diam-diam memangsa kita, menerkam dari belakang lalu mencabik-cabik daging kita sampai tidak tersisa!" Tante Margie, wanita paling julid se komplek tempat tinggalku ikut berbicara dengan nada mengolok-olok.

"Sesama perempuan jangan suka ngomong begitu, Tante. Nanti kalau Om Mario selingkuh bagaimana? Kita 'kan nggak tahu tingkat kesetiaan suaminya Tante juga sampai level berapa? Apalagi Om Mario suka pergi ke luar kota. Jangan nangis kalau nanti tau-tau dia pulang bawa istri baru!" celetukku membungkam mulut lemes wanita berusia empat puluh lima tahun itu.

Kesal rasanya mendengar kalimat demi kalimat yang terlontar dari mulutnya. Bukannya menyumpahi, hanya saja memperingatkan dia supaya hati-hati dalam berbicara.

Aku pun segera menarik diri dari kerumunan, pulang ke rumah dan segera membuatkan telur mata sapi sesuai permintaan putriku.

***

"Permisi!" Tok! Tok! Tok!

Aku yang sedang sibuk membereskan baju-baju Siti segera keluar mendengar suara orang mengetuk pintu.

Dahiku mengernyit ketika melihat ada polisi berdiri di depan pintu pagar, dan sepertinya mereka sedang mencari seseorang. Apa mereka akan menangkapku karena kasus penganiyaan kemarin?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 133 (Extra Part2)

    Kamu sudah keluar dari penjara? Kenapa kamu tidak menghubungi Mas, Ran?" tanya Alex seraya membingkai wajah sang adik seiring dengan derasnya air mata yang mengalir dari kedua sudut netra."Aku nggak punya hape dan nggak berani menghubungi Mas karena takut Mas nggak mau lagi menerima aku, sebab aku sudah sering membuat kesalahan sama Mas!""Ya Allah, Rani. Seperti apa pun kamu dulu, kamu itu tetap adik Mas. Keluarga satu-satunya yang Mas miliki di dunia ini. Maaf ya, kalau selama kamu dipenjara Mas nggak jenguk kamu.""Iya nggak apa-apa. Bagaimana kabarnya Tiara, Mas? Kalian sudah punya anak berapa?""Tiara sekarang sedang dirawat di rumah sakit jiwa. Dia terkena gangguan mental dan juga sedang sakit kanker serviks stadium akhir.""Ya Allah... Kasihan sekali.""Iya, sekarang rumah miliknya juga sudah dijual untuk mengobati penyakit yang dia derita, karena Tiara tidak punya saudara maupun kerabat di sini. Mas juga kan sudah cerai

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 132 (Extra Part)

    POV Author.Rani menatap pintu keluar rutan sambil bernapas lega karena akhirnya bisa keluar dari dalam penjara. Hanya saja dia merasa bingung, setelah ini akan tinggal di mana karena rumah peninggalan orang tuanya sudah dijual dan dia juga tidak tahu alamat rumah Alex yang baru.Menatap dua lembar uang yang diberikan petugas lapas, Rani berniat pergi ke Jakarta untuk mencari sang kakak dan berniat tinggal di sana dan mencari pekerjaan.Tetapi bagi mantan narapidana seperti dia, masih adakah perusahaan yang mau menerimanya menjadi karyawan? Terlebih lagi dia hanya memiliki ijazah SMA karena sudah di-drop out oleh pihak universitas.Karena sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi di Bandung, terlebih lagi sangsi sosial yang dia dapatkan di kota Kembang tersebut, perempuan berusia dua puluh delapan tahun itu akhirnya nekat pergi ke Jakarta untuk mencari keberadaan Alex.Rumah pertama yang dia sambangi adalah tempat tinggal lama sang kakak, ber

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 131 (Ending)

