Di kejauhan, lolongan para Lángyǎo terdengar samar, melintasi udara yang mulai diselimuti kabut senja. Udara dingin menyusup ke sela-sela pepohonan, membawa serta bisikan angin yang menggetarkan dedaunan. Para kultivator saling berpandangan, ekspresi mereka menegang.
"Xiōngzhǎng, bukankah tidak ada Lángyǎo di sekitar Hēi Hú maupun Lanyin?" Tiānyin bertanya, tatapannya tertuju pada sang kakak. Nada suaranya tetap datar, begitu pula raut wajahnya, seolah tak terpengaruh oleh situasi yang mencekam. Namun, Héxié Zhìzūn yang telah bertahun-tahun mengenal adiknya dapat menangkap keheranan yang tersembunyi di balik sikapnya."Aku juga tidak tahu," sahut Héxié Zhìzūn pelan, matanya menyipit memandang ke arah kabut yang mulai menebal.Menurut laporan yang diterima Sekte Musik Abadi, suara lolongan Lángyǎo mulai terdengar beberapa hari lalu. Awalnya hanya samar di kejauhan, namun dalam dua hari terakhir, mereka telah berani menyerang para kultivator dan bahkan penduDedaunan bergetar, bayangan hitam melesat di antara pepohonan. Udara malam yang dingin mendadak terasa lebih berat saat suara lolongan panjang menggema di seluruh penjuru hutan. Serigala-serigala iblis, bermata merah menyala dan bertaring tajam, melompat keluar dari kegelapan, mengepung kelompok mereka . "Lángyǎo!" Seruan panik menggema di tengah hutan pinus saat sekelompok kultivator bergerak cepat menghindari serangan mendadak. Dari balik pepohonan, serigala-serigala iblis melompat dengan mata berkilat buas, menerjang tanpa ampun. Seketika, udara dipenuhi denting senjata beradu, erangan kesakitan, serta lolongan liar yang menggema ke angkasa. Kesunyian Yōu Gǔ ,telah sirna. "Héng Zhi! Jangan jauh-jauh dariku!" Huànyǐng berseru, suaranya tajam menembus keributan. Memperingatkan pemuda yang jauh lebih muda darinya itu. Pemuda berhanfu merah marun itu pun mengangguk cepat dan segera mendekat ke sisi Huànyǐng. Sementara itu, Tiānyin dan Yao Yu berjaga dengan sikap waspada, meli
“Kita harus bergerak cepat!” seru salah seorang kultivator senior, suaranya terdengar mendesak. Yang lainnya mengikuti langkahnya, berjalan cepat dengan penuh kewaspadaan. Mereka menyeberangi padang rumput ilalang yang luas di bawah langit malam yang sunyi, semakin terasa mencekam. Angin dingin berdesir, membawa aroma tanah lembap dan rerumputan basah. Di kejauhan, lolongan Lángyǎo terdengar samar, tetapi menggetarkan hati. Sesekali, suara kicauan burung malam menghiasi kesunyian malam, menyatu dengan udara yang semakin pekat. "Qianbei, kenapa kau terlihat khawatir?" tanya Mo Yan pada salah satu kultivator senior dari Sekte Musik Abadi. Ia menoleh, melihat ekspresi gelisah yang terlukis di wajah pria itu. "Bukankah para Lángyǎo itu semakin menjauh? Lolongannya terdengar jauh dari sini," lanjutnya, keningnya berkerut penuh tanda tanya. "Ada roh lain," jawab Tiānyin. Suara dat
Cuì Zhú Lín, Hutan Bambu Zamrud, terbentang luas dengan hamparan bambu hijau yang menjulang tinggi, memantulkan cahaya bagai permata zamrud saat diterpa sinar matahari. Dari kejauhan, hutan ini tampak memesona, seakan menyembunyikan kedamaian di dalamnya. Namun, bagi mereka yang mengenal tempat ini, Cuì Zhú Lín bukan sekadar hutan yang indah. Ia adalah batas yang memisahkan Yōu Gǔ dengan Jìng Yè Shān, sebuah perbatasan yang menyimpan bahaya tak kasatmata.Di depan sebuah kedai teh yang sederhana tetapi ramai, seorang senior dari Sekte Musik Abadi tiba-tiba menunjuk ke arah kerumunan kultivator. “Yue Èr Gōngzǐ, itu Héxié Zhìzūn!” serunya dengan nada penuh hormat dan sedikit waspada.Yue Tiānyin mengangguk tanpa banyak bicara. Tatapan matanya tetap tenang, tetapi gerakan kakinya mantap saat ia memimpin rombongan menuju kedai. Begitu mereka tiba, mereka mendapati bahwa bukan hanya Héxié Zhìzūn dan para kultivatornya yang ada di sana, melainkan
