Home / Pendekar / Pendekar Pedang Mirabilis / Bab 5. Menutup Pintu Pertaubatan

Share

Bab 5. Menutup Pintu Pertaubatan

Author: Enday Hidayat
last update Last Updated: 2025-04-04 23:59:54

Sasaran pedang kalkolitik bukan hanya pendekar yang mengepung Banga, juga prajurit terdekat yang berusaha menyerang dengan tombak.

  Mereka begitu sulit menembus pertahanan pemuda itu, padahal ilmu pedangnya biasa saja, bahkan terlihat aneh.

  Mereka tidak mengenali ilmu pedang kalkolitik, ilmu itu tidak pernah terlihat lagi sejak Dewa Perang muncul terakhir kali pada kekacauan terbesar di abad ketiga, membantu Kaisar Aurelianus untuk menyatukan kembali kekaisaran Romawi dengan mengalahkan Galia dan Tadmur.

  "Kepandaian Banga di luar perkiraan kita," ucap komandan legiun. "Ilmu pedangnya luar biasa."

  Ketua pendekar pun mulai mengakui kehebatan permainan pedang pemuda itu.

  "Kita kurang jauh berkelana," kata ketua pendekar. "Kita tidak mengetahui ada perguruan mempunyai ilmu pedang aneh."

  "Klan Adikara banyak melahirkan cendekiawan, bukan ahli pedang," tukas kepala kampung. "Kau saja merekrut pendekar bodoh sehingga ilmu pedang pemuda itu kelihatan hebat."

  Kepala kampung sudah membayar mahal mereka untuk menjaga keamanan dirinya. Ketika muncul seorang pengacau, mereka kewalahan. Payah.

  Kepala kampung menganggap bantuan prajurit dari istana kurang memadai, maka itu ia menyewa jasa pendekar.

  "Aku minta kalian segera turun ke gelanggang," ujar kepala kampung. "Orang kita bisa habis kalau dibiarkan."

  Ketua pendekar mencabut pedang emas, senjata pusaka yang sudah memakan banyak korban. Komandan legiun menghunus samurai, pedang panjang terbuat dari besi dan baja pilihan.

  Mereka melompat ke udara dan berguling beberapa kali lalu turun di hadapan Banga.

  "Kalian tidak perlu menghampiriku," kata Banga dingin. "Aku akan datang untuk mengambil nyawa kalian."

  "Mereka bukan tandinganmu," sahut ketua pendekar. "Mereka orang-orang bodoh."

  "Kalian berdua juga orang bodoh," tukas Banga. "Aku menunda kematian kalian, kalian minta dipercepat."

  "Bedebah!"

  Ketua pendekar segera maju dan memainkan jurus pedang yang dahsyat. Kepala legiun menyerang dari arah lain. Banga melayani dengan tenang.

  Sesekali Banga membabat prajurit yang menyerang dengan tombak, dan menghantam pendekar dengan tendangan kilat.

  Komandan legiun merasakan getaran hebat setiap kali senjata mereka bentrok. Ia menjadi korban pertama keganasan pedang kalkolitik, baju zirahnya robek dan nyawanya melayang.

  "Aku belum pernah melihat ilmu pedangmu," kata ketua pendekar, tanpa terpengaruh kematian komandan legiun. "Apakah kau belajar dari orang gila? Ilmu pedangmu aneh sekali."

  "Ilmu pedangku terlihat aneh bagi cecunguk yang sebentar lagi menjemput kematian."

  "Jangan menghina kemampuanku!" geram ketua pendekar. "Jendral Ngiu Jie kepalanya tanggal karena berani meniduri istriku saat berpelesir ke Han Timur!"

"Aku tertarik dengan istrimu, maka itu kau harus segera di usir ke alam baka!"

  Banga meningkatkan serangan. Ketua pendekar sibuk menangkis. Dalam satu bentrokan, pedang emas terlepas dan terlepas pula nyawa dari raganya dengan kepala hampir putus.

  "Maju semua!" teriak kepala kampung. "Cincang pemuda itu!"

  Pendekar dan prajurit menyerbu secara bergelombang. Banga beberapa kali melompat ke udara menghindari kepungan dan hinggap di pundak prajurit, sehingga senjata mereka mengenai kawan sendiri.

  Seorang pendekar berambut gimbal mencecar Banga dengan bola berduri. Senjata itu memakan korban beberapa prajurit.

  "Goblok!" maki kepala kampung. "Kau membunuh kawan sendiri!"

  Banga melompat dari satu pundak ke pundak prajurit lain. Prajurit yang dipijaknya jadi korban serangan nyasar.

  Kadang Banga menginjak kepala prajurit untuk titian meladeni para pendekar.

  Ada pendekar nekat bertarung dengan pijakan kepala prajurit, namun dalam beberapa serangan sudah tumbang ke tanah.

  "Kalian adalah orang-orang yang tidak termaafkan!" teriak Banga menggelegar. "Aku sudah menutup pintu pertaubatan untuk kalian!"

