Beranda / Romansa / Pengantin di Gerbang Hitam / Bab 3 Perkenalan dengan Elise, Isyarat Diam

Share

Bab 3 Perkenalan dengan Elise, Isyarat Diam

Penulis: Aira Jiva
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-28 12:46:21

Pagi kedua di Kaeswara Estate membawa kesadaran yang dingin bagi Aruna: ia adalah tameng. Tameng yang dibeli mahal untuk melindungi seorang pria dingin dan istri pertamanya yang sakit, dari saudara tiri Aruna sendiri.

Aku adalah Nyonya Kaeswara yang dibeli, dan tugasku sekarang adalah memastikan Pembunuh yang ternyata adalah Penjaga Pagar ini tidak sampai kehilangan asetnya. Rasanya seperti drama sabun yang sangat mahal, di mana aku dibayar untuk menjadi bodyguard pernikahan.

Aruna sedang menelusuri koridor rumah utama, jauh dari pandangan Reyna dan pengawasan Arden. Ia sedang mencari Elise, satu-satunya sumber informasi netral di rumah ini.

Ia menemukannya di ruang tengah, sedang menyusun bunga lili putih di vas kristal. Gerakannya tenang dan presisi, kontras tajam dengan kekacauan emosional yang menyelimuti Kaeswara.

“Aku tidak tahu apa yang lebih sunyi di rumah ini, suara piano Layla, atau kamu, Elise,” sapa Aruna pelan, sengaja memecah keheningan.

Elise tersentak, menjatuhkan setangkai lili ke lantai marmer. Wajahnya yang pucat memancarkan ketakutan instan. Ia segera membungkuk, memungut bunga itu, dan kembali berdiri mematung, menghindari kontak mata Aruna.

“Tenang, Elise. Aku tidak akan mengadukanmu pada Reyna. Lagipula, Reyna akan lebih senang jika aku yang menjatuhkan semua vas ini,” Aruna mendekat. “Aku serius soal kesunyian itu. Kemarin malam, aku mendengar suara piano lagi dari Sayap Kiri. Hanya beberapa nada. Lalu hening. Itu membuatku gila. Di rumah Rendra, bising adalah mata uang. Di sini, kesunyian adalah rahasia.”

Elise meletakkan bunga lili di vas, jemarinya yang ramping bergerak dengan presisi. Ia mengambil lap bersih dan mulai membersihkan tepi vas.

“Aku tahu kau tidak bisa bicara, Elise,” kata Aruna, mencondongkan tubuh sedikit. “Tapi kau bisa mendengar. Dan kau bisa melihat. Kau tahu semua yang terjadi di rumah ini, jauh lebih baik daripada Arden atau Reyna.”

Aruna menurunkan suaranya. “Aku bukan mata-mata Rendra. Aku adalah kompensasi. Aku dibeli. Sama seperti Layla hampir dijual sebelum… sebelum ia menjadi rahasia Sayap Kiri. Rendra mengirimku ke sini untuk mencari tahu. Tapi aku di sini untuk kebebasanku. Dan untuk itu, aku perlu tahu kebenaran Layla.”

Elise berhenti membersihkan vas. Perlahan, ia mengangkat kepalanya. Matanya yang besar dan gelap menatap Aruna. Tidak ada ketakutan kali ini, hanya penilaian. Ia melihat simpati, bukan ancaman.

Elise tersenyum tipis, senyum yang penuh kesedihan. Kemudian, ia melakukan dua gerakan cepat yang sangat jelas.

Pertama, ia meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya. Isyarat Diam.

Kedua, ia menggerakkan tangannya, menunjuk ke arah koridor panjang yang mengarah ke Sayap Kiri.

“Aku mengerti,” bisik Aruna. “Sayap Kiri. Layla. Rahasia yang harus dijaga diam-diam.”

Elise mengangguk tipis. Kemudian ia menunjuk vas lili putih, lalu membuat isyarat tangan lain yang lebih kompleks, ia menggerakkan tangan kanannya dari atas ke bawah, seolah jatuh keras, lalu menunjuk dirinya sendiri, dan kemudian menunjuk ke Sayap Kiri.