    "Ada apa, Mas?" tanyaku dengan nada ketus juta tanpa basa-basi."Alin? Kamu apa kabar?" Dia terus memindai wajahku, dan aku lihat ada rindu samar di kedua sorot netranya."Seperti yang kamu lihat. Aku sehat dan baik-baik saja. Kalau tidak ada hal penting yang mau kamu sampaikan, sebaiknya kamu pulang, Mas. Aku nggak mau timbul fitnah jika kamu berada di sini, sebab sekarang aku sudah menjadi istri orang!""Aku mau minta maaf sama kamu, karena sudah menyakiti hati kamu dan selalu berusaha mengusik kebahagiaan kamu. Bahkan aku juga berusaha mengacaukan pernikahan kamu kemarin dengan Dafa.""Aku sudah memaafkan kamu!""Alhamdulillah kalau begitu. Tolong setelah ini jangan benci aku, apalagi sampai menjauhkan Maura sama aku. Selamat juga atas pernikahan kamu dan Dafa. Semoga kalian berdua bahagia.""Aamiin, terima kasih!""Ini, aku ada rezeki sedikit. Nitip buat anak kita. Ya, walaupun aku tahu kalau Dafa bisa mencukupi semu

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 130

    "Sayang, bangun." Dafa mengusap lembut lenganku, menerbitkan senyuman manis menyapa hari saat pertama membuka mata."Sebentar lagi Subuh," ucapnya lagi.Aku segera menyibak selimut yang menutup hingga ke leher, duduk menyandar di headboard mencoba mengumpulkan nyawa sebelum turun dari tempat tidur.Mata ini tidak lepas dari tubuh Dafa yang sudah terlihat rapi dengan baju koko serta sarung membalut tubuh, menambah kesan tampan memesona wajah laki-laki itu."Aku mau ke mushola. Kamu buruan mandi, gih. Biar nggak telat salat subuhnya." Tangan kekar itu terulur mengusap lembut pipi ini."Iya, Daf. Kamu hati-hati. Habis salat mau aku bikinin apa?" tanyaku tanpa melepas selimut yang menutupi dada, merasa malu kepada suami, padahal jelas-jelas kami berdua sudah saling tahu semua yang ada di tubuh kami."Bikin anak saja!" Dia menjawab sambil menyeringai, dan aku langsung melotot menatapnya."Maruk banget kamu!""Bercand

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 129

    Malam kian merangkak larut. Jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka sepuluh malam, dan aku sudah merasa lelah karena hampir seharian berdiri di atas pelaminan menyalami para tamu undangan yang datang silih berganti hampir tidak ada henti.Jantung ini berdegup kencang ketika pintu kamar terbuka seiring munculnya sesosok laki-laki bertubuh tegap dengan senyum terkembang di bibir.Segera kuhentikan aktivitas menghapus riasan di wajah, menatap Dafa dari pantulan cermin seraya mengatur napas juga detak jantung yang mulai terasa tidak karuan."Aku mandi dulu, habis ini kita salat sunah dua rakaat." Dafa berujar sambil mencium puncak kepalaku dengan penuh kelembutan serta cinta."Iya, Daf." Aku mendongak menatap wajah suami, hingga kini jarak kami tinggal beberapa centimeter saja, dan aku bisa merasakan hangat napas menerpa muka."Aku mencintai kamu, Alina. Terima kasih karena kamu sudah bersedia menjadi istri aku. Aku berjanji akan selalu

  • Pembantuku di Atas Ranjang Suamiku   Part 128

    "Ada ribut-ribut apa di depan, Kak? Siapa yang datang mengacau?" tanyaku kepada Kak Humaira."Alex datang dan berusaha menghentikan pernikahan kalian, Lin," jawab istri dari Mas Aldo membuat diri ini merasa geram.Untuk apa Mas Alex masih mengganggu hidupku? Padahal, sudah berkali-kali aku katakan tidak ingin kembali, dan dia juga kan sudah memiliki pasangan. Aneh memang pria satu itu."Tapi kamu tenang aja, Lin. Mas Aldo dan teman-temannya sudah mengurus dia. Sekarang Alex sudah pergi, dan di depan dijaga ketat sama orang-orang yang pernah menjadi bodyguard kamu."Aku sedikit bernafas lega mendengarnya. Semoga saja Mas Alex tidak kembali dan mengacaukan acara pernikahan aku dan Dafa.Melalui pengeras suara terdengar Dafa mulai mengucapkan qobul, mengalihkan tanggung jawab papa di pundaknya dan dijawab sah oleh hadirin yang ada.Tanpa terasa buliran-buliran air bening merembes dari balik kelopak membasahi pipi, merasa terhar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status