Suara ponsel yang tiba-tiba berdering mengalihkan pandangan Amora dari beberapa berkas yang ada di hadapannya. Sembari terus berkutat di atas beberapa kertas, tangan sebelah Amora mencoba meraih ponsel itu untuk menjawab panggilan.
“Ya,” singkat Amora memberi isyarat jika ia sudah menerima panggilan dari seberang sana.“Maaf mengganggu, Bu. Hari ini Pak Arta akan berkunjung ke rumah sakit untuk menemui anda,” ucap Riri sopan.Amora mengernyitkan dahinya. “Kenapa kakek hendak menemuiku?”“Maaf Bu, saya kurang mengetahui informasi mengenai hal itu. Hanya saja sebelum pergi, beliau sempat bertanya tentang keberadaan anda saat ini. Dan saya diperintahkan untuk memberitahu anda untuk segera ke lobi rumah sakit,” jelas Riri panjang lebar.Amora terdiam sejenak.“Oke, Ri. Terima kasih,” ucap Amora seraya langsung memutuskan panggilan kemudian membereskan beberapa berkas di depannya itu.Segera setelah mejanya lumayan rapi, Amor“Kukira kau tak akan datang,” ucap seorang gadis dengan segelas anggur di tangannya.Amora tersenyum menanggapi. “Aku hanya kasihan kepada sahabat tercintaku ini. Masa dia harus minum sendirian malam ini.”Amora memanggil seorang pelayan dan memesan satu botol minuman soda kesukaannya. Meskipun pergaulannya diantara orang-orang yang selalu main ke club, Amora tidak begitu sering minum seperti teman-temannya.Anna memanyunkan bibirnya mendengar pernyataan dari Amora yang mengecewakan.“Kenapa kau tiba-tiba mengajakku minum?” tanya Amora setelah meneguk setengah kaleng minuman sodanya.“Aish! Aku mumet sekali minggu ini. Klien-klienku sangat menyebalkan,” sahut Anna kembali meminum sedikit minuman di tangannya.Amora tertawa kecil. “Jika suatu nanti aku punya kasus, apakah kau sukarela menjadi pengacaraku, Na?” Amora sedikit terkekeh.“NO! Aku akan menolaknya! Klien sepertimu hanya akan membuatku stres!” ungkap perempuan i
Sepulang dari rumah Arta, tak ada terdengar di antara keduanya mencoba membuka pembicaraan. Sepanjang perjalanan pulang pun, baik Amora maupun Aksen tak ada yang mau bicara. Aksen sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang selalu mengintai otaknya. Ucapan dan pernyataan Arta tadi sangat mengusik pikirannya. Ia banyak penasaran dan ingin tahu banyak hal tentang Amora di masa lalu semenjak mereka berpisah.Sementara Amora pun sibuk dengan pikirannya sendiri. Entah apa yang akan ia lakukan setelah ini, Amora sangat bingung. Ia bisa melihat kebahagiaan terpancar di wajah Arta ketika mengetahui dan mempercayai jika cucunya hidup penuh cinta bersama Aksen.Padahal ia tak tahu bagaimana yang terjadi di dalam. Di dalam kenyataan, bahwa Aksen hanya akting. Bukan benar-benar menyayangi Amora. Memikirkan itu membuat Amora seketika menghela napas pelan.Setelah sampai di pekarangan rumah Aksen, Amora segera keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Ia harus m
Sepulang Rina dari rumahnya, Aksen kembali turun ke bawah dan mengekori Amora menuju dapur. Ia bersandar di daun pintu seraya melipat kedua tangannya di bawah dada. Dari tempatnya berdiri, Aksen bisa melihat apa saja yang sedang dikerjakan istrinya. Wanita itu sangat sibuk memainkan alat dapur dan memotong beberapa bahan masakan dengan cekatan. Aksen tidak bisa berbohong jika saat ini Amora terlihat menarik dengan kemeja kebesaran membalut tubuh mungilnya sampai ke pha. Rambut yang diikat asal memperlihatkan leher jenjangnya yang sangat putih.“Cari alasan supaya kita tidak jadi pergi,” ucap Aksen tiba-tiba. Amora diam saja. Wanita itu sama sekali tak menghiraukan ucapan Aksen yang pasti akan membuatnya terus berdebat dengan lelaki itu.Menyadari Amora tak merespon ucapannya, Aksen berdecak sebal. “Kenapa aku harus melewatkan tawaran sebagus itu?” sahut Amora tanpa menoleh ke wajah suaminya.“Oke, jika kau mau pergi maka Aurel
“Kau”“Kau!”Aksen mengerutkan dahinya. Terlihat dari wajah bingungnya, lelaki itu seakan bertanya kepada masing-masing individu yang tengah bersamanya, apakah mereka orang yang saling mengenal.“Kita bertemu lagi. Ah, aku sangat yakin kalau kita adalah jodoh!” pria yang tadi bertemu Amora di lobi kini tengah berada di ruangan Aksen. Dilihat dari caranya menyapa ataupun berinteraksi, Amora bisa tahu jika pria itu sangat humoris dan asik untuk diajak ngobrol. Setelan yang tidak formal juga pasti membuat siapapun yang mengobrol dengannya bisa bersikap santai.Pria itu mendekat ke arah Amora yang masih mematung di tempat. Selain Amora yang hanya diam saja, Aksen pun terlihat bingung dengan pergerakan pria itu yang mendekati Amora.“Perkenalkan namaku Diego, kita belum sempat berkenalan tadi!” ujar pria itu seraya tersenyum ramah. Tangannya terulur mengajak wanita di depannya untuk berjabat tangan.Pandangan Amora tertuju p