  Pedang Banga meliuk-liuk mencari mangsa laksana elang di antara sekumpulan anak ayam.

  Kepala kampung mulai gentar melihat prajurit sena dan pendekar tinggal beberapa puluh saja.

  Pria separuh baya itu mulai memikirkan jalan kabur, dan ia perlu membawa harta kekayaan.

  "Orang-orangku akan tewas semua," keluh kepala kampung bingung. "Pedang yang dipegang Banga seolah bermata, mampu menangkis serangan dari berbagai arah."

  Beberapa prajurit melemparkan tombak ke arah Banga, pemuda itu melompat ke udara dan tombak menancap di dada beberapa kawannya.

  Banga menebas para prajurit yang melakukan serangan gelap itu, perlawanan prajurit pun berakhir, tinggal menyisakan beberapa pendekar.

  Kepala kampung segera masuk ke rumah untuk mengambil harta benda yang dapat dibawa. Ia berniat untuk kabur sebelum para pendekar itu tewas.

  "Kau mau lari ke mana keparat?" geram Banga. "Kesempatanmu untuk hidup sudah habis."

  Banga melakukan beberapa gerakan salto di udara hendak mengejar kepala kampung, para pendekar memburu dan menghadangnya.

  Banga terpaksa melayani mereka. Beberapa pendekar itu berkepandaian tinggi, mereka mampu menghindari ancaman pedang kalkolitik, namun beberapa jurus kemudian mereka bertumbangan.

  Perlawanan selesai begitu kepala kampung muncul dari dalam rumah bersama sembilan perempuan muda dan beberapa kotak harta.

  "Aku sudah mengatakan batas hidupmu sampai hari ini, maka harakiri lebih terhormat bagimu," kata Banga sinis. "Kehormatanmu di neraka akan terjaga."

  Kepala kampung adalah penjilat istana, tidak mempunyai ilmu bela diri. Ketika para pengawal tidak mampu melindungi keselamatannya, maka bersujud untuk mencari selamat perlu dilakukan.

  Kepala kampung memerintahkan semua istrinya untuk berbuat hal yang sama.

  "Ampuni kami, Banga," ratap kepala kampung sambil bersujud berulang kali. "Aku tidak terlibat dalam pemusnahan klan Adikara. Aku sendiri mengutuk kekejian prajurit istana."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 24. Pewaris Tiga Ilmu Dewa

    Banga mewarisi empat ilmu dewa perang; Tapak Dewa, Angin Dewa, Sinar Dewa dan Mata Dewa. Mewarisi teknik pengobatan penyakit dan racun dari dewa obat, dan tujuh jurus inti Dewa Pedang: Angin Topan Menggulung Badai, Gelombang Samudera Meneguk Ombak, Bulan Sabit Menutup Matahari, Harimau Putih Menangkap Buruan, Kupu-kupu Menari Di Awan, Bintang Jatuh Di Teratak, dan Petir Membelah Hujan. Tanda-tanda pewaris tiga ilmu dewa ini sangat misterius dan mustahil terdapat pada klan Nayaka, maka beberapa abad lalu lembaran berita tentang kedatangan ksatria perang dilenyapkan dari kitab kuno istana. "Apakah pemuda itu mewarisi ilmu raja iblis?" ujar tokoh silat istana bertampang Asia Timur. "Dewa pedang hanya memiliki keunggulan senjata, ia mengalahkan ribuan musuh dengan senjata." Semua jurus sakti yang berada di muka bumi tercantum dalam kitab besar istana, maka itu Ratu Nayaka merekrut tokoh silat istana dari berbagai golongan dan memiliki jurus langka. Bahkan beberapa jurus sakti mampu m

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 23. Klan Terkuat

    "Baiklah! Aku mendatangi kalian kalau kalian ragu-ragu untuk mati!" Banga berjalan di antara mayat di halaman menghampiri pasukan kerajaan di pintu gerbang, sambil memegang pedang mirabilis. Komandan perang dan tokoh silat istana heran melihat perilakunya ini. Ksatria besar seharusnya melayang di udara dan langsung menyerang mereka. Bukan berjalan kaki seperti petani hendak pergi ke sawah. Pemuda ini kelihatannya tidak memiliki gin kang memadai. Aneh sekali. "Semakin kentara kalau kekuatan pemuda itu berada di tangannya," kata komandan perang. "Kita rebut pedang kalkolitik." "Aku kira pemuda itu hanya berpura-pura," ujar Jagapati. "Ia ingin menghabisi prajurit dengan cara berbeda. Kau lihat ia tidak meninggalkan jejak di tanah berdebu. Ia tidak benar-benar menginjak bumi." "Kita habisi ksatria itu lebih dahulu." Komandan perang lompat dari kuda dengan jungkir balik di udara, lalu berdiri di halaman menghadang Banga. Jagapati dan beberapa tokoh silat istana istana menyusul deng

