"Hmmm...," Baraka tersenyum. "Kau tak perlu mengkhawatirkan aku. Kau tetaplah di sini. Jaga Kakek Setan Bodong. Aku akan segera kembali...."
Di ujung kalimatnya, tiba-tiba Baraka berkelebat meninggalkan halaman rumah batu. Dewi Pedang Kuning menatap kepergian si pemuda dengan hati berdebar. Haruskah dia menyusul.
"Tak perlu...," ujar Kemuning dalam hati, menjawab pertanyaan yang berkecamuk di benaknya. "Aku percaya pada ilmu kesaktian Baraka. Sebaiknya, aku kembali...."
Kemuning berusaha menghilangkan rasa khawatirnya terhadap keselamatan Baraka. Dengan langkah berat, dia lalu berjalan masuk kembali ke rumah batu. Ditemuinya Setan Bodong yang masih terbaring lemah di cekungan tanah.
Sementara itu, Baraka berlari cepat dengan menggunakan ilmu peringan tubuhnya yang bernama 'Kelana Indra'. Baraka tampak tergesa-gesa sekali. Dia memang tak mau kehilangan waktu. Pusar Setan Bodong harus segera didapatkannya. Agar dia bersama Kemuning dapat secepatnya
"Alirkan tenaga dalam dengan lembut, lalu tempelkan di tengah perutku. Hei! Hei! Jangan terbalik! Yang harus ditempelkan adalah bagian ujungnya yang besar itu!"Setengah berteriak Setan Bodong memberi petunjuk pada Pendekar Kera Sakti yang telah kembali ke rumah batu. Sementara, Kemuning tak berani menatap gumpalan daging di tangan Pendekar Kera Sakti karena merasa jijik dan ngeri."Nah! Nah! Begitu! Bergegaslah!" seru Setan Bodong, tak sabaran.Pendekar Kera Sakti yang sebenarnya juga menyimpan rasa jijik dan ngeri, tak mau membuang waktu. Tergesa-gesa sekali murid Eyang Jaya Dwipa itu mengikuti petunjuk yang diberikan Setan Bodong.Tatkala pusar Setan Bodong yang berupa gumpalan daging merah telah ditempelkan ke tempatnya, Baraka dan Kemuning tampak melonjak kaget. Kulit tubuh Setan Bodong yang semula kuning pucat berubah merah matang seperti warna buah tomat masak. Warna merah itu menjalar dari gumpalan daging yang telah melekat di tengah perut si kake
Tak setetes pun darah keluar dari dada Setan Bodong. Agaknya, si kakek punya ilmu kebal yang membuat tubuhnya tak mempan senjata tajam."Jangan turuti hawa marah mu! Lihat itu!" seru Setan Bodong kemudian.Lewat ekor matanya, Kemuning melihat tubuh Baraka yang masih tergeletak di atas tanah. Namun, kini tubuh pemuda itu tampak bergerak-gerak. Kedua pergelangan tangannya menekuk dengan jari-jari terkepal. Bunga-bunga es biru langsung rontok."Uh...!"Pendekar Kera Sakti mengeluh pendek. Perlahan dia bangkit. Dan..., melototlah bola mata Kemuning. Di atas tanah tempat terbaringnya tubuh Baraka tadi, telah tergeletak batu berbentuk limas segitiga berwarna biru."Itukah batu mustika 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air'...?" desis Kemuning.Setan Bodong tak menjawab."Ya, Tuhan...," sebut Baraka seraya memungut sekepal batu yang tergeletak di dekat tubuhnya. Bergegas pemuda itu meloncat ke arah Kemuning. Tanpa sadar dia memeluk dan mencium p
MATAHARI belum begitu tinggi di ufuk kaki langit sebelah timur. Namun sinarnya seolah ingin membakar semua yang ada di muka bumi. Tanah kering merekah. Tak urung, rumput-rumput yang tumbuh di sekitar hutan kecil tempat seorang pemuda tengah berlatih silat pun mengering karena terlalu sering tertimpa sinar matahari di musim kemarau yang berkepanjangan ini.Di tanah agak luas dalam hutan kecil itu Pendekar Kera Sakti memang tengah giat menempa diri mempelajari Pukulan 'Angin Es dan Api' yang diwarisi dari Eyang Jaya Dwipa. Tanpa mengenal putus asa sedikit pun, pemuda itu terus mencoba untuk menyempurnakan Pukulan 'Angin Es dan Api' seperti yang pernah dikatakan oleh Raja Kera Putih.“Ternyata Ilmu Angin Es dan Api yang kau miliki belum sempurna. Nanti kalau dua larik sinar putih dan merah dari kedua telapak tanganmu sudah dapat kau ubah menjadi dua gulungan asap putih dan merah, baru kau dapat menguasai Ilmu Angin Es dan Api dengan sempurna seperti yang Eyang Jaya