"Chénxī, apakah kau tahu roh yang dimaksud Ling Qingyu?" Huànyǐng bertanya sambil melangkah masuk ke dalam kamar. Matanya menyapu sekeliling ruangan kecil yang diterangi lentera minyak.Héxié Zhìzūn memang meminta mereka untuk berbagi kamar karena penginapan itu hanya memiliki sedikit ruangan yang tersedia."Aku tidak tahu," sahut Tiānyin datar. Pemuda itu tidak menoleh dan langsung duduk bersila di atas tikar jerami, memejamkan mata untuk bermeditasi.Huànyǐng menatapnya dengan kesal, lalu melangkah lebih dekat sebelum menghentakkan kakinya di lantai kayu. "Chénxī, duduklah dulu dan temani aku!" serunya dengan nada manja, menginginkan sedikit perhatian.Namun, Tiānyin tetap bergeming, seakan kehadiran Huànyǐng tak lebih dari hembusan angin malam yang mengalir melewati jendela terbuka.Merasa diabaikan, Huànyǐng mendengus pelan lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur kayu beralas kasur tipis. Namun, alih-alih menggerutu lebih lama,
Di dalam kamar yang temaram, Huànyǐng terbangun oleh sebuah perasaan yang sulit dijelaskan, seolah ada sesuatu yang mengguncang ketenangan malam. Perlahan, dia membuka matanya, menyesuaikan pandangan di bawah cahaya lentera yang redup. Namun, yang terlihat hanya kesunyian kamar itu. Tidak ada siapapun selain dirinya. “Di mana Chénxī?” gumamnya lirih, seraya menyingkirkan selimut dari tubuhnya. Dengan hati-hati, ia menatap ke sekeliling kamar yang hening. “Chénxī,” panggilnya lagi, lebih lembut, takut kalau-kalau suaranya akan mengganggu pemuda itu. Namun, setelah beberapa saat, ia menyadari bahwa pemuda itu tidak ada di kamar. Langkah-langkah Huànyǐng terasa ringan di atas lantai kayu yang dingin. Saat kakinya menyentuh permukaan lantai, telinganya menangkap sesuatu. Langkah-langkah kaki yang halus namun jelas terdengar, seperti seseorang yang tengah berjalan dengan hati-hati. "Siapa itu?" gumamnya dalam hati. "Itu bukan suara dari lorong atau kamar seb
Di tengah keheningan itu, Mo Chen tetap tidak bergeming. Wajahnya tetap datar, tanpa tanda ketakutan sedikit pun. Matanya tetap terfokus pada makhluk yang perlahan mendekat, makhluk dengan aura gelap yang menggetarkan seluruh dunia sekitarnya. Cakar-cakar Yāo Māo yang panjang dan berkilau, siap menghujamkan sengatan maut. Suasana semakin berat, seolah nafas alam terhenti sejenak."Dasar Iblis!" Sebuah benda berkilau melesat begitu cepat, menghantam lengan makhluk itu. Pedang Zhenhun milik Ling Zhì menyambar dengan kekuatan dahsyat, membuat Yāo Māo terpelanting mundur. Cakar-cakar tajamnya merayap di udara, menciptakan kilatan cahaya yang mengintimidasi.Yāo Māo menggertakkan giginya. Sorot matanya yang merah membara kini dipenuhi kebencian yang tak terhingga. Tubuhnya melesat, menyerang dengan kecepatan yang mengaburkan pandangan. Para kultivator segera maju, pedang-pedang mereka berkilau, siap menghadapi serangan maut dari makhluk yang menyerupai iblis itu.