“Layla… jatuh? Dan kau… kamu ada di sana?” tanya Aruna, merasakan jantungnya berdetak kencang.

Elise mengangguk lagi, air mata berkilauan di matanya. Lalu ia menunjuk Aruna, membuat isyarat menikah (memasang cincin), lalu ia menunjuk Layla (Sayap Kiri), dan kemudian ia memposisikan kedua tangannya seperti tembok besar di antara Aruna dan Layla.

“Aku adalah dinding. Aku tameng,” simpul Aruna, suaranya tercekat. “Arden menggunakan aku sebagai perisai, bukan hanya untuk Kaeswara, tapi untuk Layla sendiri.”

Elise mengangguk kuat-kuat. Kemudian, ia menunjuk Layla, lalu menunjuk dada kiri Arden (jantung), dan kemudian ia membuat gerakan membayar (seperti menghitung uang).

“Arden merawat Layla dari hati, tapi harus membayar mahal untuk itu? Harga reputasi Pembunuh?” tanya Aruna, kini benar-benar bersimpati.

Elise mengangguk.

“Aku mengerti,” kata Aruna tulus. “Aku akan menjadi Nyonya Kaeswara yang paling patuh. Aku akan menjadi dindingmu.”

Elise tersenyum, senyum tulus yang membuat wajahnya bersinar, dan membungkuk dalam-dalam.

Tiba-tiba, terdengar langkah kaki yang tegas. Reyna!

Elise dan Aruna segera memisahkan diri, kembali ke posisi semula. Aruna berpura-pura mengagumi vas, dan Elise kembali menyusun lili.

Reyna memasuki ruangan. Tatapannya yang tajam menyapu mereka, seperti sinar laser. Reyna berhenti di depan Aruna.

“Nyonya Aruna, saya menemukan Anda terlalu sering berkeliaran di area pelayan,” kata Reyna, suaranya mengandung tuduhan. “Sebagai Nyonya Kaeswara, tugas Anda adalah di ruang baca, atau bersiap untuk menghadiri acara sosial. Bukan menginterogasi staf.”

Oh, si penyihir penjaga ini. Tepat waktu seperti alarm kebakaran.

“Aku sedang mengagumi bunga lili ini, Reyna,” balas Aruna, memetik tangkai yang sudah dipotong, nadanya santai. “Dan aku sedang meminta Elise mengajarkanku bagaimana cara memotong batang agar bunganya tidak layu seperti... loyalitas yang berkarat.”

Reyna mengatupkan bibirnya. Aruna melihat Elise di belakang Reyna menundukkan kepala untuk menyembunyikan senyumnya.

“Elise adalah pelayan. Dia tidak berbicara,” tegas Reyna.

“Tentu saja,” jawab Aruna manis. “Tapi terkadang, yang bisu adalah yang paling jujur. Dan aku butuh kejujuran di rumah ini, Reyna. Karena aku harus menghadapi dewan direksi yang percaya suamiku adalah Pembunuh. Bukankah lebih baik kita bersatu untuk membela Kaeswara? Dan Sayap Kiri adalah inti pertahanan kita.”

Reyna terdiam. Perkataan Aruna yang secara cerdas menggunakan loyalitas Reyna pada Kaeswara, memaksanya untuk berpikir ulang.

“Tugas Anda hanya mematuhi Butir Satu, Nyonya,” balas Reyna kaku, tapi tanpa amarah yang biasa.

“Dan aku akan mematuhinya,” kata Aruna. “Tapi patuh berarti aku tahu siapa musuhku. Dan musuh kita bukan di dalam, Reyna. Itu di luar. Aku adalah kompensasi, tapi aku juga benteng baru.”

Reyna menghela napas, kekalahan kecilnya terasa. “Jangan pernah mencoba masuk ke sana, Nyonya. Demi Tuhan, jangan. Itu adalah yang paling rapuh dari segalanya.”

Itu dia. Aruna telah memenangkan ronde ini. Ia mendapatkan simpati dan kepercayaan dari Elise, dan ia mendapatkan konfirmasi dari Reyna. Aruna kini sepenuhnya berada di pihak Layla dan Arden.

