Share

Perjalanan Sang Batara
Perjalanan Sang Batara
Author: Gibran

1. Puncak Semeru

Author: Gibran
last update Last Updated: 2025-05-16 07:01:21

Puncak Gunung Semeru...

"Hiatt!" terdengar suara teriakan keras dari atas pohon gundul. Lalu disusul seorang pemuda bert3lanjang dada melompat turun dan mendarat di atas ranting kecil yang sudah disusun rapi.

Anehnya, ranting yang begitu kecil itu tak patah sama sekali setelah kedua kaki pemuda berambut gondrong sebahu dengan tubuh berotot itu mendarat disana.

Plok Plok Plok!

Terdengar tepuk tangan dari arah batu besar dimana seorang pria tua berpakaian lusuh duduk bersila sambil tersenyum menatap kearah pemuda tersebut.

"Bagus! Bagus! Kau berhasil menguasai Ilmu meringankan tubuh secara sempurna. Dengan begitu, kau sudah layak dipanggil seorang Pendekar sejati, Jaka." kata sosok pria tua tersebut lalu tertawa terkekeh.

Pemuda bernama Jaka itu tersenyum lalu melompat turun dari atas ranting dan mengambil bajunya yang tergeletak di atas batu. Dia mengibaskan pakaian putih dekil tersebut kemudian mengenakannya. Setelah itu, Jaka mendekati batu besar dimana pria tua itu duduk bersila di atasnya dengan santai.

"Terimakasih Kakek Guru sudah mengajarkan ilmu ini padaku. Aku bersumpah, akan menggunakan ilmu yang selama ini aku pelajari darimu di jalan yang benar..." kata Jaka sambil membungkuk hormat.

"Heleh...Tak perlu sopan seperti itu. Tak biasanya kau terlihat sopan padaku bocah Geni," kata pria tua itu lalu disusul tawanya yang terkekeh-kekeh.

Jaka menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Kakek guru, apakah benar kabar yang aku sirap dari desa di bawah bahwa di daerah Kerajaan Sigaluh ada harta langka?" tanya Jaka sambil menatap pria tua tersebut.

"Memang. Mungkin saja harta itu berjodoh denganmu anak muda. Selain itu, aku mendapat kabar kalau orang yang pernah aku kenal menghilang. Tapi itu bukan persoalan bagiku. Yang aku pikirkan sekarang adalah, di wilayah Sigaluh, ada satu kerajaan tak terlihat. Jadi kau bisa menyelidiki tempat itu tapi kau harus berhati-hati. Konon katanya, tempat itu bukanlah Kerajaan manusia. Kemungkinan itu adalah kerajaan dedemit Penunggu hutan," kata pria tua tersebut.

Kakek tua itu memiliki nama Mahameru atau yang dikenal sebagai Pendekar Tangan Dewa. Sepak terjangnya di dunia persilatan sudah tak diragukan lagi. Namun karena kini dia sudah tua, Ki Mahameru yang dipanggil Ki Meru itu memilih untuk tidak lagi berkelan seperti dulu dan fokus melatih seorang murid.

Jaka yang sejak kecil dirawat oleh pria tua itu sudah menganggapnya seperti kakek sendiri. Itulah sebabnya dia sangat menghargai si kakek yang meski suka bercanda tapi tetap tegas kepada muridnya.

"Sekarang latihanmu sudah selesai. Kau boleh beristirahat. Besok kau akan mendapatkan latihan lagi dariku. Ini adalah satu ajian Sakti yang aku miliki dan menjadi pukulan andalanku. Yaitu Pukulan Gledek Membelah Langit." kata Ki Meru.

"Gledek Membelah Langit...? Apakah itu pukulan yang mengeluarkan petir dari telapak tangan Kek?" tanya Jaka. Ki Meru tertawa kecil lalu melotot secara tiba-tiba membuat Jaka menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Bukan. Kalau yang itu adalah Pukulan Gledek Samber Nyawa! Itu juga ada latihannya lagi! Tapi, yang paling penting adalah ajian Gledek Membelah Langit ini lebih dulu. Karena untuk mengerjakan Pukulan Sakti lainnya, harus menggunakan ajian ini terlebih dahulu." kata Ki Meru.