Anak panah itu melesat bagaikan kilat, menembus dada Yāo Māo. Kucing iblis betina itu menggeram marah, suaranya tajam seperti bilah pedang yang beradu. Saat itu juga, Héxié Zhìzūn tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dia meniup Shènglài Xiǎo. Dan seketika melodi merdu mengalun, menggetarkan udara malam yang mencekam.Suara serulingnya mengalir seperti aliran sungai jernih, menggulung pengaruh ilusi yang menyelimuti tempat itu. Angin berembus, membawa nada-nada magis yang mengguncang alam bawah sadar. Para kultivator hanya bisa terpana, menyaksikan sosok pria tampan dengan hanfu biru yang berkibar anggun di udara. Pusaran air yang bergejolak di bawahnya perlahan mereda, berubah menjadi riak tenang yang samar."Qing Gōngzǐ, kau hebat!" Mo Yan berseru, mengacungkan jempol dengan penuh semangat.Qing Héng Zhi tersipu, menundukkan kepala dengan wajah memerah. Sementara itu, beberapa kultivator berbisik kagum, mata mereka tetap terpaku pada Héxié Zhìzūn yang masih m
Sementara itu, di dalam kamar yang remang, Huànyǐng berdiri tertegun, mendengarkan keributan yang semakin memekakkan telinga dari luar. Setiap dentingan senjata, setiap teriakan, menggetarkan dinding penginapan. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Pintu dan jendela kamar yang biasa tampak kokoh kini terasa seperti sekat tipis yang tak mampu menahan kegelisahannya. Ia mendekati pintu, mencoba membukanya lagi. Namun formasi pelindung yang menghalanginya sangat kuat.“Chénxī, mengapa kau memasang formasi pelindung yang begitu kuat?” gumam Huànyǐng seraya berjalan mondar-mandir. “Mantraku tak bisa menembusnya… Mungkin aku harus menggunakan Fengling atau Bīng Yàn Shàn?”Tangan Huànyǐng berhenti bergerak saat kata-kata itu terucap. “Ah, tidak! Kalau menggunakan senjataku, penginapan ini bisa hancur berkeping-keping,” keluhnya, meremas rambutnya yang terurai.Kebingungannya semakin mendalam. Ia harus keluar untuk melihat apa y
Kabut hitam menelan hampir seluruh Medan Perburuan Roh, mengental seperti lumpur kegelapan yang mematikan. Medan energi menjadi tidak stabil, berfluktuasi liar bagaikan gelombang badai. Para kultivator di zona pertahanan berlutut satu persatu, qi mereka tersedot tanpa ampun.Di tengah kekacauan itu, Mo Chén dan Jian Wei berdiri bersisian, tubuh penuh luka namun tatapan mata mereka masih berkilat tajam."Satu serangan lagi," Mo Chén menggenggam Yǐng Mó Jiàn yang berkilauan dengan aura hitam keunguan. "Kau siap?"Jian Wei menatap lurus ke arah Míng Bīng Shì Pò, sosok kristal mengerikan yang kini hampir sepenuhnya diselimuti kabut hitam. "Kau tahu ini gila, kan?""Hei, bukankah semua yang kita lakukan selalu gila?" Mo Chén menyeringai, darah mengalir dari sudut bibirnya.Tanpa menunggu jawaban, Jian Wei mengangkat Shén Jiàn tinggi-tinggi. Pedangnya bersinar terang, membelah kegelapan dengan cahaya putih murni."Qián Kūn Fēn!" seru J
