Share

Bab 23

last update Last Updated: 2025-10-26 09:48:01

Malam menutup kandang dengan kabut tipis. Bau jerami basah dan panas tubuh kuda mengisi ruang kecil itu; lampu minyak berayun, memberi kilau remang pada bulu kuda yang gelap. Avelinne berdiri tenang, tangan terampilnya menyisir leher hewan itu—gerakannya mantap, teratur, seperti orang yang tahu betul bagaimana menenangkan yang liar.

Langkah tergesa mengusik kesunyian. Elowen muncul dengan keranjang roti dan buah, napasnya terputus-putus. Ia menatap Avelinne cemas, suaranya ditekan agar tak terdengar keluar.

“Di dapur… semua membicarakanmu, Avelinne. Tentang kebun anggur tadi. Ada yang bilang kau berani, tapi lebih banyak yang berbisik… itu berbahaya.”

Avelinne menatap singkat, lalu kembali ke kuda. “Mereka ceroboh merawat pohon-pohon itu,” ucapnya datar, kata-katanya dingin seperti angin malam. “Bukan penyakit yang merata tanpa sebab.”

Elowen menunduk, suaranya kecil. “Kalau itu sabotase… Devereux bisa runtuh
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 28

    Di kamar berhias lampu kristal, Sylvette berdiri di depan cermin. Jemarinya menyusuri kain gaun, matanya berbinar penuh keyakinan. Sebentar lagi aku yang berdaulat di pesta itu. Lucianne, duduk di kursi belakang, tersenyum samar. “Ya… pastikan saat itu tiba, kitalah pemenangnya.” Tekanan halus pada kata kita membuat Sylvette menoleh sekilas, senyum tak luntur, tapi matanya menyipit. “Tentu, saudaraku yang baik. Meski nanti, hanya satu nama yang disebut di sisi Sebastian.” Lucianne menyilangkan kaki, jemarinya mengetuk kursi seolah menghitung langkah bidak. “Benar, hanya satu nama. Tapi panggung yang indah… tak tercipta sendiri.” Cahaya lilin bergetar, memantulkan dua wajah di cermin: satu penuh mimpi, satu penuh kendali. Dari balik pintu, Lady Verenne mengamati. Senyumnya tipis, nyaris tanpa ekspresi, tapi matanya mencatat setiap k

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 27

    Di lorong menuju dapur kastil, langkah tergesa Finn bergema di lantai batu. Jantungnya berdegup kencang; perintah langsung dari Sebastian terasa seperti beban berat yang menekan pundaknya. Ia memasuki dapur dengan hati-hati. Aroma sup dan sayur rebus bercampur asap tungku, tapi Finn nyaris tak merasakannya. Matanya tertuju pada Martha, yang tengah memotong kentang. “Finn, kau bahkan belum menyelesaikan tugasmu,” kata Martha, suara tajam tapi terhenti di tenggorokannya saat melihat wajah pucat Finn. Finn menunduk, hampir berbisik. “Aku… baru saja bertemu Tuan Sebastian. Dia memerintahkan aku mencari Nona Rosse.” Pisau di tangan Martha berhenti di udara. Mata wanita itu melebar, menoleh kanan-kiri, seolah kata-kata itu adalah ancaman yang bisa menyerang siapa pun di sekitarnya. “Kau yakin? Kenapa seorang bangsawan… menanyakannya?” Finn menelan ludah, suaranya serak. “Aku… ak

