Saat siang hari. Ethan pergi menjemput Ellen bersama sopirnya. Sesampainya di sekolah Ellen, Ethan melihat Emma yang sedang berjalan sambil menggandeng tangan dengan wajah riang.“Itu Papa.”Suara nyaring putrinya terdengar di telinga. Ethan tersenyum pada Ellen yang melambai ke arahnya.Begitu mobil berhenti di depan Emma dan Ellen berdiri, lalu Ellen segera masuk begitu Emma membuka pintunya.Emma memastikan Ellen duduk dengan benar. Emma hendak menarik tubuhnya yang sedikit membungkuk di dalam mobil, tapi Ethan menahannya.“Duduklah di sini,” titah Ethan.Bola mata Emma melebar. Dia menatap Ethan dengan ekspresi bingung.“Maksudnya, Tuan?” tanya Emma masih berada di posisinya.“Duduk di sini bersama kami,” ulang Ethan.“Asyik,” teriak Ellen kegirangan, “sini Kakak Emma, duduk di sini.” Ellen menggeser duduknya ke arah Ethan.Emma mengulum bibir, dia ragu tapi Ethan mengangguk pelan agar Emma segera masuk.Akhirnya Emma masuk di kursi belakang, dia duduk di samping Ellen.Mobil itu
Imelda meninggalkan rumah Ethan bersamaan dengan sang cucu dan cicitnya yang berangkat beraktivitas. Imelda baru saja tiba di rumah. Dia melangkah pelan masuk ke dalam rumah dan langsung dihadang oleh Rosalinda.“Mama sudah menginap di rumah Ethan dan pasti melihat bagaimana pengasuh Ellen, kan? Sekarang, bagaimana pendapat Mama?” tanya Rosalinda begitu antusias. Dia menatap penuh harap pada Imelda akan sepaham dengannya.Imelda menatap datar pada Rosalinda. Dia tak langsung menjawab, tetapi memilih melangkah menuju ruang keluarga lebih dulu.Imelda duduk di salah satu sofa kemudian tatapannya tertuju pada Rosalinda yang duduk di dekatnya.“Apa yang aku katakan benar, kan?” tanya Rosalinda tak sabaran.“Lebih baik kamu berhenti mencampuri urusan rumah Ethan.” Imelda bicara dengan nada tegas. Dia menoleh pelan pada Rosalinda.Ekspresi antusias di wajah Rosalinda berubah suram. Dia menatap heran pada Imelda.“Apa maksud Mama? Sebagai seorang ibu, apa aku salah jika memberi putraku perh
Imelda menyesap teh dengan tenang, setelahnya dia kembali menatap pada Ethan.“Apa perlu nenek yang memberi pemahaman pada mamamu agar kamu tidak disebut anak durhaka jika melawannya?”Ethan terkesiap. Dia menatap sang nenek yang sedang meletakkan cangkir di meja.“Apa Nenek mau?” tanya Ethan.Imelda menatap pada sang cucu, bagaimanapun Ethan adalah cucu satu-satunya yang sejak kecil sangat dia manjakan. Di saat Rosalinda sibuk dengan bisnisnya, Imelda lah yang selalu ada untuk Ethan.Jadi, bagaimanapun Imelda pasti akan lebih berpihak pada Ethan.“Nenek lebih percaya kamu bisa memilih pasangan yang baik,” balas Imelda, “ya, walaupun sebelumnya gagal, tapi nenek yakin kamu tidak akan mengulang kesalahan yang sama dua kali. Jadi, mamamu tidak perlu mengaturmu, kamu berhak menentukan jalan hidupmu sendiri.”Imelda tersenyum hangat pada sang cucu.Kecurigaan dan kecemasan di wajah Ethan memudar. Dia begitu lega karena sang nenek berpihak padanya.Ethan akhirnya mengangguk kecil.“Nenek a
Saat malam hari. Ethan pulang lebih awal karena ada Imelda yang akan menginap di rumah. Setelah makan malam, Ethan berada di ruang keluarga bersama Imelda, menemani sang nenek minum teh.“Nenek datang ke sini sebenarnya untuk memastikan sesuatu darimu,” kata Imelda sambil meletakkan cangkir teh kembali di meja.Tatapan Ethan berubah datar. Sudah bisa ditebak alasan Imelda datang tiba-tiba ke rumahnya. Dia sudah gelisah sepanjang hari mencemaskan apa yang akan Imelda lakukan di rumah saat dia bekerja, walaupun kenyataannya tak ada satu pun ketakutan Ethan yang terbukti.“Nenek dengar dari mamamu, kalau pengasuh Ellen suka menggodamu dan bersikap tak baik. Apa itu benar?” tanya Imelda dengan tatapan menyelidik pada Ethan.“Nenek sudah seharian di sini, pasti berinteraksi dan melihat bagaimana Emma, untuk apa Nenek bertanya soal penilaianku?” Ethan menjawab dengan tenang. Dia menyilangkan satu kaki, lalu satu lengannya bertumpu di tepian sofa.Kening Imelda berkerut samar. “Ya,” balasnya
Jemari Fiona merayap di dada Ethan. Dia membungkuk di atas tubuh Ethan dengan tatapan intim pada pria itu.Rahang Ethan mengetat. Ekspresi wajahnya semakin dingin. Dia menangkap tangan Fiona, lalu mencengkramnya kuat sampai kulit pergelangan tangan Fiona memerah.Fiona meringis menahan sakit, tapi dia tak bisa menarik paksa tangannya.“Kamu ke sini hanya untuk menggodaku?”“Aku menyukaimu, Kak. Bukan menggoda,” balas Fiona penuh percaya diri.“Tingkahmu ini seperti jalang.”Fiona tersentak.Ethan mendorong tangan Fiona sampai tubuh sepupunya itu mundur dan menjauh dari tubuhnya. Setelahnya Ethan segera berdiri, tatapan matanya begitu tajam menghujam ke arah Fiona.Fiona menatap Ethan dengan bola mata berkaca-kaca, dia tak menyangka Ethan akan bersikap kasar seperti ini.“Keluar dari ruanganku!” Ethan menunjuk ke pintu ruang kerjanya dengan sangat tegas.Fiona mengepalkan telapak tangan, lalu dia segera berdiri dari duduknya dengan amarah yang membuncah. Bahkan Fiona menarik kasar pint
Ethan dan Imelda sudah berada di ruang makan untuk sarapan. Mereka menunggu Ellen yang akhirnya tiba bersama Emma.Imelda memperhatikan Emma yang membantu Ellen duduk, lalu menyelipkan lap bersih di kerah seragam Ellen. Sikap dan cara menatap Emma pada Ellen memang sangat tulus, hal ini membuat kening Imelda berkerut halus ketika mengingat ucapan Rosalinda juga apa yang dia dengar dari percakapan Rosalinda dan Fiona semalam.“Ada apa, Nek?” tanya Ethan saat menyadari ke mana arah tatapan Imelda tertuju.Imelda menoleh pada Ethan, senyum samar terbit di wajahnya.“Tidak ada,” balasnya.Mereka semua sarapan bersama. Imelda sesekali memperhatikan Emma yang menyuapi Ellen dengan telaten sampai cicitnya itu makan dengan lahap.Setelah sarapan, Ethan bersiap pergi kerja sekalian mengantar Ellen ke sekolah.“Nenek masih akan tinggal?” tanya Ethan sebelum pergi.“Apa kamu mengusir nenekmu ini?” Imelda menatap penuh arti pada Ethan.“Bukan mengusir, aku hanya bertanya,” balas Ethan, “kalau beg