Share

Bab 5

Author: Starry
Marcus menyadari bahwa Ravina berubah total. Dulu, meskipun matanya tidak bisa melihat, Ravina selalu senang duduk di taman sambil minum kopi. Dia menyebutnya sebagai cara untuk "merasakan alam".

Ravina juga akan menemani Lowie bermain balok susun, menonton berita bersama, bahkan sesekali memasak dua hidangan untuk mereka dengan bantuan pembantu.

Dulu Ravina begitu cerah, hangat, dan hidup bagaikan bunga liar yang tumbuh bebas di bawah sinar matahari.

Namun sekarang, selain makan, Ravina hanya mengurung diri di kamar. Dia duduk diam di depan jendela kaca besar sambil menatap langit yang kosong. Bagaikan bunga yang akan layu, tidak ada sedikit pun tanda kehidupan di dalam dirinya.

Marcus merasa panik melihat perubahan drastis ini. "Ravina, kamu kenapa akhir-akhir ini? Apa kamu marah karena aku nggak menemani kamu dua kali terakhir ke terapi?"

"Tenang saja, lain kali, aku pasti temani kamu, ya?"

"Jangan diam aja, aku mohon ...."

Di akhir kalimatnya, suara Marcus bahkan terdengar nyaris menangis.

Namun, jika Marcus memang begitu takut kehilangan dirinya, kenapa dia masih menyimpan wanita lain? Bahkan membiarkan mereka tinggal di rumah yang sama tanpa rasa bersalah?

Bahkan sebelum mengucapkan kalimat barusan, dia baru saja keluar dari kamar Willianti! Di sudut bibirnya masih ada bekas lipstik yang belum sepenuhnya dibersihkan!

Hanya karena Ravina buta, apa boleh dia diperlakukan semena-mena seperti ini? Memangnya gara-gara siapa matanya ini buta?

Ravina mengangkat tangan. Marcus refleks menggenggam tangan itu dan membawanya ke wajahnya. Dengan jemarinya, Ravina menelusuri alis dan mata pria itu ... wajah dari pemuda yang pernah dia cintai.

Wajah itu tidak banyak berubah, hanya terlihat lebih dewasa dan matang. Namun, hatinya sudah bukan milik Ravina lagi. Bukan lagi pemuda yang dulu dia selamatkan tanpa ragu.

Tiba-tiba, terdengar suara letusan kembang api dari luar jendela. Kembang api meledak di langit malam, mewarnai seluruh permukaan sungai dengan cahaya yang semarak.

Dari lantai bawah, samar-samar Ravina mendengar suara Lowie berseru dari arah halaman rumput. "Tante Willi, lihat nggak? Ini kembang api yang dipasang Papa buatmu, khusus untuk rayain kamu mau lahirin adik perempuan!"

Ravina berkata dengan getir, "Di luar itu ... kembang api ya? Sudah lama aku nggak lihat."

Marcus memandangnya penuh kasih sayang. "Nanti kalau matamu sudah sembuh, aku akan nyalain kembang api tiga hari tiga malam khusus buat kamu, biar kamu puas lihatnya, ya?"

"Kamu jangan pernah menyerah, aku dan Lowie akan selalu ada di sisimu." Marcus memeluknya erat dan membujuk dengan suara lembut.

Heh ... jadi, Marcus mengira dia murung karena hasil terapi terakhir tidak memuaskan. Marcus, oh Marcus ... andai saja kamu menemani aku ke rumah sakit meski sekali saja, kamu pasti sudah tahu kebenarannya.

Namun sayangnya, kamu tidak pernah datang. Maka dari itu, hubungan kita memang sudah seharusnya berakhir.

Pikiran itu membuat Ravina perlahan melepaskan diri dari pelukannya. "Nggak usah, terlalu mubazir," ucapnya pelan.

Marcus tersenyum lalu mencolek hidungnya. "Mana mungkin itu mubazir? Kamu lupa ya apa yang pernah aku bilang? Apa yang dimiliki orang lain, kamu juga harus punya. Aku mau seluruh dunia tahu aku cinta kamu dan aku nggak bisa hidup tanpamu."

Ravina hanya terdiam. Karena dia tahu, orang yang baru saja menyatakan cinta itu ... nanti malam akan turun ke lantai satu, berpelukan dan bercumbu sepuasnya dengan wanita lain.

