"Paman bohong! Katanya tante Nina yang datang kok malah wanita itu," ketus Amel ketika dia menelepon kepada Pamannya, Aditya."Amel, Ariana nanti akan menjadi sekretaris Paman. Dia harus tahu pekerjaannya apa termasuk menjemput kamu." Adit menjelaskan."Ah nggak mau! Amel maunya tante Nina bukan sama Ariana!" kekeh Amel. Adit membuang napas panjang, semua ini karena Adit serta kedua orang tuanya memanjakan Amel jadinya anak ini sangatlah keras kepala. "Semua ini karena tante Nina nikah, kan? makanya Paman sengaja menggantinya dengan orang lain supaya tante nggak dekat lagi sama Amel. Lagian kenapa sih tante Nina nggak nikah sama orang lain? Paman harusnya lebih berusaha lagi untuk dapetin tante Nina.""Diam!" Kali ini Adit naik pitam. Amel sudah berlebihan dengan meninggikan suara dan membahas hal yang nggak pantas dibìcarakan. "Kalau kamu nggak mau dijemput sama sekretaris Paman itu terserah kamu tapi kamu keterlaluan sekali menyangkut pautkan pernikahan Nina dan tidak sopan pada Pam
Nina tersenyum lebar. "Sekarang saya mengundurkan diri. Pastinya saya akan merindukan kalian semua dan juga suasana kantor tapi saya yakin dengan keputusan saya untuk keluar dari perusahaan. Saya harap saat saya keluar kalian masih sama. Suka menolong, ramah dan baik kepada sesama karyawan." Wanita berusia 30 tahun tersebut kemudian melihat ke arah Ana. Dia lalu mengisyaratkan agar Ana mendekatinya. "Saya harap teman saya, Ariana mendapat perlakuan sama sewaktu saya masih menjadi karyawan baru. Dia sangat baik dan kompeten dalam bekerja." Ariana menatap penuh haru. Kedua bola mata tampak berkaca-kaca tapi segera ia kesat dengan kasar. "Besok saya tidak akan datang ke kantor lagi tapi malam ini, ayo kita bersenang-senang karena setelah makan malam kita akan ke tempat karaoke!" Semua orang langsung bersorak gembira mengingat jika mereka akan ditraktir lagi. Namun suasana hati Ariana masih sedih dan terus menatap Nina. Makanan yang ia ambil dibiarkan dingin dan hanya dimakan sedikit t
Tiga jam telah berlalu, Ariana berembus napas lega sebab rapat berjalan lancar tanpa adanya gangguan. Adit pun tidak protes ketika dia datang sampai rapat pun, meski tampak tenang Ariana yakin bosnya tengah berpikir keras."Tolong ke kantor, kita harus buat laporan rapat untuk atasan." Adit berbicara tenang kepada Ariana. Wanita itu menurut saja, dia tak ingin Adit tiba-tiba berubah pikiran kemudian hanya menyusahkan diri sendiri. Sekarang Nina tidak lagi bekerja, siapa yang mau membantu pekerjaan Adit selain Ariana sendiri?"Kalau datang bawakan kopi juga untukku yang saya sering saya pesan." Adit tiba-tiba berkata dengan nada kesal."Maaf, saya bisa langsung membuatnya kalau anda mau.""Tidak perlu, kau bisa membuatnya nanti setelah makan siang. Kita harus selesaikan laporannya dulu sudah dicatat kan semua hasil rapatnya?""Iya pak," jawab Ariana singkat."Baiklah kalau ada yang tidak dimengerti tolong tanyakan saya. Saya mau menyelesaikan dulu berkas yang belum saya lihat. Kamu kal
Ariana sama sekali tak merasa bersalah malah ia mendengus kesal setelah melihat atasannya masuk ke dalam ruangan. "Dasar bos galak, sukanya mengancam terus karyawan. Aku merasa kasihan pada Nina, dia pasti kesusahan harus menjadi sekretaris Adit."Mungkin hal ini pula mengapa Adit begitu jatuh hati pada Nina. Akhirnya Ariana menepis semua pemikiran tersebut dan kembali fokus pada laporan yang ia kerjakan.Jam istirahat akhirnya tiba. Ariana menghentikan kegiatan mengetiknya dan berdiri dari kursi menuju kantin kantor yang letaknya berada di bawah. "Ana, mau kemana kamu?" pertanyaan Adit sontak menghentikan Ariana.Memutar matanya bosan, ia melihat Adit dengan senyum yang dibuat seramah mungkin. "Mau ke kantin Pak, saatnya makan siang." Ariana menjawab jujur."Masuk dulu, ayo kita bahas tentang laporan yang kamu buat." Adit kemudian menutup pintu sementara Ariana merasa muak. Ariana tetap mengikuti perintah Adit dan membawa laptop yang digunakan olehnya.Beberapa menit berlalu dihabisk
