Share

Perangkap Tuan Muda
Perangkap Tuan Muda
Penulis: ArgaNov

Barang Dagangan

“Si-siapa?” tanya Amanda tergagap.

Amanda yakin kalau matahari sama sekali belum terbit. Di luar pasti masih gelap dan ia terjaga di ruangan yang sama sekali tidak dikenal. Hal terakhir yang diingat adalah Alex yang mengajaknya ke berdansa setelah menegak minuman yang warna dan rasanya seperti jus. Hanya saja setelah berputar dalam alunan music beberapa kali, kepalanya pusing dan tubuhnya terasa sangat berat. Alex berkata akan mengantarnya ke kamar, tetapi ini bukan kamar miliknya.

“Alex, apa itu kamu?”

Amanda yakin ada seseorang yang sedang duduk di kursi dengan lengan tinggi dekat jendela kaca dengan tirai-tirai besar berwarna abu-abu—atau saat ini seperti itu yang dilihatnya. Masih belum juga ada sahutan dari yang dikiranya orang. Dengan memaksakan diri, ia mengangkat tubuhnya  ke tepi tempat tidur. Ia duduk selama beberapa saat untuk mengumpulkan sisa kesadarannya yang tercecer.

“Tidak usah berdiri, tetap duduk saja di sana. Tidak ada Alex di sini.”

Seluruh tubuh Amanda menegang. Ia tidak kenal dengan suara berat dan dalam yang didengar. Ia sudah mengenal Alex bertahun-tahun. Bahkan ia kenal suara Alex saat setengah sadar.

“Si-siapa kamu?” tanya Amanda. Ia mencengkeram tepi tempat tidur erat-erat, seolah jika tidak dilakukan dirinya akan terlempar.

Lampu di meja pajangan di samping kursi menyala. Mata Amanda terpaku pada sosok yang pernah dilihatnya di pesta. Bahkan Amanda sudah berkenalan dengan pria tersebut sebelumnya. Ia ingat senyum hangat yang pria tersebut berikan saat bersalamannya. Ia bahkan menganggap kalau pria yang dikenalkan Alex tersebut sangat baik bahkan tak bisa dibandingkan dengan pacarnya yang biasa-biasa saja.

“Sepertinya kamu masih mengenaliku.”

Senyum yang ditampilkan oleh pria yang memperkenalkan diri sebagai William tersebut masih terasa sama hangatnya.

Amanda jadi kesal setengah mati karena terkecoh dengan kehangatan palsu William. Ia berteriak dan melempar bantal yang bisa digapai ke arah pria itu.

William sama sekali bergeming. Ia menatap Amanda dan tindakan penuh amarah gadis itu dengan tenang. Seperti sudah selayaknya ia melihat itu semua.

Dada Amanda naik turun menahan amarah. Ia masih belum selesai, tetapi yakin sudah saatnya behenti sekarang. Ia harus mendengarkan terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi. Ia marah karena berpikir William sudah melakukan hal buruk. Namun, entah kenapa ia berpikir tak mungkin pria yang tersenyum cerah tersebut melakukan hal jahat.

“Maaf … jadi apa yang kamu lakukan di sini? Maksudku kenapa aku di sini?”

Mata Amanda nyaris tak berkedip sedikitpun. Jantungnya berdegup kencang karena takut. Lalu pencernaannya sama sekali tidak terasa nyaman. Ini sering terjadi setiap kali ia merasa cemas.

“Apalagi yang bisa kulakukan setelah melakukan malam panas denganmu.”

Amanda hanya melihat tokoh jahat yang tersenyum di salam film saja. Ia tak pernah menyangka akan menyaksikan kejadian yang sama dalam kehidupannya sendiri. Ia merasakan perasaan sangag buruk dari artis di dalam film. Rasanya saat ini dunianya sedikit demi sedikit runtuh.

“Le-luconmu sangat buruk, Will.” Amanda berusaha tertawa. Ia yakin kalau ini hanya candaan seperti yang dikatakan.

William berdiri, langkahnya yang panjang langsung memutuskan jarak yang tadi di antara dirinya dan Amanda. Jari-jarinya yang lentik menyentuh dagu gadis yang memandangnya dengan tatapan jijik. “Menurutmu sebuah lelucon ya? Bagaimana kalau kamu tidak memastikan sendiri perubahan yang ada di dirimu,” tantang William.

