Share

Bab 3

Author: Anonim
"Candra, Ibu sudah lama nggak bertemu kalian. Besok ajak Susan pulang buat makan di rumah. Telepon Susan nggak bisa dihubungi sejak lama. Kalian sibuk apa akhir-akhir ini?" Beberapa hari kemudian, Lisa, ibunya Candra pun menelepon. Pada saat itu, Yuli sedang bersandar manja di dada Candra.

Begitu mendengar suara Lisa, mataku mendadak terasa perih. Lisa adalah sahabat terbaik ibuku. Setelah orang tuaku kecelakaan, dia membawaku ke rumahnya.

"Bu. Dia memang nggak tahu berterima kasih. Walau dia marah padaku, dia seharusnya tetap jawab telepon Ibu!" Ekspresi Candra sangat kesal ketika menyebut namaku.

Aku berdiri di depan Candra dan menertawakan diriku sendiri. Cinta yang dulu sudah lenyap. Dia bahkan mengatakan bahwa aku orang yang tidak tahu berterima kasih.

"Candra, aku tahu di hatimu ada wanita itu. Tapi, kamu sudah menikahi Susan. Kamu harus bertanggung jawab padanya. Kalau nggak, gimana aku menjelaskan ini pada ibunya?" Lisa berkata dengan cemas.

Ekspresi Candra pun menjadi suram. Dia jawab seadanya sebelum menutup telepon.

Lalu, Candra menatap Yuli dengan penuh kasih sayang, seolah-olah ingin menenangkan hatinya.

"Candra, Susan akhir-akhir ini nggak menghubungimu, ya?" Yuli bertanya dengan lirih, seolah-olah baru teringat sesuatu.

"Hubungi aku?" Candra mengerutkan kening. "Dia hampir saja membuatmu mati. Kenapa kamu begitu peduli padanya? Baguslah kalau dia menghilang."

"Yuli. Tunggu aku. Begitu aku resmi cerai dengannya. Aku akan memberimu sebuah status." Candra tiba-tiba berjanji dengan serius.

Aku hanya melihat Yuli memeluk Candra dan bersandar dengan manja di dadanya. "Aku nggak masalah. Asalkan … Asalkan Susan nggak membenciku."

"Memangnya dia berani?" Candra memotong, memeluk bahu Yuli, menarik Yuli lebih dekat ke dadanya, dan menenangkan dengan nada lembut.

Aku menyaksikan semua ini dengan mataku sendiri. Dadaku terasa panas, seolah terbakar oleh api yang tak bernama.

Mungkin karena berniat membicarakan perceraian, setelah hari itu, Candra pulang ke rumah untuk pertama kalinya.

Begitu sampai di rumah, Candra tidak menemukan keberadaanku.

Secara logika, dengan kemampuan dan koneksi yang Candra miliki, mencariku bukanlah hal yang sulit.

Namun, Candra masih belum menemukanku hingga sekarang. Bukannya dia tidak mampu, tetapi dia jelas-jelas tidak ingin melakukannya. Dia hanya menungguku untuk muncul sendiri.

Ketika hari-hari berlalu tanpa kabar dariku, dia mulai gelisah. Dia mulai meneleponku berkali-kali. Dia makin tidak sabar dan penuh amarah.

Hingga suatu hari, sebuah panggilan dari nomor tidak dikenal meneleponnya. Dia mengira itu adalah aku. Dia langsung menekan tombol terima tanpa berpikir panjang. "Susan. Kamu hebat juga, ya. Berani-beraninya nggak angkat teleponku."

"Apa Anda keluarga Nona Susan? Jenazahnya sudah disimpan di rumah sakit selama hampir dua bulan. Mohon Anda segera datang untuk melakukan proses identifikasi." Petugas medis menelepon dan berkata dengan nada dingin.

Aku melihat Candra langsung berdiri dan tubuhnya menegang. Tangannya membeku beberapa detik di udara sebelum tersenyum sinis. "Jangan konyol. Susan, si sialan itu, meski dunia kiamat, dia belum tentu rela mati."

"Maaf, Pak. Bapak satu-satunya kontak darurat yang terdaftar atas beliau. Kami hanya bisa menghubungi Bapak."

"Huh! Kalau begitu anggap saja jenazah nggak dikenal!" Candra menjawab dengan nada dingin dan menutup telepon begitu saja.

Aku melihat tatapan matanya suram. Candra pasti marah.

Aku pun tertawa.

Sepertinya, Candra sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa hidupku benar-benar sudah berakhir.

Di mata Candra, aku hanyalah seorang perempuan licik yang akan melakukan apa pun demi mencapai tujuanku. Dia sangat berharap aku yang dia benci ini bisa meninggal.