Ia adalah kompensasi, tetapi ia juga sukarelawan untuk melindungi Sayap Kiri.

“Baiklah, Reyna. Aku tidak akan masuk ke Sayap Kiri. Tapi aku akan mencari tahu mengapa ada piano yang memainkan nada pilu tanpa henti di sana, di balik pintu yang dijaga begitu ketat.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 7 Harga Kepercayaan

    “Kau sudah tahu, Tuan Kaeswara? Rendra datang. Dia menggunakan utangku yang sudah lunas sebagai senjata baru. Dia bilang, status Layla sekarang adalah utang yang bisa digandakan tiga kali lipat jika aku tidak bekerja sama.”Aruna mengucapkan kata kata itu begitu menutup pintu ruang kerja Arden. Ini adalah rapat darurat, dan Aruna ingin memastikan Arden tahu bahwa taruhannya kini jauh lebih tinggi, melibatkan kebebasan Aruna sendiri.Arden berdiri di dekat jendela, berbalik. Wajahnya keras namun menunjukkan kekhawatiran yang tidak dapat disembunyikan.“Aku tahu. Aku menerima pesanmu,” jawab Arden, suaranya rendah dan tajam. Merujuk pada pesan tertulis yang disampaikan Elise sebelumnya. “Aku tahu dia tidak akan diam. Tapi aku tidak menduga dia akan secepat ini menggunakanmu.”“Dia memaksaku menjadi mata-matanya, mencari kelemahan di Sayap Kiri, dan membuktikan Layla masih hidup dan tidak kompeten,” je

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 6 Rendra Menagih

    “Oh, pesta apa ini? Aku kira rumah ini melarang tamu yang tidak diundang, terutama tamu yang baunya seperti tagihan utang berjalan.”Aruna mengucapkan dialog hook itu begitu melihat Rendra dan Ibu Ratna di ruang tamu. Ia harus mengendalikan dirinya; Rendra adalah ancaman nyata bagi jaminan kebebasannya.Rendra tertawa kecil, suara serak yang menjengkelkan. “Selamat pagi, Aruna. Kami datang untuk melihat keadaanmu. Apakah suamimu memperlakukanmu dengan baik?”“Aku baik-baik saja, terima kasih. Bahkan jauh lebih baik setelah aku yakin tidak ada ‘tamu’ yang akan menjualku lagi,” jawab Aruna, duduk di sofa, mempertahankan sikap santai. “Lupakan basa-basi drama. Katakan saja apa yang kalian inginkan. Ini rumah Arden, bukan balai pertemuan keluarga Nirmala.”Ibu Ratna segera memasang wajah sedih. “Nak, Ibu sangat mengkhawatirkanmu. Rendra memberitahu Ibu, kamu bekerja sangat keras di sini…”“Aku tidak ‘bekerja’, Ibu. Aku adalah aset. Aset yang dibeli dengan utang Ayah. Fokus pada bisnis, bu

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 5  Harga Sekutu

    “Aku melihat lumpur itu sudah bersih, Tuan Kaeswara. Tapi aku rasa ini bukan pekerjaan satu kali. Pagar besi itu akan selalu punya lubang jika ada yang terus menerus mencoba memanjatnya dari dalam.”Aruna membuka pembicaraan, menyerang langsung pada inti masalah Layla, seolah-olah ia sedang membahas laporan risiko perusahaan, bukan istri pertama Arden yang mencoba melarikan diri. Ia menyentuh garpu di tangannya, matanya terpaku pada Arden yang sedang mendongak dari piringnya. Keheningan yang biasanya terasa mematikan kini terasa personal dan penuh ketegangan strategis.“Aku sudah menanganinya. Seperti yang aku bilang,” jawab Arden, nadanya datar, namun ketegangan di rahangnya jelas terlihat. "Aku sudah menjamin tidak akan ada lagi insiden seperti itu."“Kau menanganinya dengan baik secara fisik. Tapi secara strategis? Itu kegagalan,” kritik Aruna. “Kau hanya menutupi jejak, bukan menyelesaikan motif. Kau punya tameng mahal di sini, yang sudah kau beli dengan lunas. Kau tahu aku bukan

