Share

bab 10

last update Last Updated: 2023-04-17 08:44:02

Hati Yahya mulai kebas, dia abaikan pesan dari anak perempuannya itu, dengan kembali fokus pada barang yang akan dia bawa. Paling Tari akan marah nanti. Membentak atau mengatai banyak kalimat menyakitkan hatinya. Sudah biasa. Dan bukankah dia akan pergi sekarang seperti keinginan putrinya itu? Jadi tidak perlu ditanggapi. Karena saat Tari pulang kerja nanti, dia tidak akan melihat Yahya lagi di rumah itu. Sesuai keinginannya.

Ting! Satu lagi pesan masuk, namun Yahya tetap abai, dia masih yakin kalau itu dari Tari, yang pasti marah merasa diabaikan pesannya.

"Terserah, Tari. Kamu mau marah atau bagaimana juga. Bapak capek," gumam Yahya tak melihat sama sekali ponselnya.

Namun tak berselang lama, justru suara dering ponselnya yang meminta perhatian kemudian. Yahya menghela napas lelah, dia masih mengira kalau Tari yang kini menghubunginya karena pesannya dia abaikan.

Namun ternyata dia salah, nama Ganjar yang muncul di layar sebagai si penelpon.

Dengan cepat dia pun segera menjawab.

"Iya, Jar?" tanya Yahya.

"Ganjar kirim pesan barusan, tapi akang nggak nanggapin," kata Ganjar sedikit kesal.

"Maaf, akang barusan lagi beresin baju. Kenapa, Jar? Kamu sudah mau berangkat kan?" jelas Yahya jujur, meski dia memang sengaja mengabaikan pesan masuk yang dikira dari Tari tadi.

"Oh, ya udah. Ganjar tadi sudah menghubungi teh Tini, dia nggak keberatan katanya, Fitri juga bahkan menawarkan kalau akang mau tinggal bareng kami juga, ayo saja," jelas Ganjar.

Yahya tersenyum, ternyata langkahnya diberi kelancaran. Orang-orang yang dia sangka akan menunjukan ketidak sukaan, ternyata kini telah berubah sikap padanya. Karena apa? Yahya tidak mau tahu. Dia hanya yakin, kalau Tuhan - lah yang sudah menggerakkan hati mereka. Termasuk menggerakkan hati Tari anaknya, untuk jadi membencinya. Bukankah semua yang terjadi dalam kehidupan ini, semua atas ridho yang Maha Kuasa?

"Alhamdulillah, syukurlah kalau seperti itu, Jar," tanggap Yahya.

"Iya. Sekarang Ganjar berangkat, Kang. Akang siap-siap, ya?" kata Ganjar sambil berjalan keluar rumah diantar oleh Fitri, istrinya.

"Iya. Kamu hati-hati di jalan, nanti akang tunggu di dekat mini market," balas Yahya mengatakan di mana adiknya harus menjemput dirinya.

"Loh, kenapa harus di mini market, Kang? Ganjar jemput ke rumah aja," tanya Ganjar urung menyalakan mesin roda dua kendaraannya.

"Nggak apa-apa, biar nggak ada yang tahu," balas Yahya.

"Akang sengaja mau kabur?" tanya Ganjar membuat Fitri bertanya dengan isyarat.

Namun Ganjar menggeleng menjawab pertanyaan tak terucap istrinya.

"Nggak dibilang kabur juga. Sudahlah, pokoknya akang tungguin kamu di saat saja nanti," tegas Yahya.

"Baiklah kalau begitu." Ganjar pun langsung menyalakan mesin motornya, lalu pergi meninggalkan rumahnya.

Yahya menghitung perjalanan Ganjar dari kampungnya, hingga sampai ke kampung Ratna. Kalau lancar, satu setengah jam kedepan adiknya itu akan sampai. Dia lantas menghembuskan napas panjang, menghitung waktu yang tersisa bisa berada di rumah miliknya sendiri, tapi harus pergi karena diusir anaknya.

Yahya menutup pintu kamarnya setelah mengemas barang miliknya, lalu mengunci pintu kamar itu, dan menyimpan kuncinya dalam tas.

Rumah itu sangat sepi, hanya detak jarum jam yang mengisi keheningan, juga lamat suara ayam jago yang berkokok milik tetangga yang terdengar. Sesekali, suara sepeda motor yang melintasi depan rumahnya, menjadi penyumbang kebisingan lainnya.

