Vivian yang telah pulih dari luka-lukanya, secara reflek memandang sekitar, dalam kebingungan, ia melihat pria muda dengan pakaian hitam misterius.
Alisnya terjalin, secara reflek ia mundur. “Siapa kau! Apa yang kau lakukan padaku manusia sialan!“ ucap Vivian dengan cukup lantang. Dion tetap dengan wajah apatisnya menatap Vivian. “Apa begini caramu menyapa orang yang menyelamatkanmu?“ “Apa maksudmu?“ tanya Vivian dengan heran. Kemudian ia kembali melihat wajah Dion dengan seksama … tak butuh waktu lama, ia seperti mengingat dan tersadar akan sesuatu. “Ah! Kau? Apa kau orang yang membunuh bos?" “Begitulah.“ sahut Dion malas. Elf itu akhirnya mengingat semuanya. Saat masih terpaku dalam ingatannya, tiba-tiba tekanan di sekitar menjadi lebih berat dari sebelumnya. Vivian tentu terkejut, ia langsung tahu siapa yang melakukannya dan segera turun dari meja. “A-aku minta maaf…“ ujarnya dengan nada sedikit diturunkan. Dion tidak bereaksi tetapi berkata. “Tidak masalah.“ bersamaan dengan itu tekanan disekitar kembali normal. Belum sampai 1 menit pulih dari lukanya, Vivian kembali meneteskan keringat dari dahinya. “Orang ini… tidak biasa, tekanannya… Apa dia Master Arcana enam spiral?“ Tanpa sadar, keningnya mengkerut dan kedua tangan Vivian mengepal dengan erat tampak tidak terima. “Sial! Apa yang kulakukan, di rendahkan oleh seonggok manusia. Ini…“ tiba-tiba pikirannya di penuhi amarah. Tetapi ketika ia menyadari pria di depannya bukan sembarangan, ia mencoba menahan amarahnya. “Aku tidak tahu siapa kau, tapi terimakasih sudah menyelamatkanku. Kalau begitu aku akan segera pergi.“ ujarnya kemudian berbalik ingin pergi. Wushh... Vivian merasa udara jadi lebih dingin, ia menunduk, dan ternyata menemukan pakaiannya sudah robek dan hangus di beberapa bagian lalu secara reflek menutupinya. “Ka-kalau begitu aku permisi.“ kata sang elf canggung. Dion tetap menatap Vivian seolah tak peduli. “Siapa yang mengizinkan mu pergi?“ Vivian menoleh. “Apa? Kenapa aku tidak boleh pergi, apa yang kau mau?“ “Bajingan ini! Jangan-jangan dia juga orang mesum? Kalau begitu aku tidak punya pilihan selain melawan! Tampaknya spiralku juga sudah pulih. Tapi untuk sekarang, aku akan menurutinya.“ gundahnya dalam hati. “Tidak perlu khawatir. Duduk.“ jawab Dion seolah-olah dapat membaca pikiran elf itu. “Hmph! Jangan berpikir aku berhutang budi padamu, aku sembuh karena kemampuanku, dan walaupun kau tidak datang waktu itu, aku tetap bisa membunuh bos bandit dengan tanganku sendiri kau tahu!“ ucapnya dengan nada angkuh. Dion tentu tahu Vivian berbohong, mungkin benar lukanya sembuh karena regenerasi, tapi yang ia tidak tahu adalah, bahwa Dion menyaksikan semua kejadian dari awal. Merasa tak tahan lagi, Vivian akhirnya kembali berkata sebelum Dion bereaksi. “Apa yang kau lihat dasar mesum! Jika ingin mengatakan sesuatu cepat lah, atau aku akan melukaimu!“ “Kurang ajar!“. Dion sebenarnya tak peduli masalah hutang budi, namun hal yang mengganggunya adalah, sikap elf itu yang berani arogan tidak tahu diri hadapannya, dan itulah salah satu hal yang paling tidak disukai oleh Dion, yaitu ketika orang lain merasa lebih tinggi darinya. Vivian tiba-tiba tersungkur dengan tangannya yang meraih dada. “Apa yang terjadi! Dadaku… sesak…“ Keringat bercucuran dari kulitnya. Ketakutan mulai muncul dalam dirinya. Namun kini darahnya benar-benar mendidih, ia menolak untuk takut. “Kau… Kau Memaksaku melakukan ini!“ Vivian mengepalkan tangan, ia menancapkan kakinya berusaha berdiri, lalu menerjang dengan sekuat tenaga. “Rasakan ini!