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 4 Sentuhan Aneh dan Jejak yang Dicuci

    “Aku menemukan noda lumpur yang mencurigakan di tangga utama, Tuan Kaeswara. Aku curiga ini pekerjaan hantu, bukan hanya pelayan ceroboh.”Aruna mengucapkan kalimat itu dengan nada santai, seolah ia sedang mengomentari cuaca, sambil menyesap kopi di ruang makan. Sapu tangan 'L' yang ia sembunyikan memberikan kepercayaan diri yang berbahaya.Arden sudah duduk di sana, membaca laporan, namun terlihat jelas ia tidak fokus. Ketegangan memenuhi udara pagi, lebih pekat daripada aroma kopi termahal sekalipun.“Hantu apa?” tanya Arden tanpa mendongak, suaranya pelan dan mengancam.“Hantu yang basah. Dan suka bermain lumpur di dalam rumah,” jawab Aruna, mengabaikan ancamannya. Ia meletakkan cangkirnya dengan bunyi klik yang disengaja. “Mungkin dia kedinginan dan ingin pindah dari benteng Sayap Kiri. Atau mungkin, dan ini hanya spekulasiku ya, pagar besi Anda punya lubang.”Arden perlahan meletakkan penanya. Ia mendongak, matanya yang gelap penuh kewaspadaan. Ini bukan kemarahan. Ini kepanikan.

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 3 Perkenalan dengan Elise, Isyarat Diam

    Pagi kedua di Kaeswara Estate membawa kesadaran yang dingin bagi Aruna: ia adalah tameng. Tameng yang dibeli mahal untuk melindungi seorang pria dingin dan istri pertamanya yang sakit, dari saudara tiri Aruna sendiri.Aku adalah Nyonya Kaeswara yang dibeli, dan tugasku sekarang adalah memastikan Pembunuh yang ternyata adalah Penjaga Pagar ini tidak sampai kehilangan asetnya. Rasanya seperti drama sabun yang sangat mahal, di mana aku dibayar untuk menjadi bodyguard pernikahan.Aruna sedang menelusuri koridor rumah utama, jauh dari pandangan Reyna dan pengawasan Arden. Ia sedang mencari Elise, satu-satunya sumber informasi netral di rumah ini.Ia menemukannya di ruang tengah, sedang menyusun bunga lili putih di vas kristal. Gerakannya tenang dan presisi, kontras tajam dengan kekacauan emosional yang menyelimuti Kaeswara.“Aku tidak tahu apa yang lebih sunyi di rumah ini, suara piano Layla, atau kamu, Elise,” sapa Aruna pelan, sengaja memecah keheningan.Elise tersentak, menjatuhkan seta

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 2  Aturan Emas dan Si Tukang Kritik

    Arden Kaeswara berhenti tepat di depan Aruna. Tubuhnya yang menjulang memancarkan bahaya dan otoritas.“Benteng?” tanya Aruna, sama sekali tidak gentar. Ia mencengkerang sapu tangan berinisial 'L' itu erat-erat. “Kau menyebut Kaeswara Estate ini benteng? Aku pikir ini cuma rumah besar yang butuh perbaikan saluran air, Tuan. Apa yang kau sembunyikan di bentengmu sampai harus dibayar dengan utang darah keluargaku?”“Berikan itu padaku,” perintah Arden, suaranya lebih rendah, hampir menggeram. Matanya menatap sapu tangan sutra di tangan Aruna. “Sekarang. Jangan membuat dirimu semakin tidak berguna.”Aruna menggeleng, mempertahankan kontak mata. “Tidak. Ini adalah kompensasi kedua yang aku dapatkan malam ini. Aku baru menyadari bahwa ‘Pembunuh’ ini ternyata sangat sentimental. Siapa pemilik sapu tangan ini, Tuan? Hantu yang main piano?”Arden meraih pergelangan tangan Aruna. Cengkeramannya kuat, tetapi terkontrol, peringatan yang dingin.“Kau sudah membaca Aturan Emas,” kata Arden, dingin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status