"Diaz sayangku. Maaf aku baru bisa menghubungimu sekarang. Ayah tak mau aku meneleponmu jadi menyita ponselku selama beberapa hari. Hari ini aku akan menikah dengan pria asing tapi jangan khawatir, kau tetap kekasih yang paling aku cintai. Maaf kalau aku sering berbuat salah padamu dan terima kasih atas segala cinta yang kau berikan. Dari kekasihmu, Ariana." Begitulah pesan dari Ariana kepada pacarnya Diaz. Dalam balutan gaun Ariana, wanita berusia 24 tahun menghela napas berkali-kali. Ini adalah hari yang terpenting baginya tapi dia sama sekali tak merasa bahagia. Bukan tanpa sebab, wanita itu dipaksa menikah dengan seorang lelaki asing. Kata Ayahnya ini adalah pernikahan bisnis dan Ariana tidak bisa menolak.Ariana yang tak setuju segera menolak dengan alasan bahwa dia memiliki kekasih tapi tak didengar oleh Ayah, pria itu tetap kekeh akan keputusannya. Meski Ariana menangis darah sekalipun Ayah tidak mau mendengarkan.Pada akhirnya disinilah Ariana berada di sebuah ruangan dengan se
Sekitar jam delapan Ariana akhirnya sampai di rumah. Langkahnya gontai serta mata bengkak telah mengartikan banyak hal kepada setiap orang yang berpapasan dengan dia termasuk Ayahnya sendiri, Risman.Lelaki paruh baya itu sendiri telah menunggu di teras rumah dengan tenang. Ariana kembali tak bisa menyembunyikan tangis saat menemukan sosok pria paruh baya tersebut. Segera ia hampiri dan memeluknya."Ayah benar, Diaz itu berengsek. Dia hanya ingin memanfaatku saja," katanya sambil terisak. "Sekarang apapun yang dikatakan Ayah, Ana akan menurut."Risman melepas pelukan Ariana menatap putrinya serius. "Benar mau ikut apa perkataan Ayah?" Ariana mengangguk cepat.Lantas senyuman manis terlukis di bibir pria berusia 50 tahun tersebut. Dia lalu masuk ke dalam rumah, sambil mengiring koper besar yang Ariana kenal. Diberikannya koper tersebut pada putrinya. "Pergi dari rumahku sekarang!" hardik Risman tiba-tiba.Ariana kehilangan kata-kata. Sungguh tak menyangka dia akan diusir secepat ini, b
Dua minggu telah berlalu tapi Ariana hanya mendapatkan surat penolakan dari beberapa perusahaan dengan alasan pendidikannya cukup tinggi untuk melamar menjadi karyawan. Seakan Ariana tak pantas untuk bekerja di bidang tersebut. Selama dua minggu itu pula Ariana bekerja keras dengan membersihkan rumah, memasak layaknya ibu rumah tangga.Setiap hari dia sangat lelah tapi untuk apa mengeluh. Ini bukan rumah yang menjadi tempatnya berleha-leha. Ariana tahu diri dan mengerti betapa sulitnya Elisia bekerja keras. Dia sangat berharap ada orang yang mau memberinya pekerjaan, meski nanti dibayar kecil setidaknya akan mengurangi beban Elisia."Gimana? Udah dapat email mereka?" Ariana membuang napas kasar."Mereka menolakku lagi dan alasannya sama. Aduh aku nggak ngerti deh jalan pikiran mereka, harusnya mereka senang dong punya karyawan yang berpendidikan tinggi, ini kok malah ditolak," omel Ariana kesal."Yah mungkin bukan rejeki kamu sabar aja nanti juga dapat kok. Tinggal berapa email lagi y
Firman menarik napas panjang. Dia berjalan Setelah selesai dari rapat Firman segera menuju tempat Direktur. Diketuknya sebentar lalu masuk ke dalam. Seorang pria kisaran usia 27 tengah sibuk dengan file. Begitu sibuk sampai tak menyadari datangnya Firman itu pun hanya dilirik sekilas. "Ada apa Chief? Sudah dapat seseorang yang menggantikan Nina.""Sudah Direktur, ini kandidat yang kita punya untuk jadi sekretaris Direktur." Firman membalas sambil meletakkan di meja."Iya, iya terima kasih nanti kalau kerjaku sudah selesai aku pasti akan baca. Boleh pergi tidak? Aku ingin fokus bekerja." Firman menarik napas panjang. Dia kemudian balik kanan hendak menuju pintu keluar. Langkah mendadak berhenti.Firman menatap lagi sosok Direktur yang sedang sibuk mengetik. "Aditya," panggil Firman. Pria bernama Aditya itu langsung menoleh lurus ke arah Chief."Aku tahu kau sedang memiliki masalah tapi jangan terlalu memaksakan diri. Kau juga harus beristirahat." Aditya termenung sebentar. Dia mengangg