Jaka Geni membuka matanya perlahan. Matanya menyipit saat sinar matahari menyapa wajahnya. Dengan perlahan dia bangun dari tidurnya. Matanya menyapu ke segala arah. Semuanya hijau dan terlihat indah. Terdengar gemericik air tak jauh darinya.
Pemuda itu dengan perlahan melangkahkan kakinya menuju ke arah suara air.Sesampainya disana dia tertegun melihat seorang gadis cantik bak bidadari tengah mencuci pakaian.Jaka menatapnya tanpa berkedip. Baju putih si gadis terlihat basah oleh air sehingga lekuk tubuhnya terlihat jelas. Bahkan dadanya terlihat sangat jelas seolah gadis itu tak memakai pakaian sama sekali."Siapa gadis ini...? Dia bukan tuan putri..." batin Jaka penasaran. Tiba-tiba dia mendengar suara langkah kaki di belakangnya."Kakang!" panggil seseorang dari belakang si pemuda. Jaka menoleh dan mendapati gadis cantik dan anggun yang tak lain adalah seseorang yang dia kenal, putri Maharani.Wajah cantiknya terlihat sumringah bahagiMata Jaka Geni terbuka lebar. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Banyak wanita cantik yang mengelilinginya. Semuanya tampil menggoda. Dengan sedikit merasakan berat pada tubuhnya, Jaka mencoba bangkit berdiri. Tangannya telah terlepas dari rantai yang tadi sempat dia lihat. Entah kemana rantai itu. Dia juga celingukan mencari wanita-wanita seram itu. "Aneh... Tadi perasaan yang membawaku ke dalam air makhluk-makhluk seram. Kenapa sekarang jadi wanita-wanita cantik dan sintal seperti ini... Aneh... Apakah ini mirip alam batas kerajaan Wates?" batin Jaka Geni heran. "Selamat datang di kerajaan Lubang Sewu, pendekar hebat dari dunia manusia!" tiba-tiba terdengar suara merdu berkata kepada Jaka dari balik kerumunan wanita-wanita cantik itu. Para wanita itu menyingkir memberi jalan kepada seorang wanita yang sangat cantik dan juga anggun. Pakaian hitamnya membuat kulitnya yang putih terlihat semakin putih mengkilat. Wajahnya yang cantik jelita dihiasi dengan manik-manik permata biru di
Ratu Suhita yang saat itu tengah berada di atas singgasananya merasakan aura tak biasa dari atas kerajaannya. Tiba-tiba istana Lubang Sewu terguncang keras seperti dilanda gempa bumi. Semua bawahannya berteriak panik. "Apa yang terjadi!?" tanya Ratu Suhita kepada penjaganya. "Ampun Ratu, ada serangan dari atas langit! Serangan itu adalah petir dahsyat yang seperti sedang mengurung waduk Wadaslintang." jawab penjaganya yang seorang wanita cantik. Para penghuni yang ada di kerajaan itu semuanya wanita muda yang berpakaian sangat terbuka. Rata-rata menggunakan gaun dengan belahan dada rendah sehingga sebagian dadanya menyembul keluar memperlihatkan bentuk dada yang indah dan menantang siapapun yang melihatnya. Ratu Suhita pun tak kalah mempesonanya dengan balutan gaun warna hitam yang membuat kulit putih nya semakin bersinar. Bagian bahu hingga ke dada sangat rendah sehingga sedikit saja gaun itu merosot, maka dadanya yang putih segar itu akan menyembul keluar. Semua wanita it