"Oh...jadi begitu...Aku penasaran, seperti apa pukulan yang akan kakek guru ajarkan padaku. Tapi, sepertinya aku pernah melihat kakek menggunakan Pukulan itu saat bertarung melawan ular penunggu mata air di lereng gunung sebelah barat..." kata Jaka.

"Benar. Aku pernah menggunakan itu untuk melawan ular raksasa yang sisik nya sangat keras itu. Sisik ular itu menjadi keras karena lahar panas yang melapisinya hingga menjadi batu keras. Eh, tapi...bukankah waktu itu terjadi kau masih sangat kecil?" tanya Ki Meru.

"Entahlah...Tapi aku merasa kakek baru saja melakukan itu beberapa tahun yang lalu..." sahut Jaka membuat Ki Meru mengusap wajahnya beberapa kali sambil berpikir.

"Apa iya...? Seingatku, waktu itu kau masih sangat kecil. Bahkan kau belum bisa cebok sendiri setelah ngising..." kata Ki Meru membuat Jaka tertawa terbahak-bahak lalu menutup wajahnya dengan sebelah tangan. Entah kenapa dia merasa malu dengan apa yang dikatakan oleh Ki Meru gurunya tersebut.

"Ah, kenapa kakek membahas hal memalukan seperti itu?" batinnya dengan wajah memerah.

"Sudah sana mandi mumpung masih sore! Ingat, jangan pergi ke mata air itu setelah matahari terbenam." kata Ki Meru lalu dia bangkit berdiri kemudian melompat. Lompatan Ki Mahameru memang terlihat sangat ringan. Dalam satu kali gerakan saja, tubuh pria tua tersebut sudah berada hampir sepuluh tombak jauhnya dari Jaka.

"Wah, ilmu Kaki Awan milik Guru sudah sangat sempurna. Dia bisa melompat hingga sejauh itu seperti terbang..." ucap Jaka sambil tersenyum takjub. Lalu sejurus kemudian dia teringat dengan pesan gurunya kalau dirinya tidak boleh mandi di mata air yang ada di timur gubuk tempat mereka tinggal setelah matahari terbenam.

Selama belasan tahun Jaka berada di puncak Semeru, tak sekalipun gurunya lupa akan hal itu. Pria tua tersebut selalu mengingatkan Jaka agar tidak mandi di mata air setelah matahari terbenam. Dan selama itu pula, Jaka menuruti peringatan dari gurunya tersebut tanpa membantah atau mempertanyakannya sekali pun.

Jaka mandi di mata air yang jernih di timur tempat tinggal dirinya bersama sang guru. Setelah membersihkan tubuh, pemuda itu melangkah menuju ke gubuk berukuran sedang yang ada di bawah batu besar. Gubuk kayu itu sudah berdiri disana sejak sebelum Jaka ada di tempat tersebut.

Sesampainya di depan pintu gubuk bagian depan, Jaka mencium aroma singkong bakar yang seketika itu juga membuat perutnya keroncongan.

"Aku merasa lapar sekali...Huh, benar juga, sehari ini aku berlatih sangat keras agar bisa menguasai ilmu Kaki Awan milik kakek secara sempurna. Jadi wajar saja kalau aku merasa lapar," batin Jaka lalu masuk begitu saja ke dalam gubuk kayu tersebut.

Begitu dia masuk, ternyata benar, di atas meja kayu kecil yang sudah reyot itu tersaji singkong bakar yang masih ngebul di atas daun jati. Jaka mengambil satu lalu meniupnya agar tak begitu panas. Kemudian dia menggigit singkong tersebut.

"Huah! Oanas!" serunya sambil mengunyah dengan cepat karena saking panasnya. Ki Meru keluar dari ruang belakang dengan tergopoh-gopoh. Matanya melotot melihat Jaka yang tengah kepanasan.

"Oalah, baru matang sudah kau santap saja!" umpat nya keras namun Jaka tak menggubris karena dia merasakan lidahnya kelu.

Ki Meru mengambil satu gayung air di belakang kemudian menyodorkannya kepada Jaka.