Tanah bergetar semakin hebat saat Mo Chén dan Jian Wei terus melancarkan serangan demi serangan terhadap Míng Bīng Shì Pò. Meski keduanya adalah kultivator berbakat dengan teknik-teknik menakjubkan, roh purba itu seperti tidak terpengaruh."Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Jian Wei, napasnya mulai tersengal. "Seharusnya kita sudah bisa melukainya.""Dia menyerap energi kita," jawab Mo Chén, mengamati bagaimana setiap serangan mereka justru membuat kabut hitam semakin tebal. "Semakin kita menyerang, dia menjadi semakin kuat ."Seolah mendengar percakapan mereka, Míng Bīng Shì Pò tiba-tiba mengubah postur tubuhnya. Kedua tangannya terangkat, dan kristal hitam di dadanya bersinar dengan cahaya dingin yang mengerikan."Hati-hati!" teriak Mo Chén, merasakan perubahan aura di sekitarnya.Terlambat. Roh purba itu melepaskan gelombang energi es yang menyapu seluruh area pertempuran. Berbed
Di zona pertahanan, Jian Wei berdiri tegak di depan barisan kultivator yang tersisa. Tangannya terangkat, menopang formasi pelindung yang semakin melemah setiap detiknya. Di sampingnya, Héxié Zhìzūn dan Ling Zhi menambahkan energi mereka untuk memperkuat pertahanan."Formasi ini tidak akan bertahan lama," ucap Jian Wei, keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Jika Mo Chén tidak segera kembali ...""Dia akan kembali," potong Ling Zhi, matanya tidak lepas dari kabut hitam yang semakin mendekat. "Si bodoh itu selalu punya cara untuk selamat."Sementara itu, Ketua Wu berdiri di tengah lingkaran formasi, tangannya membentuk segel rumit. "Líng Xī Zhèn Yā!" (Formasi Penekanan Qi!)Cahaya kebiruan menyebar dari tubuhnya, menciptakan lapisan tipis yang membantu meredam efek penyedotan energi dari Míng Bīng Shì Pò. Para kultivator yang tadinya hampir kehilangan kendali atas qi mereka kini bisa bernapas sedikit lebih lega."Bertahanlah!" seru Ketua
Kabut hitam semakin menebal, bergerak seperti makhluk hidup yang menyerap segala cahaya di sekitarnya. Mo Chén berdiri tegak di depan Míng Bīng Shì Pò, pedangnya berkilau dengan cahaya keunguan yang melawan kegelapan seakan menolak untuk padam."Hei, makhluk jelek!" teriak Mo Chén, mengayunkan Yǐng Mó Jiàn dengan gerakan melingkar. "Kau datang ke pesta yang salah!"Roh purba itu tidak menunjukkan reaksi terhadap provokasi Mo Chén. Mata kristalnya yang dingin menatap kosong. Namun, aura pembunuh yang dipancarkannya semakin mengental di udara. Setiap hembusan napasnya mengeluarkan kabut hitam yang membekukan apa pun yang disentuhnya.Mo Chén melesat ke depan, meninggalkan jejak cahaya pekat. Sosoknya hampir tidak terlihat di tengah kabut hitam yang semakin tebal. Ia memposisikan pedangnya secara horizontal dan menggumamkan mantra."Yǐng Mó Jiàn Wǔ – Dì Yī Shì!" (Teknik Pedang Bayangan Iblis – Bentuk Pertama!)T
Tekanan energi dari roh ini tidak hanya membekukan suhu, tetapi juga mulai menyerap kekuatan spiritual dari semua yang berada di medan pertempuran. Para kultivator tingkat tinggi yang biasanya mampu bertahan dalam situasi ekstrem kini merasakan keterbatasan mereka. Bahkan Mo Chén, dengan kultivasi Pedang Iblisnya yang mendekati sempurna, merasakan kesulitan untuk mempertahankan aliran energi di dalam tubuhnya."Hati-hati!" teriak Ketua Wu, berusaha memperingatkan semua orang. "Roh ini akan menyerap semua qi, bahkan jiwa dari tubuh kalian. Jangan sampai terjebak dalam radiusnya!"Saat kabut semakin pekat, banyak kultivator mulai kehilangan kendali atas energi mereka—seakan kekuatan mereka perlahan menghilang tanpa perlawanan. Beberapa dari mereka jatuh ke tanah, tubuh mereka kehilangan qi secara perlahan, kulit mereka memucat dan bibir mereka membiru. Mereka tidak terluka fisik, namun jiwa mereka seolah direnggut sedikit demi sedikit.
