Share

Bab 2

Ren menuruni tangga dengan cepat saat di tiga anak tangga terakhir tiba-tiba tangga sedikit oleng. Tangan Ren serabutan mencari pegangan. Aku berlari di saat yang tepat saat dia hampir jatuh dan menyambar tanganku.

"Oh, no, no."

Aku mengerang saat kepalaku tiba-tiba berdengung setelah memegang tangan Ren. Sebelum dengung itu berubah menjadi sebuah suara yang jelas buru-buru kutarik tanganku. Namun tetap saja potongan-potongan pikiran Ren berhasil merembes ke dalam kepalaku.

"Hampir.... Asuransi.... Axel"

Kugoyang keras-keras kepalaku untuk mengusir potongan-potongan suara dalam benak Ren.

Ren menjejakkan kakinya lalu melotot kepadaku.

"Hei! Apa tanganku ini ada pakunya sampai kamu begitu buru-buru menarik tanganmu? Aku hampir mati, tahu!"

"Maaf, aku hanya tidak ingin kamu memiliki rasa yang lebih setelah aku sentuh."

“Sialan. Kamu bukan tipeku!"

Ren tertawa sambil meninju lenganku. Aku meringis.

"Terimakasih. Hampir saja." Lanjutnya. Aku mengangguk.  

Kuperhatikan tangga yang hampir membawa malapetaka tadi. Salah satu kaitnya lepas. Sepertinya sebelumnya tidak terpasang dengan benar. Kupasang kembali kaitnya dan kupastikan terkunci sempurna.

"Makan siang dimana kita nanti?" Tanyaku pada Ren.

"Aku harus ke kantor asuransi. Asuransiku tidak bisa digunakan sejak beberapa waktu lalu."

"Untung kamu tidak  jatuh." Komentarku setelah teringat pikiran Ren yang berhasil merembes ke benakku tadi.

"Yap. Untung saja."

"Tapi walaupun asuransimu tidak bermasalah, bagaimanapun jatuh tidak ada untungnya sama sekali, Ren."

"Yang bilang tadi kan kamu, Axel."

"Ah, iya ya." Kugaruk belakang kepalaku. Ren geleng-geleng lalu berbalik badan dan berjalan ke mejanya.

"Tapi, kamu ini benar-benar menjengkelkan. Bahkan disaat genting kamu masih tidak mau memegang tanganku."

"Hei, tadi kan aku pegang, Ren."

"Cuma sebentar. Lalu langsung kamu lepaskan."

Ren menggelengkan kepalanya.

"Ada apa sih denganmu dan penyakitmu yang tidak mau bersentuhan dengan orang lain itu?"

Kuangkat bahuku berlagak acuh.

"Aku hanya tidak ingin ketampananku luntur dan berpindah ke orang lain karena bersentuhan dengan mereka."

"Ya Tuhan!"

Ren menepuk keningnya lalu meremas selembar kertas dan melemparnya padaku.

"Kamu tidak setampan itu, tahu. Mengacalah sedikit.”

“Sudahlah, tidak perlu iri." kataku sambil tertawa terbahak-bahak lalu meninggalkannya guna menghindari pembicaraan lebih panjang mengenai keenggananku bersentuhan dengan orang lain.

Aku tidak mungkin kan bilang pada Ren kalau aku bisa mendengar pikirannya saat aku menyentuhnya.Kalau sampai Ren tahu, bisa-bisa dia langsung kabur tanpa menoleh dan menganggap pertemanan kami selama ini tidak pernah terjadi.

Sudah cukup aku dianggap aneh karena tidak mau bersentuhan dengan mereka. Tidak perlu menambah predikat anehku dengan penguping atau tukang korek rahasia dengan membiarkan orang lain tahu kemampuanku.

Cukup Noah satu-satunya orang di luar keluargaku yang tahu tentang kemampuanku ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status