“ matanya bersinar redup. Pukulan Vivian yang dialiri ether melesat cepat menuju kepala Dion, dan… Swushh… Dion tampak tak bergeming. Namun sebenarnya ia hanya sedikit menggerakkan kepalanya kesamping dengan cepat, sehingga elf itu hanya memukul angin. Vivian reflek menarik kembali tangannya berniat mundur. Namun ia merasakan hawa dingin di perutnya, dan saat melihat kebawah… “Kau masih terlalu hijau.“ ucap dion dengan satu tangan yang sudah mengepal perut Vivian. Duubbb… Elf itu membelakkan mata, ia terlempar, menabrak dan menghancurkan meja kayu di belakangnya. Praakkk... Ia menggertakkan gigi, darah menetes dari sudut bibirnya. “Apa-apaan itu, sejak kapan dia... Tidak! Aku tidak terima dengan penghinaan ini.“ Dion berdiri, perlahan berjalan dengan tangan dibelakang punggung. “Berdiri!“ tegasnya, memprovokasi elf itu. Mendengar itu, Vivian perlahan bangkit dari tempatnya, dan berkata dengan serius. “Kau yang memintanya!“ Dengan cepat, Vivian kembali berdiri dan menghindar ke samping, ia mundur lalu mengulurkan satu lengan kedepan. Secara cepat, fakultas energi berkumpul di sekitar elf itu. Matanya kembali menyala. Sedangkan Dion tetap di tempatnya, dan hanya melirik. “Karena aku tidak bisa menggunakan Arcana, setidaknya aku ingin merasakan seperti apa efeknya.“ “Bodoh! Apa dia tidak akan menghindar… Kau akan menerima akibatnya karena telah meremehkan ku!“ Vivian mendesis dalam batinnya. Suara gemericik api terdengar, lidah api terbentuk di ujung telapak tangan Vivian, kemudian ia berkata dengan lantang. “Flame burst!“ Api menerangi seluruh ruangan, semakin membesar dan semakin berkobar, mengamuk menerjang ke arah target. Buushhh... Dion tidak bergeming sedikitpun, hempasan angin membuat rambutnya terurai kebelakang, ia menatap lurus kobaran api yang meluncur cepat kearahnya. “Heh! Rasakan itu, mencoba berlagak kuat di depanku, tapi sayangnya kau hanya orang bodoh.“ Tak berselang lama api perlahan mulai lenyap, seisi ruangan telah menghitam, hangus, beberapa menjadi abu, namun secara ajaib tetap berdiri dan bertahan. Sang elf tersenyum sombong merasa dirinya sudah menang. Namun bukannya mayat hangus yang terlihat, ia justru menemukan Dion tetap utuh dan berdiri dengan tenang, hanya terdorong beberapa centi kebelakang. Dion mengangguk pelan merasa sedikit puas. “Pakaian ini memang sebuah jackpot.“ Vivian melotot tak percaya, kakinya gemetar mundur hampir kehilangan pijakan. Dion menghadap elf itu, dan mulai menghampirinya. “Be-berhenti disitu, ku peringatkan kau! Atau kau akan benar-benar ku hanguskan!“ ujar sang elf sambil mundur perlahan. Vivian berdiri berniat merapal lagi. Namun tiba-tiba Dion sudah hilang dari hadapannya setelah ia mengedipkan mata. Dion bergerak sangat cepat, sehingga terlihat seperti menghilang dan sekarang telah berada di belakang Vivian. Tanpa memberikannya kesempatan bereaksi, Dion dengan santai menendang punggung Vivian hingga terpental menabrak dinding hingga hancur. Ckrakk… Elf itu terlempar keluar cukup jauh, menghancurkan bagian depan rumah, menyisakan hanya pintu yang masih berdiri, membuat bagian dalam rumah terlihat jelas dari luar. Dion berjalan menyusul, membuka pintu alih-alih melewati dinding yang sudah hancur. “Bangun! Ini belum selesai, dimana arogansimu sebelumnya, cepat bangun!