Namun..., rentetan kata kakek berambut riapriapan itu segera lenyap tertelan suara gemuruh angin yang terus bertiup di Padang Angin Neraka. Tak ada orang lain yang muncul. Justru dari belakang Setan Selaksa Wajah tampak putaran angin puling beliung!Wesss!"Akkhhh...!"Memekik parau Setan Selaksa Wajah. Kepalanya yang menyembul ke permukaan tanah terasa amat pening luar biasa, bagai terhantam palu godam. Putaran angin puting beliung yang menimpa, memelintir lehernya. Andai kakek itu tidak mempunyai kekuatan tenaga dalam tingkat tinggi, dapat dipastikan bila lehernya akan putus, dan kepalanya akan terbawa putaran angin puting beliung!"Setan alas kau, Banyak Langkirrr...!" teriak Setan Selaksa Wajah, keras menggelegar. Kakek itu berusaha menahan rasa sakit yang mendera kepala dan sekujur tubuhnya. Dia melampiaskan kekesalan dan hawa amarahnya dengan berteriak mengumpat-umpat. Sumpah serapah dan katakata kotor segera tertumpah dari mulutnya.Namun, s
"Hmmm.... Berkali-kali kau mengumpat dan meneriaki ku dengan sumpah serapah mu. Mestinya sekarang ini juga aku harus memecahkan batok kepalamu, Mahisa Birawa...," ujar Raja Penyasar Sukma dengan suara berat menggeram, menyimpan kemarahan pula."Bedebah!" semprot Setan Selaksa Wajah. "Kalau berani kau melakukan itu, rohku yang penasaran akan membalas semua perbuatan kejimu ini!""Ha ha ha...!" Raja Penyasar Sukma tertawa bergelak-gelak. Lempengan batu yang didudukinya bergerak turun-naik. "Siapa takut pada ancamanmu itu, Mahisa Birawa. Kalau aku berniat membunuh orang, tak pernah aku berpikir apa pun akibatnya! Namun..., hmmm... aku masih mau mengampuni nyawamu....""Jahanam! Andai benar apa yang kau katakan, cepatlah kau keluarkan aku dari siksa ini!""Ha ha ha...!" Raja Penyasar Sukma tertawa lagi. "Sabar! Sabar dulu, Mahisa Birawa! Siksa yang tengah kau rasakan ini sebenarnya amat pantas kau terima! Karena, kau benar-benar telah mengecewakan aku! Katak
Saat berpikir-pikir, wajah tampan pemuda tinggi tegap itu jadi tampak polos. Sinar kejujuran dan keluguan semakin terpancar dari sorot matanya. Dia cengar-cengir lagi. Sambil terus mengedarkan pandangan, kakinya terayun.Dimasukinya Hutan Saradan yang sunyi lengang. Disibaknya semak belukar yang menghadang. Dia yakin bila orang yang tengah dicarinya berada di antara jajaran pohon jati di dalam hutan itu."He, Ksatria Seribu Syair...!" teriak si pemuda yang tak lain Baraka atau Pendekar Kera Sakti."Ksatria Seribu Syair...! Kenapa kau lari setelah melihat diriku! Aku jadi semakin yakin bila kau memang seorang pengecut! Keluarlah! Ada satu urusan yang harus segera kuselesaikan denganmu!" Teriakan pemuda dari lembah kera itu membahana panjang.Satwa-satwa hutan tersentak kaget. Mereka langsung lari berserabutan karena gendang telinga mereka terasa pekak. Agaknya, Pendekar Kera Sakti menyertai teriakannya dengan aliran tenaga dalam. Namun, teriakan pemuda lug
"Hmmm.... Kau tak menjawab pun, tak jadi apa. Kau tak perlu meminta maaf. Tapi ingat, seperti yang dulu pernah kukatakan padamu..., pandai-pandailah kau dalam menggunakan otak untuk menimbang dan berpikir. Jangan sampai kau menyesal di akhir perbuatanmu....""Ya! Ya, aku akan mengingat nasihat Paman," sambut Pendekar Kera Sakti. "Tapi, Paman..., apakah Paman tadi juga mendengar rentetan kata syair yang berasal dari dalam hutan ini?"Ksatria Topeng Putih mengangguk. Tak ingin dia berbohong. Yang mengucapkan kata-kata syair tadi memang dia sendiri. Tentu saja dia turut mendengarnya."Aku yakin, si pelantun syair itu adalah Ksatria Seribu Syair," ujar Pendekar Kera Sakti. "Tapi..., benarkah Paman tidak melihat orang lain di dalam hutan ini?""Sudah kukatakan tadi, aku tidak melihat siapa-siapa kecuali dirimu dan tentu saja diriku sendiri," jawab Ksatria Topeng Putih.Lelaki bertubuh tinggi tegap itu tetap tak berbohong. Namun, Pendekar Kera Sakti yang
Tak mau mati konyol dikeroyok puluhan ular berbisa, bergegas Baraka menggerakkan tangan kanannya untuk mencabut Suling Krishna yang terselip di sabuk pinggangnya. Namun tanpa diketahui oleh Baraka, dari belakang pemuda itu melesat seekor ular pohon!Sssttt...!"Ih...!"Terkejut setengah mati Pendekar Kera Sakti. Pergelangan tangan kanannya tiba-tiba telah terbelit seekor ular berkulit hijau berkilat. Dan..., ular pohon sepanjang satu depa itu berusaha membelit tangan Pendekar Kera Sakti yang lainnya. Tentu saja Pendekar Kera Sakti tak mau membiarkan hat itu terjadi. Sambil menekan rasa jijik dan ngeri, dia menarik tangan kirinya ke belakang. Lalu, dia kerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya untuk membentengi tubuhnya dengan ilmu kebal 'Perisai Brahmananda'!"Astaga...!"Baraka berseru kaget lagi. Ternyata, dia tak mampu menghimpun tenaga dalamnya. Dan..., itu berarti ilmu 'Perisai Brahmananda' tak dapat pula dia keluarkan!Padahal, ular po