Langit di atas Medan Perburuan Roh bergetar, seakan retakan-retakan kecil muncul di angkasa. Kabut pekat menyelimuti seluruh lembah Shén Wu Gǔ, menciptakan tekanan energi yang menekan jiwa. Para kultivator yang baru saja merayakan kemenangan seketika terdiam, merasakan aura mencekam yang bahkan lebih kuat dari kedua roh yang baru saja mereka taklukkan."Aiyo! Apa lagi ini?" bisik Jian Léi, matanya melebar menyaksikan fenomena alam yang tidak lazim di hadapan mereka.Angin dingin membeku di udara, menciptakan kristal-kristal es kecil yang melayang tanpa jatuh. Para kultivator di sekitar medan pertempuran mulai merasakan sesuatu yang tidak beres, kekuatan mereka seolah terserap perlahan tanpa mereka sadari."Jangan bergerak!" teriak Mo Chén, menyadari bahwa setiap gerakan yang mereka lakukan hanya akan mempercepat penyerapan energi mereka. "Ini bukan roh biasa!"Ketika kata-kata itu meluncur dari bibirnya, bumi bergetar hebat. Retakan es yang tajam
"Chén Gēge! Apa kita hanya menunggu salah satu di antara mereka kalah?" tanya Lei, suaranya hampir tenggelam dalam deru angin dingin yang memeluk medan pertempuran.Di hadapan mereka, pertarungan antara Wù Yǒng Lóng, si naga kabut abadi, dan Hán Shuāng Jù Rén, Titan Es kolosal, berlangsung sengit. Setiap gerakan keduanya meninggalkan jejak kehancuran—kabut beracun yang menciptakan ilusi berbahaya, serta gelombang es yang seakan membekukan waktu. Beberapa kali mereka harus berpindah tempat, menghindari ancaman yang begitu dekat."Kau mau menunggu?" Mo Chén berbalik bertanya, dengan senyum tipis yang terlukis di wajahnya. Tatapan jenakanya meluncur ke arah Lei, penuh keingintahuan."Tunggu saja sampai besok pagi!" jawab Jian Wei sambil memukul kepala Lei dengan gemas.Jian Xia tertawa melihat kejenakaan kakak dan adiknya. "Bisa-bisanya kalian bercanda di situasi seperti ini?" keluhnya. Namun, sorot matanya tetap hangat, penuh kasih sayang kepada ked
Angin dingin menderu lewat celah-celah tebing, membawa serta butiran salju yang berputar liar seperti pasir perak di tengah badai. Medan Perburuan Roh kembali diselimuti ketegangan. Mo Chén berdiri tegak di atas batu tinggi, jubah hitamnya berkibar tertiup angin tajam, sementara matanya yang tajam mengawasi perubahan cuaca yang tak lazim.Apa yang dikhawatirkan akhirnya terjadi. Suara pekikan yang memekakkan telinga terdengar dari kejauhan—sebuah raungan yang membelah langit kelabu."Aiyo! Wù Yǒng Lóng!" teriak para kultivator yang masih terjebak di jalur utama medan berburu. Kabut putih pekat mulai menyelimuti tanah, menyusup ke setiap celah batu dan ranting yang tertutup es.Tanpa menunda waktu, Mo Chén mengangkat tangannya dan melepaskan sinyal cahaya ke langit. Asap keperakan membentuk pusaran kecil sebelum pecah menjadi semburat cahaya yang terlihat dari segala penjuru. Itu adalah isyarat—bukan hanya kepada para pemimpin sekte dan klan untuk mulai men
Kabut turun begitu tebal hingga nyaris menutupi seluruh lembah Shén Wu Gu. Awan kelabu menggantung berat di langit, dan udara mendadak terasa jauh lebih dingin. Hembusan angin membawa aroma tajam tanah basah bercampur dengan hawa es yang menggigit tulang."Apa ini?" Jìng Zhenjun Wángyé bergumam pelan, suaranya nyaris terseret oleh desir angin. Ia memandang sekeliling dengan dahi berkerut, matanya menyapu pemandangan yang tertelan kabut.Di sisi lain, Mo Chén, Jian Wei, dan Líng Zhì berdiri kaku, memandangi kabut pekat yang kini mulai menipis, perlahan mengurai seperti tirai sutra yang ditarik angin. Udara berubah drastis—lebih dingin dari biasanya."Salju?" Líng Zhì menatap ke langit yang mulai dihiasi bintik-bintik putih. Butiran salju turun perlahan, mendarat di bahu dan rambutnya, seolah waktu sendiri melambat menyambut datangnya sesuatu."Sialan!" Jian Wei mengumpat, mendadak waspada. Ia langsung me