“Kau senang dia mendekatimu?” dengus Aksen mengarah pada Amora yang tengah berjalan menuju ranjang. Wanita itu tak ambil pusing, ia lebih memilih masuk ke dalam selimut dan menariknya sebatas dada. “Apa maksudmu?” sahut Amora dengan pandangan masih dengan ponsel yang sedari tadi di tangannya. Ia mengecek beberapa jadwal yang harus di alih tanggung jawabkan kepada Dokter lain untuk liburan besok.“Diego”“Oh sepupumu,” cuek Amora tak melirik sedikitpun kepada pria di sampingnya itu. Sesekali Amora mencoba menghubungi seseorang untuk memastikan jadwalnya. Ia harus mematangkan semua persiapan terutama pekerjaan yang akan ia tinggalkan selama tiga hari mendatang. Amora tak mau jika nanti ia tiba-tiba menerima telepon agar bisa kembali sedangkan ia masih dalam masa liburan bersama Aksen.Meskipun Amora tahu, liburan nanti tidak akan seindah ekspektasinya. Aksen pasti akan sibuk dengan pekerjaannya, dan ia terlantar begitu saja. Aks
Setelah 15 menit berlalu mereka sampai di pantai laut utara. Pantai asri dengan air yang begitu jernih dan karang yang menghiasi pantai dengan berbagai bentuk. Ombaknya pun tidak begitu besar, airnya begitu tenang sampai batu-batu di bawah terlihat dengan jelas.Amora menghirup udara segar dengan mata terpejam. Telah lama ia tak meditasi seperti ini karena sibuk bekerja, dan hari ini rasanya ia mendapatkan kebebasan yang sesungguhnya. Dari jauh ia bisa melihat Aksen berdiri di atas karang yang paling tinggi. Baju Aksen berkibar oleh angin pelan yang menghantamnya dengan indah. Tubuh Aksen yang tegap dan tinggi, semakin membuatnya lebih tampan meskipun dilihat dari arah belakang.Amora tersenyum senang melihat Aksen yang sama sekali tak mencoba untuk menghindarinya. Semoga ini adalah awal yang baik untuk hubungan rumah tangga mereka ke depannya. Meskipun Amora tak berharap banyak, ia sudah memikirkan rencana yang matang. Amora tahu diri dan mungkin semuanya tak masalah jika tak sesuai
Hari kedua pergi liburan. Tak ada yang spesial, tak ada perubahan yang begitu nyata terlihat pada sikap Aksen. Pria itu masih saja menghindari dan mencoba menjauhi dimanapun Amora berada. Tapi Amora tak habis akal. Ia terus mengikuti langkah kemanapun pria itu pergi. Meskipun terkadang Aksen menyuruhnya pergi, Amora tak pantang menyerah. Bentakan Aksen, celaan Aksen, seakan menjadi makanan Amora setiap hari.Saking seringnya, Amora sampai aneh jika pria itu tak melakukannya. Amora tak menyadari jika perlakuan Aksen itu telah membuatnya lebih kuat juga lebih kebal. Dan Akhirnya, perkataan Aksen tak bisa menembus pertahanan Amora.Menurut runtutan acara yang telah dibuat oleh Pak Muh, seharusnya mereka pergi ke menara pantai tertinggi yang berada tak jauh dari hotel yang mereka tinggali. Namun Aksen menolak, dan hanya ingin pergi sendirian kemanapun ia mau.Tak ingin melewatkan kesempatan, Amora mengikuti langkah Aksen ke tempat yang ingin pria itu
Setelah mengganti pakaian dengan baju tidur, Aksen meraih ponselnya kemudian duduk santai di atas ranjangnya. Bahunya ia sandarkan ke sandaran ranjang. Sedikit kepikiran tentang apa yang Amora katakan tadi sore. Hal yang selalu menjadi permasalahan atau alasan atas kebenciannya kepada wanita itu. Aksen menyadari kalau dirinya memang tidak mempunyai bukti atas apa yang ia tuduhkan kepada Amora.Tapi sepenuhnya Aksen akan percaya semua yang dikatakan Aurelia, kekasihnya. Tanpa ia cari tahu terlebih dahulu bagaimana sebenarnya yang telah terjadi. Boleh dikatakan bahwa ia buta gara-gara cinta, sampai apapun yang dilakukan Aurelia semuanya terlihat benar di matanya.Sebenarnya bukan cinta. Aksen bingung apakah ia memang mencintai Aurelia atau hanya sekedar rasa balas budi atas kebaikan perempuan itu di masa lalu. Pasalnya Aksen kadang tidak merasa kesal kala perempuan itu berinteraksi lebih dengan pria lain. Akan tetapi ia akan sangat marah jika Aurelia kenapa