"Minum ini, biar cepat sembuh!" ucapnya. Jaka segera menerima air tersebut kemudian meneguknya hingga habis.

"Haaah! selamat...!" seru Jaka membuat Ki Meru menepuk kepala pemuda itu.

"Lain kali makan dengan tenang dan jangan asal ambil." ucap pria tua tersebut yang disambut dengan senyuman bersalah Jaka. ***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Sang Batara   280.Utari Dewi Melarikan Diri

    Mendengar kabar Yang Sian Kan pergi untuk menangkap orang asing bernama Jaka Geni, mata Utari Dewi segera terbuka. "Kakang..." ucap gadis itu dalam hati. Utari menghentikan bertapanya. Dia berjalan keluar menyusuri lorong kediaman Yang Sian Kan. Saat berpapasan dengan wanita-wanita budak nafsu Pangeran itu, Utari Dewi bersembunyi di balik pilar merah besar. Dengan berjalan mengendap, Utari melewati sebuah taman di samping kediaman Yang Sian Kan. Taman itu lumayan luas. Saat gadis itu akan melewati pagar tembok yang tinggi, seorang prajurit wanita memergokinya. "Hei, siapa itu!" teriak prajurit itu keras. Suaranya membuat dua prajurit wanita yang lain langsung mendatangi taman. Utari Dewi segera berlari ke arah pagar. Namun langkahnya terhenti saat satu tombak menghadang jalannya. "Terpaksa harus bertarung!" batin Utari. Tiga wanita berpakaian lengkap itu melesat ke arah Utari Dewi. Mereka terkejut melihat siapa gadis yang akan kabur itu. "Ternyata kau! Gadis asing yang selama

  • Perjalanan Sang Batara   279.Pertarungan Maut(2)

    Perbatasan gerbang itu terlihat sepi. Beberapa bangunan rumah hancur dan tembok gerbang juga terlihat runtuh. Pertarungan dahsyat antara Jaka Geni melawan Pendekar Tombak Api masih berlanjut. Mereka berdiri saling berhadapan. Saling bertatap mata dengan tatapan tajam. Hawa membunuh terpancar keluar dari dua orang yang sesaat lagi akan saling adu kekuatan untuk terakhir kali. "Aku tidak menyangka, kau orang asing bisa membuatku terluka separah ini. Bahkan orang-orang Serikat Teratai Biru tidak ada yang bisa melukai diriku kecuali orang itu. Kau tidak beda dengan monster berwujud manusia itu... Tapi, kau masih terlihat lebih lemah darinya. Bagiku, kau sudah cukup hebat untuk menjadi bagian dari kami. Apakah kau tidak menginginkan bergabung bersama kami?" Sio Tong menawarkan kerja sama kepada Jaka Geni. Dia mengakui kehebatan Jaka Geni. Namun jika lelaki itu berpikir Jaka Geni akan mudah menerima tawaran, dia salah besar. Jaka Geni adalah seorang kesatria yang bebas. Jaka tersenyum s

  • Perjalanan Sang Batara   278.Pertarungan Maut

    Saat para pendekar itu tertekan oleh dua serangan, tiba-tiba muncul Sio Tong yang langsung menyerang Chang Yun. Sekali tebas membuat Chang Yun terpental saat menangkis serangan tombak Pendekar Tombak Api. Pedang di tangannya terasa terasa terbakar. Panas menyengat. Chang Yun menahan tubuhnya dengan menancapkan pedang pada tanah di pinggir jalan. Tak berhenti sampai di situ, Sio Tong kembali menghilang dan tiba-tiba sudah berada di dekat gadis itu. Melihat orang sekuat Sio Tong mengincar Chang Yun, Jaka Geni langsung meninggalkan beberapa pendekar yang masih tersisa begitu saja. Dia melesat ke arah Sio Tong dengan cepat. Chang Yun kembali gunakan pedang untuk menangkis. Namun tetap saja tenaga Sio Tong lebih kuat dari dirinya. Pedang terlepas dari tangannya. Dengan gerak cepat lelaki itu telah mendaratkan kakinya di dada Chang Yun. Jaka Geni berteriak keras melihat Chang Yun terpental keras menabrak rumah hingga jebol. Sio Tong tertawa terkekeh-kekeh. Lalu dia memutar tombak nya