Mungkin karena menyadari Ravina masih murung, Marcus dan Lowie pun mengusulkan untuk mengajaknya menghadiri sebuah pesta. Ravina tidak berminat. Dia hendak menolak, tapi Marcus sudah lebih dulu menyuruh sopir menyiapkan mobil dan mulai memilihkan pakaian untuknya.

Lowie ikut membantu mengambil perhiasaan dari kotaknya dan mencoba mencocokkannya di depan Ravina. "Mama pakai yang ini kelihatan cantik."

Marcus tersenyum, "Mamamu pakai apa saja pasti cantik. Nggak usah dikasih saran sama bocah sepertimu."

Mereka mendandani Ravina sedetail mungkin, kemudian membantu menuntunnya turun tangga dan masuk ke mobil dengan sangat hati-hati. Sepanjang perjalanan, Lowie terus bercerita tentang hal-hal lucu di TK, berusaha menghibur Ravina.

Akhirnya mobil berhenti di sebuah manor mewah. Ravina sempat bertanya-tanya mengapa Willianti tidak ikut. Namun begitu turun dari mobil, dia melihat Willianti yang berpakaian mewah dengan perut yang menonjol, sedang berdiri di tengah keramaian seperti Nyonya dari pesta tersebut.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 24

    Oscar mengangkat tangan untuk merapikan kerutan di antara alis Ravina dengan lembut. "Kalau begitu, gimana kalau kita tunda dulu pernikahannya? Aku bisa temani kamu pulang ke negara asal untuk lihat kondisi Marcus."Ravina menggeleng pelan. "Nggak perlu. Biarkan aku tetap jadi satu-satunya harapannya. Selama dia masih menaruh harapan padaku, mungkin dia masih bisa bertahan. Tapi kalau aku datang, dia nggak punya penyesalan lagi. Bisa jadi malah saat itulah dia benar-benar melepaskan segalanya."....Setengah bulan kemudian, Ravina dan Oscar mengadakan pernikahan mereka di sebuah kapel tepi laut.Begitu alunan lembut piano menggema, Ravina pun mewujudkan mimpinya. Dia mengenakan gaun pengantin hasil desainnya sendiri dan berjalan perlahan di atas karpet merah menuju pria yang paling dicintainya.Saat Oscar menyematkan cincin di jari manisnya, air matanya tidak bisa lagi ditahan. Setelah bertahun-tahun diam-diam mencintainya, kini semua akhirnya menjadi kenyataan."Ravina, terima kasih s

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 23

    Marcus dan Lowie akhirnya kembali ke negara asal. Namun baru saja keluar dari pesawat, mereka langsung dikepung oleh rombongan media."Pak Marcus, bagaimana tanggapan Anda atas tuduhan dari Nona Willianti bahwa Anda memaksanya melakukan hubungan intim?""Apakah Keluarga Harafi akan menggunakan uang untuk menyelesaikan kasus ini secara damai?""Sebelumnya, Nona Willianti selalu mengaku sebagai tunangan Anda. Apakah alasan belum diadakannya pernikahan adalah karena kembalinya istri sah Anda, Ravina, yang dinyatakan telah meninggal?"Marcus benar-benar kebingungan oleh rentetan pertanyaan yang datang bertubi-tubi. Dia baru pergi ke luar negeri beberapa hari, apa lagi yang dilakukan Willianti sekarang?Marcus segera memerintahkan pengawalnya untuk membuka jalan, lalu masuk ke mobil dan langsung menghubungi pengacaranya. "Apa yang sebenarnya terjadi selama aku pergi?""Sejak kematian anak itu, kondisi mental Willianti tidak stabil ... kadang sadar, kadang tidak. Kedua orang tuanya datang da

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 22

    Marcus dan Lowie menatap pemandangan di depan mata mereka dengan hati yang tercabik.Mereka telah bersusah payah mencari tahu keberadaan Ravina, bahkan membeli bunga dan datang terburu-buru. Namun, yang mereka lihat adalah pemandangan seperti ini.Marcus langsung berlari menaiki panggung. Dia menatap Ravina dengan tatapan penuh harap."Jangan ... jangan terima lamarannya, ya? Aku tahu aku salah, aku benar-benar salah. Aku sudah benar-benar memutuskan semua dengan Willianti, anak haram itu juga sudah mati.""Sekarang nggak ada lagi yang bisa menghalangi kita. Kita pernah saling mencintai bertahun-tahun, kita punya anak ... tolong ... beri aku satu kesempatan lagi, ya?"Oscar segera berdiri di depan Ravina untuk melindunginya. Dia melayangkan sebuah pukulan keras ke wajah Marcus hingga pria itu terjatuh ke tanah. Oscar kemudian berjongkok dan mencengkeram kerah Marcus dengan penuh amarah."Masih kurang puas sama pukulan yang kemarin, ya? Sekarang Ravina adalah tunanganku. Kalau kamu teru