“ Vivian yang tersungkur merasa tulang punggung dan beberapa rusuknya nya telah patah, membuatnya tak berdaya untuk bergerak. Bibirnya gemetaran mengeluarkan darah, wajahnya yang cantik, basah oleh keringat dan sedikit abu, kini matanya mulai berkaca-kaca. Vivian akhirnya membalikkan badannya untuk terlentang dengan susah payah. Namun secara mengejutkan Dion sudah berdiri menyambutnya, mata Vivian yang berkaca-kaca bertemu dengan mata hitam seolah melihat menembus kedalam jiwanya. Vivian yang di sebelumnya penuhi amarah, kini hanya terdiam, bagaimanapun rencana yang ia pikirkan, entah mengapa itu seolah tak berguna ketika ia melihat wajah orang di depannya. “Hiks, kenapa… kenapa aku ini sangat bodoh, padahal sudah diselamatkan, tetapi sekarang aku akan benar-benar mati…“ gumam Vivian dalam hati, menyesal. Seperti nya setelah di pukuli secara sepihak, membuat sang elf tercerahkan. Dion mengangkat salah satu alisnya. “Kenapa dia menangis? Apa aku terlalu kasar? Tapi bukankah dia duluan yang mulai, aku hanya mau mendisiplinkan nya.“ “…..” Dion melirik Vivian yang tergeletak. Tanpa mengatakan apapun, ia Kemudian berbalik dan pergi meninggalkan elf itu. Vivian yang terisak segera terdiam, perasaan lega tiba-tiba menghampiri nya di susul dengan kebingungan. “Dia pergi? apa? tapi kenapa?” Namun tanpa berfikir lama ia dengan cepat menggelengkan kepala. “Tidak! Ini adalah kesempatanku untuk meminta maaf dengan benar.“ Vivian menyeka air matanya lalu berusaha untuk berdiri berniat mengejar Dion. Dion sampai di depan kabin, ia menoleh, dan menemukan Vivian yang tertatih berjalan menuju ke arahnya. “Apa dia belum menyerah? Yahh baiklah, sedikit peregangan pagi tidak masalah.“ ia berbalik dan menunggu elf itu. Tak berselang lama, Vivian sampai di hadapannya. Dion menunggu elf itu melancarkan serangan. Namun tanpa di duga, dengan cepat Vivian bertekuk lutut dan membungkuk di depan Dion. “…..“Wuushh…Seketika tekanan di sekitar berubah, angin masuk dan berputar-putar di sekitar Guildmaster Cecilia. “Apa katamu?“ Cecilia mendesis, rahangnya mengeras.“Aku berkata… baumu amis!“ Bleum menegaskam suaranya.Tanpa aba-aba, dari atas Cecilia, pusaran angin berbentuk jangkar terlempar ke arah Bleum dengan sangat cepat. Surrfhh…Bleum menginjakkan salah satu kakinya ke lantai, kemudian sebuah tanah keras naik dari dalam lantai dan langsung membentuk dinding tanah menghalau jangkar itu.Bumbb…“Kalian berdua… sebaiknya tidak membuat keributan disini. Kita punya misi, jika memang ingin bertarung carilah tempat yang lebih baik.“ Sato dengan dingin berkata sambil tetap berjalan meninggalkan kedua orang itu.Keduanya terdiam sejenak, sebelum akhirnya Cecilia mendecakkan lidah lalu pergi. “Anggap saja kau beruntung karena ini istana, lain waktu kita bertemu, ku pastikan kau akan jadi makanan ikan.““Dalam mimpimu…” ucap Bleum meremehkan.Setelah kedua Guildmaster pergi dan hanya menyis
Tiga Guild besar. Adalah organisasi yang berisi para petualang, penuh dengan orang-orang kelas bawah maupun menengah yang rata-rata telah membentuk spiral dan ingin bertahan hidup dengan cara memanfaatkan kekuatan dan tenaga mereka. Ketiganya telah di kenal paling besar di antara Guild yang lain, dan yang terbesar adalah Guild Valhalla. Guild Valhalla terletak di pesisir pantai kerajaan Ardeal yaitu kota Marina, karena wilayah mereka sangat dekat dengan perairan, para petualang di sana biasanya mengerjakan misi dengan mengarungi lautan.Guild besar tentu saja memiliki seorang Guildmaster yang juga mempunyai kekuatan serta tanggung jawab besar. Cecilia Marina, wanita anggun berkulit tan dan selalu berpakaian menarik, dengan ciri khas tato ular melingkar di sepanjang lengan kirinya. Ia adalah seorang Arcanis tipe angin dan air, tidak di ketahui secara jelas tingkat spiral nya, namun yang pasti itu cukup tinggi, bahkan dengan pengaruh serta kekuatannya, ia berjaya menjalin kerja sama an