"Kirana, di mana Susan? Suruh dia segera kembali. Jangan coba-coba sembunyi." Begitu menutup telepon, Candra menelepon Kirana dan berkata dengan nada bicara yang menggebu-gebu.

Kirana adalah satu-satunya teman yang aku miliki. Aku bahkan tidak sempat berpamitan padanya.

"Candra, apa kamu gila? Aku justru mau tanya, kamu bawa Susan ke mana? Sudah sekian lama dia nggak bisa dihubungi." Kirana yang ada di ujung telepon juga tersulut emosi karena kemarahan Candra.

"Kamu kasih tahu dia. Suruh dia segera pulang besok. Kalau nggak, meski dia mati di luar sana pun, aku nggak akan mengurus jenazahnya!" Candra panik. Aku tidak tahu kenapa Candra begitu panik hingga napasnya begitu tidak beraturan.

"Candra. Susan hilang! Kalau terjadi sesuatu padanya, aku nggak akan pernah melepaskanmu!" Kirana berteriak dan memaki Candra sambil menangis.

Namun, Candra malah tertawa sinis dan berkata dengan nada mencemooh, "Ini trik barunya, ya? Pura-pura menghilang supaya aku merasa bersalah? Ah. Sungguh murahan."

Air mata membuat pandanganku kabur. Ketika Candra mengatakan hal itu, perasaanku padanya benar-benar mati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perasaan Setelah Jadi Abu   Bab 9

    Segalanya perlahan-lahan berakhir. Ketika Candra pulang ke rumah, dia tidak menyalakan lampu. Dia meneguk alkohol tanpa henti dalam hening.Setelah minum sampai mabuk, Candra kembali ke kamar dengan tatapan kosong, memeluk erat guci abuku. Setetes demi setetes air mata jatuh di guci itu.Entah kenapa, aku seolah bisa merasakan rasa panas yang datang secara bergelombang. Aku tidak tahan dengan rasa panas itu.Setelah selesai menangis, Candra merogoh sakunya, dan menyalakan sebatang rokok. Asap putih melingkar di udara. Wajah tampannya saat dini penuh dengan luka yang mendalam.Candra menghisap dan terdiam. Dia menatap guci abuku dan berkata, "Maaf. Aku lupa kamu nggak suka aku merokok … "Usai mengatakan itu, Candra tersenyum getir. Senyuman itu bahkan lebih menyakitkan daripada tangisan. Lalu, dia mematikan rokok itu.Aku menatapnya tanpa ekspresi saat Candra melakukan semua itu. Andai ini dulu, dia tak akan pernah memikirkan perasaanku.Lalu, di tengah kesunyian, Candra kembali terisa

  • Perasaan Setelah Jadi Abu   Bab 8

    Pada hari ketiga Candra mengurung diri di kamar, Yuli datang.Ketika melihat jambangnya yang tumbuh dan aroma tubuh Candra yang tidak sedap. Yuli tiba-tiba merasa takut dan terkejut."Candra, aku tahu kamu adalah orang yang punya perasaan dan setia. Kamu pasti bersedih ketika Susan meninggal. Tapi, kamu juga harus menjaga tubuhmu sendiri!" Susan meraih bahu Candra dengan cemas.Candra menundukkan kepala dan melihat tangan yang Yuli genggam, tatapan berubah menjadi dingin. "Apa kamu tidak sedih setelah dia meninggal?""Apa?" Yuli tertegun."Waktu itu, kamu jatuh sendiri dari lantai atas, 'kan? Kenapa kamu menuduh Susan?" Candra mengatakan kata demi kata dengan nada dingin sambil menatap tubuh Yuli. Ekspresi wajahnya makin suram."Kamu … Kenapa tiba-tiba membicarakan hal itu? Apa Susan mengatakan sesuatu padamu? Kenapa kamu percaya sama dia dan nggak mempercayaiku?" Yuli tampak tegang, tetapi dia tetap berusaha membela diri.Candra tidak bertanya lebih jauh lagi. Dia melepaskan tangan Yu