  • Perjalanan Sang Batara   277.Tombak Ruang & Waktu

    Sio Tong tertawa keras mendengar ucapan Chang Yun. "Cinta sehidup semati! Hahaha bagus! Aku akan satukan kalian di alam lain!" ucap Sio Tong. Jaka Geni sedikit khawatir dengan kekuatan aneh yang di miliki oleh lelaki itu. "Dia bisa berpindah tempat semau dia. Sungguh kemampuan yang aneh dan berbahaya. Apakah dia bisa di katakan manusia?" batin Jaka Geni. Bahkan setahu dia yang sudah mengenal banyak makhluk gaib, tidak ada satu pun yang dengan mudah berpindah tempat. Bahkan para makhluk gaib itu membutuhkan tumbal di setiap portal yang akan di lewati. Sio Tong langsung melesat ke arah Jaka Geni. Gerakan nya cepat dan aneh. Jaka waspada dengan serangan musuh. Benar saja, saat Sio Tong berada di hadapan Jaka Geni, tiba-tiba tubuhnya lenyap begitu saja. Dan tahu-tahu lelaki berpakaian merah dengan zirah perang itu telah berada di belakang Jaka sambil menusuk. Jaka terkejut. Namun dia telat menghindar. Ujung tombak itu menusuk bahu kanannya dengan cepat. Jaka menjerit keras menahan

  • Perjalanan Sang Batara   276.Pendekar Tombak Api

    Jaka Geni terkejut saat tangannya di tarik hingga tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi. Di hadapannya saat ini adalah Chang Yun yang berdiri tanpa selembar benang pun menutupi tubuhnya. Jaka membuang mukanya ke arah lain. "Apa yang kau lakukan Chang Yun? Katanya kau hanya minta di hantarkan handuk." tanya Jaka Geni berusaha tidak menatap tubuh gadis itu. Bagaimana oun, dia adalah lelaki yang waras dan sehat. Di hadapkan dengan pemandangan indah itu tak mungkin dia bisa menolaknya. "Tidak apa-apa kakak, bukankah dulu kakak sudah pernah melihatnya?" tanya Chang Yun dengan bibir bergetar. Entah apa yang membuat dirinya menjadi berani seperti itu. "Tapi... Apa kau tidak masalah dengan itu? Aku ini lelaki waras Chang Yun, bisa kau bayangkan jika aku melihatmu. Apa yang terjadi selanjutnya bukanlah keinginan ku." kata Jaka Geni berusaha mengalihkan pandangan mata nya ke arah lain. Namun Chang Yun terlihat bernafsu memperlihatkan tubuh mulusnya. "Aku tidak merasa tersinggung atau apa ka

  • Perjalanan Sang Batara   275.Menjadi Buronan

    Ratusan ribu pasukan kerajaan berjalan menggunakan kuda beriringan menuju Dermaga Kanal Besar. Pasukan besar ini akan menyerang kerajaan Goryeo. Ambisi Kaisar Yang Sui untuk menaklukan negara-negara besar itu tak bisa terbendung. Pasukan dengan jumlah sangat besar itu di perkirakan akan sampai di kerajaan Goryeo satu bulan perjalanan. Itu karena saking banyaknya lautan pasukan yang Kaisar kerahkan. Rakyat Sui semakin terpuruk dengan ambisi besar sang Raja. Pajak di naikkan untuk membiayai perang dan foya-foya para Pangeran di kerajaan. Sementara rakyat kelaparan dan terus di paksa bekerja di kanal besar dan tembok besar. Semua itu membuat Menteri Pertahanan Li Yuan yang berada di kota Henan trenyuh. Dia merasa iba dengan rakyat yang semakin tertindas oleh pemimpin tiran. Namun apa daya, dia pun hanyalah seorang bawahan. Beberapa waktu lalu ada kabar dari kota Jinan tentang sebuah fenomena aneh yang kembali terjadi di hutan kota tersebut. Sejumlah prajurit khusus yang di pimpin Li

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status