Di dalam aula raja. Raja Bethort duduk di singgahsana, sedang memandangi kristal es berbentuk simbol api di tangannya. Ekspresinya lesu, hatinya merasakan kesedihan sekaligus kemarahan pada saat bersamaan. Namun ketika dingin dari kristal es menyentuh kulitnya, itu juga menyentuh hatinya, amarahnya menghilang menyisakan kesedihan yang mendalam.Gambaran seorang gadis cantik berrambut merah dengan gaun istana muncul dalam pikirannya, gadis itu tersenyum bahagia ke arah Raja Bethort sambil memegang sebuah kristal es seukuran koin berbentuk simbol api.“Ayah! Lihat! Lihat! Aku sekarang dapat menggunakan es ku membentuk sesuatu yang baru!“Raja Bethort tersenyum hangat menanggapi putrinya yang ke girangan seolah telah melakukan pencapaian besar.“Hoho… kerja bagus Luna, ini sangat cantik seperti dirimu. Tapi… kenapa itu berbentuk api?“ tanya sang raja.gadis itu menyodorkan kristal es kepada sang raja. “Tentu saja karena Ini untukmu ayah! Lihatlah, bukankah aku cukup terampil. Akhirnya se
Sementara itu… di kastil megah kerajaan Ardeal, seorang pria tua dengan rambut merah menyala dan badan tegap duduk di singgahsana emas, memancarkan aura penguasa. “Yang mulia. Kami sudah melakukan pencarian selama empat hari tiga malam, tetapi…” salah satu dari tiga jendral yang berlutut, terhenti sebelum bisa menyelesaikan kata-katanya.“K-kami, tidak bisa menemukan putri Luna, dimanapun…”Krakk…Tidak sampai satu tarikan napas, tiba-tiba salah satu pilar di samping singgahsana retak, setelah kata-kata terakhir keluar dari mulut jendral. Seketika keringat dingin membasahi punggung ketiga jendral itu, mereka hanya mematung dengan nafas tertahan.“…Beraninya kalian menghadap kepada ku! Dengan tidak membawa kabar baik tentang putri ku Luna!“ suara berat terdengar mengandung kemarahan, menggema memasuki telinga para jendral.Jendral di sebelah kanan mendongak dan berkata dengan nada rendah.“Yang mulia. Kami sudah mencari nya hingga ke perbatasan utara, bahkan dengan kemampuan pelacak p
Dengan tangan di belakang punggung, ia berjalan keluar meninggalkan kabin, langkah nya santai. Tidak cepat, namun juga tidak lambat.“Bukankah sudah jelas.“Vivian terdiam sejenak.“6 spiral? Aku harap aku salah tentang pria bernama Dion ini, tapi kekuatannya mengatakan semuanya. Aku juga berharap Griffin itu bisa memberi sedikit perlawanan, mungkin aku bisa belajar beberapa hal dari pertarungan mereka.“ batinnya. Tanpa ia sadari, Dion telah jauh dari pandangannya.“Heyy! Tunggu aku!“Di depan hutan. Griffin sang penjaga harta Karun terbang melesat, mengeluarkan bola angin dari mulutnya, mengamuk menghancurkan area sekitar.Fushhh…Dumpp…mata elangnya menangkap satu sosok. Makhluk itu seketika berhenti di udara, kedua sayapnya menutup, kemudian makhluk itu terjun menuju sosok tersebut dengan cepat.“Cepat lari, itu berbahaya!“Dion tak menanggapi. Aura di sekitar seketika berubah menjadi menekan.“Sudah lama aku tidak menggunakan bela diri ini.“ Dion memasang kuda-kuda.Ia menarik n
Tangan Vivian mengepal erat, wajahnya yang basah sedikit memerah. Ia mendongak menatap Dion dengan rasa takut yang tersisa. “M-maaf!“ Dion mengangkat alisnya sedikit terkejut dengan sikap sang elf. “Hmm?“ Tersentak, Vivian menunduk memejamkan mata dan melanjutkan niatnya dengan lebih serius. “Aku. Vivian Van Millian ingin meminta maaf! Aku seharusnya tidak bersikap begitu bodoh kepada orang yang sudah menyelamatkan bukan hanya nyawa tapi juga harga diriku. Tidak bisa kubayangkan, apa yang terjadi padaku jika kau tidak datang menolong saat itu,” “Aku mohon… terimalah permintaan maaf atas sikap lancangku sebelumnya, dan terimakasih telah menyelamatkanku wahai manusia, karena ka-” “Sial, apa dia akan berpidato disini.“ batin Dion. “Berhenti.“ ucapnya pelan. Saat sedang di tengah-tengah pernyataan, Vivin tentu saja berhenti dan terkejut. “Masuklah terlebih dahulu.“ ucap Dion sambil masuk ke dalam kabin yang sudah tak layak huni. Vivian yang mendengar itu bergidik ngeri