Menyeret langkahnya yang tertatih dengan dibantu tongkat, Yahya menuju kamar Zaki. Diambilnya buku tulis milik Zaki, pas bagian belakang yang kosong, dia mencoretkan cacatan hati untuk anak keduanya itu. Kata salam perpisahan, juga jangan sampai Zaki mencemaskan dirinya.

[Zaki, anak solehnya bapak. Bapak pergi dulu ya, Nak?! Jangan khawatir dengan bapak, bapak akan baik-baik saja. Sekolah yang bener, tinggal sebentar lagi. Setelah lulus, nanti bapak akan menghubungi Zaki lagi. Jangan tanya bapak tinggal di mana, yang penting bapak aman sampai nanti Zaki datang menemui bapak. Sehat-sehat ya, Nak? Jangan banyak pikiran. Bapak pergi. Bapak sangat sayang sama Zaki. Nurut sama tetehmu, dia yang membiayai sekolahmu sekarang.]

Tes! Air mata Yahya jatuh ke kertas yang tengah ditulisnya. Tak ingin membuang waktu lama, dia pun bergegas keluar dari kamar Zaki, setelah menyimpan buku itu di atas tempat tidur.

'Selamat tinggal.'

Batin Yahya sambil melihat ke arah pintu kamar Tari. Di dalam sana sang menantu 'kebanggaan' tengah tidur mengganti waktunya yang semalam dipakai bekerja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pergilah, Pak! (Kuusir bapakku pergi)    cerita Yati

    Air mata Yahya semakin mengering, bersamaan dengan semakin jauhnya Ganjar membawa raganya pergi. Satu jam terlewati, hingga mereka kini sudah memasuki kota kabupaten tempat kelahiran Yahya. Menepuk pundak sang adik, Yahya mengingatkan Ganjar untuk mampir dulu ke toko emas, tempatnya membeli cincin kawin berpuluh tahun yang lalu."Jar, ke Toko Emas Bintang dulu," ingatnya sambil awas mengawasi keramaian suasana kota kelahirannya."Yakin mau dijual, Kang?" tanya Ganjar memelankan laju kendaraan roda duanya."Iya, Jar. Akang butuh duit," jawab Yahya tanpa keraguan."Jangan sampai nyesel nanti, kan itu cincin kenangan," ujar Ganjar membelokkan motornya begitu sampai di toko emas yang dimaksud Yahya."Kenangan akan tetap ada di hati, Jar," elak Yahya mencoba menguatkan hati."Terserah Akang, Ganjar hanya mengingatkan, jangan sampai setelah dijual malah Akang menyesal nanti," balas Ganjar lalu menghentikan motornya tepat di depan toko perhiasan yang lumayan ramai pengunjungnya itu."Mau Aka

  • Pergilah, Pak! (Kuusir bapakku pergi)    bab 11

    Yahya berjalan dengan kesukaran, dia sedikit ragu saat akan melewati rumah Yati, tak ingin aksi 'melarikan dirinya' itu terpergok oleh kakak dari Ratna tersebut. Bisa gagal kepergian dia, kalau Yati sampai tahu.Beruntung Dewi fortuna sedang berpihak padanya, hingga langkah kakinya yang tertatih berhasil melewati ujung pagar rumah milik Yati, tak terdengar panggilan dari wanita tersebut memergoki dirinya.Namun baru saja Yahya bisa menghembuskan napas lega, satu panggilan membuat jantungnya seakan akan melompat."Loh, Mang Yahya?! Mang Yahya mau kemana?" ujar seseorang lalu mensejajari langkah Yahya, dia heran melihat Yahya membawa tas dengan kesusahan. Yahya menoleh cepat, lalu sedikit merasa lega saat yang bertanya itu adalah tetangganya. "Eh, Pak wawan, ini mau ke depan," balas Yahya dengan masih mencoba mempercepat langkahnya, tak ingin suara Wawan yang bertanya padanya, terdengar oleh Yati karena dia masih terlalu dekat dengan rumah iparnya itu. "Kenapa bawa tas segala? Memang

  • Pergilah, Pak! (Kuusir bapakku pergi)    bab 10

    Hati Yahya mulai kebas, dia abaikan pesan dari anak perempuannya itu, dengan kembali fokus pada barang yang akan dia bawa. Paling Tari akan marah nanti. Membentak atau mengatai banyak kalimat menyakitkan hatinya. Sudah biasa. Dan bukankah dia akan pergi sekarang seperti keinginan putrinya itu? Jadi tidak perlu ditanggapi. Karena saat Tari pulang kerja nanti, dia tidak akan melihat Yahya lagi di rumah itu. Sesuai keinginannya. Ting! Satu lagi pesan masuk, namun Yahya tetap abai, dia masih yakin kalau itu dari Tari, yang pasti marah merasa diabaikan pesannya. "Terserah, Tari. Kamu mau marah atau bagaimana juga. Bapak capek," gumam Yahya tak melihat sama sekali ponselnya. Namun tak berselang lama, justru suara dering ponselnya yang meminta perhatian kemudian. Yahya menghela napas lelah, dia masih mengira kalau Tari yang kini menghubunginya karena pesannya dia abaikan. Namun ternyata dia salah, nama Ganjar yang muncul di layar sebagai si penelpon. Dengan cepat dia pun segera menjawab