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 22. Simbol Kekuasaan Langit

    Debu beterbangan di udara laksana asap membumbung. Satu batalyon prajurit kotaraja memacu kuda dengan cepat, mereka mengenakan zirah serta bersenjata samurai dan panah. Pasukan kotaraja dipimpin seorang komandan perang, turut bersamanya dua puluh tokoh silat istana dengan berbagai senjata pusaka. Kuda berlari melambat mendekati rumah kepala kampung. Komandan perang memberi isyarat untuk berhenti saat tiba di pintu benteng yang rusak parah. "Aku belum pernah melihat pemandangan keji sebelumnya," kata komandan perang marah. Matanya memandang nanar pada mayat yang bergeletakan di halaman. "Prajuritku di perlakukan secara hina dina." Belasan mayat di dekat pintu gerbang diguyur air comberan sehingga penuh lumpur dan berbau busuk, bahkan di muka beberapa mayat terdapat tinja. "Kau komandan perang munafik!" seru Banga, yang berdiri dengan gagah di beranda sambil menggenggam pedang kalkolitik. "Kau berperan aktif dalam pembantaian klan Adikara di kadipaten ini! Mereka dibunuh secara biad

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 21. Berjuang Di Kemudian Hari

    Komandan legiun berkeringat dingin melihat seluruh pendekar dan prajurit bergelimangan darah di halaman, tewas secara mengenaskan. Penduduk meludahi beberapa prajurit yang sekarat dan menginjaknya hingga mati, semasa hidupnya mereka sangat kejam menindas rakyat. Komandan legiun menyesal membiarkan kepala pengawal pergi ke dalam rumah mencari harta yang tertinggal. Tapi ia tidak gentar, ia mencabut pedang komando untuk bertarung sampai mati. "Kau bukan ksatria sejati," geram komandan legiun. "Kau iblis yang haus darah. Apakah hanya kematian yang ada di pikiranmu?" "Hukuman bagi kaki tangan istana adalah kematian," tegas Banga dingin. "Untukmu aku ada toleransi, kau ingin mati dengan cara apa?" "Bedebah!" umpat komandan legiun dengan kemarahan memuncak. "Kau harus membayar perbuatanmu kepada anak buahku!" "Aku akan membayar biaya pemakaman mereka, juga pemakaman dirimu!" Banga meminta Abiyasa mengurus pemakaman korban untuk mencegah penyakit menular dari bangkai yang tergeletak.

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 20. Sudah Terlambat

    Kepala pengawal tidak peduli ksatria perang berasal dari klan mana, ia tak mungkin mampu melawan kekuatan besar istana. Legenda itu hanyalah cerita turun temurun yang entah dari mana asalnya. Kemunculan ksatria perang tidak terdapat dalam kitab kuno Jawa Dwipa, selain pedang kalkolitik yang sangat misterius itu. Ia adalah pendekar bayaran yang bertugas melindungi keselamatan kepala kampung. Orang yang perlu dilindungi sekarang sudah pergi ke kotaraja. Buat apa lagi bertahan di rumah ini? "Aku memeriksa situasi di dalam dulu," kata kepala pengawal. "Apakah semua pelayan sudah meninggalkan rumah ini?" Kepala kampung pergi naik kereta lewat gerbang belakang, membawa harta kekayaan dan beberapa perempuan peliharaan. Ia hanya menyisakan pelayan tua dan tidak berguna di ranjang. "Rumah sudah kosong sebelum ksatria itu datang," kata komandan legiun. "Tinggal dua gundikmu saja. Bukankah ia diminta menunggu?" Kepala pengawal tersenyum licik. "Kau memerintahkan mereka tinggal karena kau ja

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 19. Bukan Ahli Pedang

    Banga melompat terbang melewati pagar tinggi dan mendatangi sekumpulan pendekar yang menunggu di beranda. Puluhan prajurit yang berbaris siaga di halaman segera membubarkan diri dan mengepung Banga dengan bersenjatakan tombak. Kepala kampung tidak kelihatan. Banga curiga ia melarikan diri. Tindakan bodoh kalau bersembunyi di dalam rumah. "Aku ingin bertemu dengan kepala kampung," kata Banga. "Adakah di antara kalian yang ingin menjelaskan?" Banga tidak mengenal kepala kampung, tapi bisa dibedakan dari pakaian ningrat yang dikenakan. Di antara mereka tidak ada yang memakai emblem istana. Banga tidak akan teperdaya jika kepala kampung berpakaian pendekar atau prajurit, karakter pemimpin congkak bisa dibedakan. "Kau tidak perlu tahu keberadaan kepala kampung," kata kepala pengawal yang berdiri di dekat komandan legiun. "Ia akan muncul untuk melihat mayatmu." Banga mendengus sinis. "Cecunguk istana itu takkan pernah melihat mayatku, selain mayat penjilat." "Sombong sekali k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status