Mata Maharani yang tadinya berkaca-kaca, sekarang malah meneteskan air mata. Jaka menyeka air mata yang menetes di pipi istrinya. "Ceritakan saja secara perlahan..." ucap Jaka Geni dengan lembut.Maharani mengangguk perlahan. Dia pun menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya dengan keras. Lalu dia pun kembali bercerita. "Saat itu Gerbang Utara di jaga oleh seorang wanita yang ternyata adalah ibu dari Kinasih, mendiang kekasih kakang dulu... Dia berjaga bersama Nyai Sari temannya dan satu murid gadis teman Kinasih, namanya Anggita. Saat mereka berjaga, dua orang pendekar sakti bernama Adinata dan Gentala menyerang mereka. Hingga akhirnya mereka pun bertarung mati-matian. Nyai Sari berhasil menaklukan Gentala. Namun dia juga harus menerima luka parah di bagian bahunya setelah dia menyarangkan ajian sakti di kaki lawan." kata Maharani dengan suara tersekat. Wajah Jaka berubah setelah mendengar nama Nyai Laras. Dia mencoba mendengarkan
Jaka Geni membuka matanya saat dia merasakan satu sentuhan halus di kepalanya. Dilihatnya satu sosok wanita cantik yang kini telah menjadi istrinya. Senyum indah tersungging dari bibir merah basah itu membuat Jaka ikut tersenyum. "Apa yang terjadi padaku istriku?" tanya Jaka Geni sambil matanya menatap sekeliling. Dia tak asing dengan ruangan itu. Ruangan itu adalah kamarnya bersama Maharani, istrinya. "Kakang tidur cukup lama, ini kamar kita kang..." ucapnya lembut sambil membelai kepala pemuda itu. Jaka terdiam sesaat lamanya. Lalu dia teringat dengan perang yang terjadi di Sigaluh. Namun sebelum dia bertanya, Maharani telah berkata terlebih dahulu. "Kakang Jaka pingsan selama dua hari. Dan perang juga sudah berakhir kang. Kerajaan Sigaluh berhasil di pertahankan. Pasukan Panglima Karna berlarian kabur ke hutan. Sebenarnya ada banyak cerita di Sigaluh selama kakang tertidur. Aku akan menceritakan semuanya, akan tetapi kak
Dua Nyai Terluka! Matahari mulai condong ke arah barat. Nyai Laras mulai merasakan sakit di bagian kepalanya. Meski ajian sakti lawan tidak secara langsung mengenainya, namun dia bisa merasakan akibat dari benturan tenaga dalam tersebut. Terdengar suara tawa dari arah depan. Adinata tertawa melihat keadaan Nyai Laras. Wajahnya terlihat biasa saja meskipun tadi tubuhnya terdorong sesaat. Memang dia adalah orang sakti, tapi Nyai Laras juga orang yang sakti. Adu kanuragan tetap saja tidak semudah dia membunuh orang biasa. "Kau hebat nyai, seperti yang ku perkirakan. Kau bisa menahan ajian Tinju Sakti Banaspati milikku hikhihik tapi, dalam beberapa waktu ke depan, kau akan mengalami demam tinggi. Meski kau bisa menghentikan ajian tersebut, tapi kau tidak bisa menghalau kekuatan banaspati milikku yang pecah di udara... Hikhikhik" ucap Adinata sambil mengelus janggutnya. Nyai Laras mencoba alirkan tenaga dalam ke seluruh tubuh. Area panas tersebut hanya dirasakan di bagian kepalanya s
Nyai Laras menerjang dengan jurus sakti. Kedua tangannya bergerak cepat menyambar ke arah kepala dan dada Adinata. Dengan tawa tengilnya Adinata menghindari semua serangan Nyai Laras dengan mudah. Malah dengan kurang ajar, lelaki berjuluk Pendekar Rawa Biru itu sesekali mencolek pinggang Nyai Laras yang membuat wanita itu semakin kalap. Kali ini kaki Nyai Laras melesat ke arah perut Adinata, namun lagi-lagi serangan itu berhasil dihindari lelaki berpakaian biru itu. Nyai semakin geram melihat wajah orang tua itu yang selalu tertawa cekikikan seolah tengah bermain-main dengannya. Tanpa tanggung lagi Nyai Laras kerahkan ajian Jari Langit miliknya. Melihat wanita itu benar-benar ingin membunuhnya dengan ajian sakti yang cukup terkenal itu, wajah Adinata sedikit berubah. "Hm, ajian Jari Langit ya... Sudah lama aku tidak melihat ajian sakti itu. Baiklah akan aku uji kemampuan ajian yang terkenal sakti itu hikhikhik" ucap Adinata lalu tangannya berputar di depan dadanya satu kali. Dan
Saat pertarungan terjadi di gerbang Selatan dan gerbang Timur, di dua gerbang lainnya yang sepi juga terjadi bentrok antar pendekar. Di sebelah Utara dimana Nyai Laras, Nyai Sari dan Anggita bersama ratusan prajurit jaga, di serang dua pendekar hebat yang dulunya pernah menjadi penjahat kelas atas di dunia persilatan. Di gerbang Barat juga diserang oleh dua pendekar hebat lainnya bersama beberapa pendekar muda. Di gerbang barat ini, Patih Sela Amarta lah yang menjaga pos yang tadinya di jaga oleh Jaka Geni. Kita akan melihat apa yang terjadi di gerbang Utara terlebih dahulu. Dimana Nyai Laras dan Nyai Sari tengah berhadapan dengan dua pendekar tua. Yaitu yang pertama adalah Pendekar bernama Adinata alias Pendekar Rawa Biru. Yang berasal dari Padepokan Rowo Ombo. Pendekar ini dikenal dengan ajian Segara Tiga Arah, Raungan Dari Rawa, Tinju Sakti Banaspati, dan Terjangan Seribu Kaki. Dan satunya lagi adalah Gentala alias Pendekar
Matahari mulai bergulir ke ufuk barat. Dentingan senjata semakin terdengar ramai. Teriakan amarah, teriakan kematian bercampur menjadi satu suara di sore itu. Lawe Segara yang sudah berubah wujud menjadi besar menerjang ke arah pasukan pertahanan. Sekali pukul dua orang terlempar dalam keadaan buntung kepalanya! Kobaran api yang membakar para musuh ini membuat aroma daging terbakar yang sangat sangit. "Lemparkan semua tong yang tersisa. Sebentar lagi Sesepuh Satya Ning Jagat akan datang! Berikan dia kejutan bahwa kita telah membereskan sebagian pemberontak!" perintah Resi Swara. Para pelontar telah siap dengan tong apinya. Segera saja mereka lepaskan tong minyak itu ke udara. Disusul ratusan panah milik para Srikandi. Ledakan terjadi saat tong itu jatuh di atas tanah yang di susul kobaran api yang menjalar membakar apa saja yang di lewatinya. Para prajurit musuh berteriak kepanasan.