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 26

    Malam pekat menelan hutan pinus. Roda kereta berderak di jalan berbatu, setiap benturan menggaung tajam, seperti peringatan. Angin dingin menyapu pepohonan, ranting-ranting berayun liar, menaburkan bayangan yang menari-nari di tanah basah. Lolongan serigala memecah sunyi, jauh di kejauhan, seperti alarm yang hanya bisa didengar oleh mereka yang waspada. Tiba-tiba… kereta berhenti mendadak. Hening. Bahkan detak jantung terdengar menembus kesunyian. Pria di depan merogoh ikat pinggangnya, belati berkilat tersingkap sekejap di bawah cahaya bulan. Langkahnya lambat, pasti—setiap gerakan mengumumkan niatnya. Bruakkk!! Pintu kereta terbanting. Tendangan Avelinne mendarat tepat di perut pria itu, tubuhnya terpental, menjerit, debu beterbangan ke udara dingin. “Elowen! Lari!” teriak Avelinne, tangan menggenggam erat adiknya dan menariknya keluar dari kereta. Pr

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 25

    Sore itu, halaman kastil terbungkus cahaya tembaga yang memudar. Kereta kuda menunggu di depan, hitam berkilap, roda besinya berkilau dingin. Dua pria asing berdiri di samping, postur tegap, wajah nyaris tanpa ekspresi—seakan bagian dari mesin yang telah dipersiapkan jauh sebelum hari ini. Elowen berlari melintasi halaman, langkahnya terburu, napasnya terputus. “Avelinne!” serunya, suara pecah di antara derit tali kekang. Avelinne menoleh, senyum tipis tergambar, lebih sebagai penenang daripada jawaban. “Benarkah Lady Verenne akan mengirimmu jauh?” Elowen menahan napas. “Katanya begitu. Untuk belajar menjadi wanita yang anggun,” ucap Avelinne. Nada suaranya datar, namun tatapannya menembus cakrawala seolah mencari sesuatu di balik kabut sore. Elowen mengangkat gendongan mochi di tangannya. “Kalau begitu, aku ikut.” Sebelum ia naik, Avelinne menahan pundakny

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 24

    Di kamar utama, cahaya pagi menembus tirai tipis, menari di atas lantai marmer dingin. Lady Vareen berdiri di depan jendela, memeluk dirinya sendiri. Pikirannya tak bisa lepas dari suara Avelinne—tajam, berani, seolah menghantam kebanggaan keluarga yang dibangunnya bertahun-tahun. Pintu berderit. Henry masuk, langkahnya ringan tapi penuh penguasaan. Ia mendekat dari belakang, melingkarkan lengannya ke pinggang Lady Vareen, dagunya bersandar manja di pundaknya. “Wajahmu penuh resah,” bisiknya, nada manisnya menyembunyikan racun. Lady Vareen tetap menatap taman, napasnya berat. “Gudang menarik anggur dari pasar. Sebelum sempat kuatasi, nama Devereux nyaris runtuh.” Henry menekankan genggamannya di pinggangnya. “Kalau Sebastian gagal, bukankah Marcus bisa melangkah ke depan? Itu jalan yang lebih… aman.” Lady Vareen menggeleng tipis, tapi tak be

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bab 23

    Malam menutup kandang dengan kabut tipis. Bau jerami basah dan panas tubuh kuda mengisi ruang kecil itu; lampu minyak berayun, memberi kilau remang pada bulu kuda yang gelap. Avelinne berdiri tenang, tangan terampilnya menyisir leher hewan itu—gerakannya mantap, teratur, seperti orang yang tahu betul bagaimana menenangkan yang liar. Langkah tergesa mengusik kesunyian. Elowen muncul dengan keranjang roti dan buah, napasnya terputus-putus. Ia menatap Avelinne cemas, suaranya ditekan agar tak terdengar keluar. “Di dapur… semua membicarakanmu, Avelinne. Tentang kebun anggur tadi. Ada yang bilang kau berani, tapi lebih banyak yang berbisik… itu berbahaya.” Avelinne menatap singkat, lalu kembali ke kuda. “Mereka ceroboh merawat pohon-pohon itu,” ucapnya datar, kata-katanya dingin seperti angin malam. “Bukan penyakit yang merata tanpa sebab.” Elowen menunduk, suaranya kecil. “Kalau itu sabotase… Devereux bisa runtuh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status