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 21

    Setelah menunggu selama satu minggu, seluruh hasil penilaian akhirnya diumumkan. Panitia secara resmi mengundang semua peserta untuk menghadiri malam penganugerahan penghargaan.Saat ini, Ravina sedang berdiri di depan cermin sambil merapikan gaun malam yang dia kenakan. Oscar muncul dari belakang dan memakaikan kalung mutiara di lehernya dengan lembut."Indah sekali. Kamu suka?" Oscar mengecup pipinya dengan lembut dan menatapnya penuh kasih sayang.Ravina mengangkat tangan, menyentuh butiran mutiara yang memantulkan cahaya alami. Dia lalu berbalik dalam pelukan Oscar, hingga mereka saling berhadapan. "Kamu temani aku malam ini, ya? Siapa tahu aku menang. Aku ingin kamu ada di sisiku."Oscar menghela napas pelan dan memeluknya erat. "Maaf .... Aku juga ingin mendampingimu, tapi hari ini aku ada urusan penting yang nggak bisa ditinggal."Ravina menunduk pelan. "Baiklah, kamu pergi saja."Setelah mobil Ravina menjauh, Oscar dan Mona berdiri di depan rumah. Mona berkata dengan yakin, "Ka

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 20

    Willianti menatap kosong ke arah bayi yang ada dalam pelukannya. Dia bahkan tidak bisa mengingat kapan terakhir kali anak itu menangis, bahkan lupa kapan terakhir kali memberinya makan.Sepertinya ... dia telah membunuh anak itu dengan tangannya sendiri!Willianti memeluk erat tubuh si kecil yang sudah tak bernyawa. Saat menengadah menatap Marcus dan Lowie, dia malah melihat seberkas rasa puas di wajah mereka.Marcus berdiri sambil menatapnya dari atas, lalu berkata dengan santai, "Mari kita akhiri semuanya. Selain 10 miliar yang sudah kujanjikan sebelumnya, aku akan tambahkan satu unit vila. Tapi mulai sekarang, kamu nggak boleh pernah muncul di hadapanku lagi."Willianti memandangi kedua orang itu dengan kebencian yang mendalam. Dia jatuh serendah ini karena mereka! Yang tersisa dalam hatinya hanyalah dendam.Sepuluh miliar?Bagi orang biasa, 10 miliar memang cukup untuk hidup nyaman seumur hidup. Akan tetapi, gaya hidupnya telah menjadi semakin konsumtif karena dimanjakan Marcus. Mu

  • Pengorbanan Dibalas Pengkhianatan   Bab 19

    Willianti diam-diam mengeluarkan banyak uang untuk melakukan tes DNA antara anaknya dan Marcus. Setelah itu, dia meminta seorang teman membawakannya perlengkapan siaran langsung.Saat itu, Willianti sedang dalam masa nifas. Wajahnya pucat dan tubuhnya tampak sangat kelelahan, tetapi dia tetap berusaha menampilkan citra diri yang lemah dan menyedihkan.Begitu semua sudah siap, dia mengarahkan kamera ke wajahnya yang membengkak dan pucat. Dengan tangan bergetar, dia mengangkat hasil tes DNA ke depan kamera, lalu mulai berbicara dengan air mata yang terus mengalir."Teman-teman, saya adalah Willianti, tunangan dari Marcus, CEO Perusahaan Hope. Siaran langsung hari ini saya lakukan demi mencari keadilan untuk anak kami."Dia mengangkat bayi yang masih terbungkus selimut ke depan kamera dan berkata dengan suara tercekat, "Anak ini bahkan belum berusia satu minggu, tapi ayahnya sudah menolak mengakuinya. Ini adalah hasil tes DNA antara Marcus dan anak ini, tingkat kecocokan 99,99%.""Dulu, d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status