  • Perasaan Setelah Jadi Abu   Bab 7

    Candra adalah orang yang cinta kebersihan. Namun, kini dia tidak risih menyentuhku yang kotor."Candra!" Seseorang tiba-tiba menerobos masuk dan mencengkeram jaket Candra. "Sialan! Dasar bajingan! Jangan sentuh Susan."Sosok itu adalah Kirana. Dia berlari sambil menangis. Kirana menarik Candra ke samping dan menampar wajahnya dengan keras.Candra hanya berdiri di sana dan membiarkan tamparan Kirana mengenai pipinya."Susan sudah menemanimu berapa tahun? Dia mencintaimu dengan sepenuh hatinya. Tapi, bagaimana denganmu? Waktu kamu butuh dia, kamu memperlakukannya dengan baik. Waktu kamu nggak butuh dia, kamu menendangnya sejauh mungkin. Memangnya dia itu apa? Apa dia itu kucing yang bisa kamu panggil dan buang sesuka hati?""Candra, kalau kamu nggak mencintai Susan, seharusnya kamu menjauhinya sejak awal. Kenapa kamu malah bersekongkol dengan Yuli untuk menghancurkan Susan? Kamu bahkan membuat dua nyawa melayang.""Aku … Aku waktu itu melihat sendiri bahwa Susan mendorong Yuli hingga jat

  • Perasaan Setelah Jadi Abu   Bab 6

    "Apa maksud perkataanmu?" Candra terpaku di tempat. Dengan kecerdasannya, bagaimana mungkin tidak mengerti maksud kalimat ini.Kemudian, si asisten mengulangi kata demi kata sekali lagi.Aku melihat Candra mengerucutkan matanya. Dia seolah kehilangan arah dan terpaku di tempat.Suasana hati Yuli yang ada di sampingnya tampak cukup baik. Yuli maju sambil menahan perasaannya. Dia memegang tangan Candra dengan lembut dan berkata, "Candra, ini memang sudah takdirnya. Terima dan ikhlaskan.""Harus terima takdir apa? Susan sedang menipuku. Mana mungkin dia rela mati?" Candra tiba-tiba menyela dengan nada garang.Ini mungkin pertama kalinya Candra marah terhadap Yuli. Melihat Candra seperti itu, Yuli pun ketakutan hingga tidak berani mengatakan sepatah kata pun lagi."Candra … Kamu masih punya perasaan padanya, ya?" Yuli bertanya dengan berlinang air mata. "Candra, katakan yang sebenarnya!"Ketika melihat Candra hendak pergi, Yuli menangis dan mengejarnya. "Kamu bilang kamu nggak cinta dia, a

  • Perasaan Setelah Jadi Abu   Bab 5

    Prang! Candra menutup telepon dengan marah. Mungkin karena emosi yang meledak-ledak, dia melempar ponsel ke lantai.Suara benda yang retak membuat lamunanku buyar.Setelah Candra tenang, dia berbalik, dan mengambil ponsel yang sudah retak itu. Dia menelpon asistennya, menyuruh orang itu untuk mencari jejakku.Candra mengirim pesan dengan ekspresi datar. Aku mendekat dan melihat. Di layar tertulis nomor ponselku.[Susan, aku kasih kamu waktu satu hari. Cepat kembali ke hadapanku. Kalau nggak, tanggung sendiri akibatnya.]Aku tersenyum getir. Sekarang aku berada di hadapanmu. Hanya saja, kamu tidak bisa melihatku lagi.Ponselku sudah lama tersimpan di ruang penyimpanan. Mungkin sekarang sudah kehabisan baterai.Setelah beberapa saat berlalu, tidak ada pesan yang masuk ke ponselnya. Kegelisahan dan kecemasan terlihat jelas dalam ekspresi Candra.Tidak lama kemudian, Candra mengambil jaket yang tergeletak di sofa dan bergegas keluar. Aku segera mengikutinya. Apa dia mau mencariku?Aku bert

  • Perasaan Setelah Jadi Abu   Bab 4

    Lagi pula, di dalam hati Candra, aku selamanya adalah perempuan keji, hina, dan tak tahu malu.Karena aku pernah mendorong Yuli hingga jatuh dari atas.Aku teringat tiga tahun yang lalu, waktu Yuli kembali ke negara ini. Waktu itu, perusahaan sedang mengadakan pesta besar. Candra membawa Yuli ke hadapanku, istri sahnya tanpa rasa bersalah. Mereka berjalan berdampingan dan berbaur di antara tokoh ternama di dunia bisnis. Aku pun menjadi bahan tertawaan semua orang di ruangan itu.Rasa pedih di dadaku sangat menusuk. Aku hanya bisa menahan air mata dan melangkah menjauh untuk menenangkan diri.Namun, Yuli menghampiriku dan berpura-pura bersifat ramah padaku. Aku tidak ingin menjalin hubungan dengannya, jadi aku berbalik, dan pergi. Namun, Yuli tiba-tiba terjatuh dari tangga.Aku pun terpaku di tempat. Aku melihat dengan jelas bahwa Yuli tersenyum dingin padaku waktu dia terjauh.Semua orang terkejut. Aku menatap Yuli yang terbaring di lantai dan bersimbah darah dengan takut. Yuli menatap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status