Amanda lekas menepis tangan William, membiarkan pemuda itu duduk di tempatnya dan menarik diri agak ke tengah ranjang. Namun, sebelum meraba tubuhnya, ia sudah melihat gaun yang dipakainya semalam berserakan di bawah kaki William. Barulah kemudian ia menunduk dan menyadari hanya memakai handuk mandi, itu pun terikat seadanya. Wajah Amanda memanas, ia jadi merasa jijik pada dirinya sendiri.

“Brengsek!” makinya. Namun, air mata Amanda mengalir membasahi pipi. Seluruh tubuhnya gemetar. Dunianya tidak hanya perlahan runtuh, tetapi meledak dan luluh lantak.

“Harusnya kamu memaki pacarmu, dia yang menjadikanmu pembayaran untuk hutangnya. Aku hanya mengambil bayaran yang seharusnya kuterima.” William berbalik dan mengambil jas yang tersampir di tangan kursi.

***

William berharap bukan Amanda yang menjadi pionnya. Gadis yang bertemu dengannya di ballroom restoran hotel tersebut terlalu polos dan lugu. Saking polosnya ia bahkan tidak melihat gelagat tidak baik yang terang-terangan diperlihatkan kekasihnya. Lelaki bejat itu tidak pantas mendapatkan gadis sebaik Amanda.

William masih punya kewarasan untuk menolak tawaran Alex menjadi Amanda sebagai ganti rugi hutangnya. Namun, ia akhirnya menyetujui saat tahu Alex juga menawarkan gadis itu pada teman-temannya yang lain. Lelaki bajingan yang kehidupannya berantakan.

Begitu mencekoki Amanda dengan campuran obat, Alex membawanya ke tempat William. Sambil mengedipkan mata pada William, Alex keluar. Mungkin pikirnya William sama bejat dengan dirinya.

“Ah … apa yang harus kulakukan sekarang?” keluh William pelan.

Tiba-tiba ia ingat dengan rencananya sendiri. William pikir mungkin Amanda bisa membantu. Namun, sebelum itu ia harus memberi pengertian pada gadis yang tak sadarkan diri itu.

William menekan tombol intercom, meminta salah satu pegawainya untuk datang dan membawakan pakaian ganti untuk dirinya dan Amanda. Tak butuh waktu lama seorang wanita sampai, membawa tas yang terbut dari kertas yang berisi pakaian ganti.

Untung sekali kamar hotel yang dipilih adalah jenis VVIP, dalam satu ruangan selain ruang tamu ada dua kamar yang bisa di tempati. William hanya perlu berpindah kamar untuk berganti pakaian. Wanita yang datang dengan membawa pakaian ganti Amanda dimintai tolong untuk membilas gadis itu juga. Selepas itu ia duduk menunggu Amanda sadar dari pengaruh obat bius.

William pasti tertidur selama beberapa saat. Suara Amanda yang bertanya padanya dengan menyebut nama Alex menariknya kembali ke dunia nyata. Dari amarah yang diperlihatkan Amanda padanya, William tahu kalau apapun yang dikatakannya, gadis itu tak akan menerima. Kemarahan Amanda akan menelan semua penjelasan William.

“Harusnya kamu memaki pacarmu karena yang menjadikanmu pembayaran atas hutangnya.”

Hal pertama yang William lakukan adalah memastikan Amanda membenci Alex. Ia akan membuat gadis polos ini tidak akan bisa dimanfaatkan bajingan seperti Alex lagi.

“Aku … kita?” Amanda tidak selesai mengucapkan kata-katanya. Air matanya mengalir lebih dulu dari kata-kata yang akan diucapkan. “Dia baik padaku,” katanya lirih kemudian.

“Hal baik yang terjadi padamu adalah bersamaku malam ini. Kamu tidak akan tahu jika aku menolak, entah pada siapa Alex akan menjualmu.” William berharap Amanda paham apa yang dikatakannya.

“Kamu brengsek!”

Ia memang akan menjadi lelaki brengsek, tetapi dirinya juga akan memastikan Amanda bergelimang harta. “Aku punya penawaran untukmu.”

Mata Amanda berkilat. Ia sepertinya tidak mengerti apa yang ditawarkan William. “Aku tidak mau mendengarkan apapun. Biarkan aku pergi.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status