  • Pergilah, Pak! (Kuusir bapakku pergi)    bab 9

    "Jemput akang, Jar," kata Yahya dengan hati teriris perih, dia tidak akan mengemis lagi. Anak dan menantunya meminta dia pergi, maka dia akan pergi.Dia masih punya tempat kembali, meski pasti akan terbongkar kalau rumah tangganya tak baik-baik saja setelah ini. Semua orang akan tahu, bagaimana perangai baru putri tersayangnya kini."Ini beneran si Tari ngusir akang dari rumah?" Ganjar sang adik bertanya dengan penuh ketidak yakinan. Kata masa iya, bagaimana, kenapa, terus berseliweran di otaknya."Nggak semuanya benar juga, Jar, akang cuma pengen titirah (pindah sementara waktu) siapa tahu kalau tinggal di sana, penyakit akang cepat sembuh. Capek rasanya sakit sekian tahun belum sembuh juga," balas Yahya masih mencoba menutupi kebenaran tentang perubahan sifat Tari."Ya sabar, Kang. Itu juga kan sekarang akang sudah lebih baik. Sabar." Ganjar mencoba memberikan kata menenangkan untuk kakaknya. "Akang kangen kampung juga. Jemput akang sekarang, ya? Kalau bisa sebelum jam dua belas si

  • Pergilah, Pak! (Kuusir bapakku pergi)    bab 8

    "Ya Allah, rupanya kecurigaan teh Yati memang benar. Kalau menantu hamba sama dengan anak hamba, menginginkan hamba pergi dari sini," lirih Yahya sambil mengusap air mata di pipinya. Sirna sudah harapan dia akan terus tinggal di rumah miliknya sendiri, karena baik Tari maupun Badar jelas sudah tidak menginginkannya ada di rumah ini.Dengan langkah setengah diseret, Yahya beranjak meninggalkan ruang makan untuk kembali ke kamarnya, tekadnya semakin bulat untuk pergi dari rumah itu. Namun dia juga tidak ingin terlalu ditekan, dia akan pergi setelah mengamankan sertifikat rumahnya. Ada hak Zaki di rumah ini, kalau nanti Tari sampai gelap mata melakukan hal yang lebih gila lagi, setidaknya harta peninggalan dia dan istrinya, tidak sia-sia di tangan Tari yang mulai semena-mena.Sementara di kamarnya, Badar tersenyum lebar mendengar apa yang dikatakan oleh Yati tadi. Berarti Tari memang sudah mengikuti apa yang dia katakan kemarin malam."Kamu memang hebat, Sayang. Nggak nyangka aku, kamu b

  • Pergilah, Pak! (Kuusir bapakku pergi)    bab 7

    "Eh, ada, Uwa," sapa Badar bersikap manis, berbeda dengan sikapnya pada Yahya, wajah akan terlihat menyebalkan menatap mertua lelakinya itu."Ada, makanya mau ada orang lain atau tidak, sikap kamu itu harus dijaga, bukan hanya bersikap manis pas ada orang lain saja," gerutu Yati menatap suami tari dengan sebal."Badar juga selalu bersikap baik pada siapapun, Wa, kok Uwa berkata seperti itu?" balas Badar sambil tersenyum masam."Heh, Badar! Jangan kamu pikir Uwa tidak tahu ya kelakuan kamu sama mang Yahya?! Uwa tahu semuanya. Sekarang malah si Tari ngusir bapaknya pergi. Kamu tahu nggak itu?" tanya Yati tanpa ingin berpura-pura baik pada suami keponakannya itu.Mendengar pengaduan Yati, Badar terlihat kaget, dia tak menyangka kalau ternyata istrinya melakukan itu."Apa, Wa? Tari ngusir bapak untuk pergi dari rumah?" tanya Badar tak percaya."Iya! Beneran kamu tidak tahu?!" selidik Yati menatap tajam pada Badar yang menggeleng."Enggak, Wa," sahut Badar dengan memasang wajah kaget seten

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status