Share

bab 7

"Eh, ada, Uwa," sapa Badar bersikap manis, berbeda dengan sikapnya pada Yahya, wajah akan terlihat menyebalkan menatap mertua lelakinya itu.

"Ada, makanya mau ada orang lain atau tidak, sikap kamu itu harus dijaga, bukan hanya bersikap manis pas ada orang lain saja," gerutu Yati menatap suami tari dengan sebal.

"Badar juga selalu bersikap baik pada siapapun, Wa, kok Uwa berkata seperti itu?" balas Badar sambil tersenyum masam.

"Heh, Badar! Jangan kamu pikir Uwa tidak tahu ya kelakuan kamu sama mang Yahya?! Uwa tahu semuanya. Sekarang malah si Tari ngusir bapaknya pergi. Kamu tahu nggak itu?" tanya Yati tanpa ingin berpura-pura baik pada suami keponakannya itu.

Mendengar pengaduan Yati, Badar terlihat kaget, dia tak menyangka kalau ternyata istrinya melakukan itu.

"Apa, Wa? Tari ngusir bapak untuk pergi dari rumah?" tanya Badar tak percaya.

"Iya! Beneran kamu tidak tahu?!" selidik Yati menatap tajam pada Badar yang menggeleng.

"Enggak, Wa," sahut Badar dengan memasang wajah kaget setengah mati. Sedang Yahya merasa senang, karena ternyata sangkaan Yati kalau dia diusir Tari karena hasutan dari Badar, sudah tidak terbukti.

Menantunya itu meskipun kadang berlaku menyebalkan, ternyata tidak sejahat pemikiran Yati.

"Tuh, si Tari sudah jadi anak durhaka! Dia pengen celaka dengan berbuat jahat sama bapaknya sendiri. Coba kamu omongin dia, kasih tahu kalau itu tidak benar. Masa bapaknya yang sembuh aja belum disuruh pergi? Ini rumah si mang Yahya, hasil jerih payahnya dengan almarhum si Ratna, kenapa malah disuruh pergi? Ada juga kamu tuh, Badar! Bawa istri kamu ke rumah kamu, bukan malah ngejogrog terus di sini." Yati masih saja kesal dan menumpahkan semua unek-unek yang masih bersarang di kepalanya.

"Kan rumah Badar masih dikontrakan sama orang, Wa. Masih setahun lagi," kata Badar membela diri, dia melirik pada mertuanya yang bahkan tak berbicara sama sekali.

"Tapi kan ada rumah orang tua kamu, besar lagi. Kalian tinggal saja di sana, bukan malah pengen nguasain rumah ini," balas Yati membuat Badar merasa jengah, dikatai ingin memiliki rumah milik mertuanya.

"Nggak ada pemikiran ke sana sama sekali, Wa. Mana ada Badar berpikir untuk menguasai rumah ini?" Sanggah badar menolak tuduhan uwa Tari tersebut. Hatinya sangat geram.

"Ya kalau begitu, kamu pokoknya harus dibilangin tuh si Tari, kalau kamu nggak sanggup, biar Uwa yang nanti ngomong sama si Tari." Yati beranjak bangun.

Badar menghela napas panjang, dia tahu Yati akan segera pergi.

"Iya, nanti Badar coba bicara sama Tari," ujar Badar tanpa melihat pada Yati.

"Ya sudah, Uwa mau pulang dulu. Inget, jangan lupa buat ngomongin si Tari. Dosa dia berbuat begitu sama bapaknya. Durhaka dia, pengen kualat apa hidupnya?" ujar Yati lantas melangkah menuju pintu, dia masih sempat melihat pada Badar yang menatap Yahya kesal, sebelum pintu itu ditutupnya.

"Dasar tukang ngadu!" gerutu Badar sambil berlalu menuju kamarnya dan Tari, tatapan sinis masih sempat dia berikan untuk mertuanya itu.

Yahya tertegun, dia memang baru sembuh dari stroke, tapi telinganya tidak mengalami gangguan, pendengarannya sangat normal.

Dan tadi, dengan jelas Yahya mendengar kalau Badar mengatakan kalau dia tukang ngadu. Apa kesimpulan yang baru dia buat tentang sikap Badar salah?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status