Dengan gerakan cepat Jati Saba melancarkan satu pukulan tangan kosong ke arah pinggiran waduk dimana dia merasakan kemunculan seseorang. Blaarr! Gelombang serangannya menghantam air hingga air waduk membubung tinggi ke udara. Jaka berdiri tegap dengan sikap waspada. Tiba-tiba angin bertiup kencang membuat api unggun itu meredup hingga akhirnya padam. Keadaan pun menjadi gelap gulita. Dua orang ini saling celingukan dan hanya bisa merasakan dengan aura di sekitar mereka. "Tidak salah lagi... Mereka benar-benar ada!" ucap Jati Saba panik. Jaka Geni pergunakan ilmu Agni Maya di sekujur tubuhnya. Lalu dengan pengolahan yang terkontrol, dia kerahkan cahaya kekuatan itu sehingga membuat tubuhnya bercahaya kuning. Tempat sekitar pun mulai terlihat. Jati Saba kagum dengan apa yang Jaka lakukan. "Benar-benar pendekar hebat...!" batinnya. Saat mereka menatap ke sekitar, beberapa bayangan melintas di belakang mereka. Hal itu cukup membuat bulu kuduk Jati Saba berdiri. Namun berbeda dengan J
Kawasan Waduk Wadaslintang terlihat gelap gulita. Hanya ada satu cahaya berkedip di pinggir waduk yang luas itu. Cahaya itu adalah api unggun dimana Jaka Geni dan tiga orang yang bersama dengannya beristirahat malam. Gondo Sula tiduran di sebuah kayu yang tumbang melintang di tepian waduk. Jati Saba duduk memisahkan diri di bawah pohon tak jauh dari api unggun. Sedangkan Jaka Geni dan Melati duduk berdua di depan api sambil membakar beberapa ikan yang cukup besar. Aroma wangi ikan bakar itu membuat perut kedua orang yang memisahkan diri itu keroncongan. Namun mereka sungkan untuk mendekat. Apalagi melihat dua muda mudi yang sangat dekat itu. Jati Saba hanya mengelus perutnya. Dia belum makan seharian itu. Sedangkan Gondo Sula meski sudah makan, dia merasa lapar lagi karena tenaganya terkuras waktu bertarung dengan orang-orang Perkumpulan Gerhana Bulan. Namun dia juga sama, sungkan kepada dua muda mudi yang ada di sana. "Beruntung sekali menjadi seorang pemuda yang tampan dan disuk
Leksono terkapar pingsan setelah menerima serangan Gondo Sula. Melati dan beberapa orang padepokan Wadaslintang segera menghampiri Leksono yang tergeletak tak berdaya. Sebagian lagi menyerang ke arah Gondo Sula karena marah kawan mereka terkena serangan. Dengan nafas mendengus kesal Gondo angkat pedangnya ke bahu. "Kalian berani mengusik sahabatku, kalian harus mati!" ucap Gondo garang. Empat orang menyerang secara bersamaan. Dengan garang Gondo Sula mengimbangi gerakan empat lawannya. Pertarungan sengit terjadi. Ternyata orang-orang Padepokan Wadaslintang ini mempunyai ilmu kanuragan yang cukup tinggi. Berbeda dengan orang-orang Perkumpulan Gerhana Bulan yang dia hadapi sebelumnya. Kali ini Gondo Sula harus kerahkan seluruh tenaga untuk menghadapi serangan empat Pendekar. Melati duduk bersimpuh di samping tubuh Leksono. Air matanya berurai membasahi pipinya. Ketua rombongan langsung mendudukkan tubuh Leksono dan mengalirkan tenaga dalam melalui punggung pemuda itu. "Kakang Jati
Matahari sore mulai berwarna keemasan. Air biru nan segar itu membuat siapapun ingin berenang di dalamnya. Sesosok wanita tiba-tiba muncul dari dalam air dengan tanpa selembar benang pun. Dia keluar dari waduk itu menuju pinggiran untuk mengambil pakaiannya. Tubuhnya yang mulus terlihat indah dan mempesona terkena terpaan sinar matahari senja. Dengan sedikit terburu dia memakai pakaiannya. Lalu mengambil senjata pedang yang tergeletak di dekatnya. "Sudah selesai belum?" tanya satu suara lelaki dibalik pohon mahoni. Gadis itu menghampiri asal suara itu dengan berjinjit. Namun lelaki itu keluar dan baaaaGadis itu berteriak kaget membuat lelaki berpakaian hijau itu tertawa. "Melati, lama sekali kami mandi!?" tanya lelaki itu. Gadis bernama Melati itu cemberut. "Kakang Leksono membuat aku kaget setengah mati! Jahat sekali!" ucapnya kesal. Lelaki yang ternyata bernama Leksono itu tertawa geli. "Ayolah buruan, kita harus segera menyusul yang lainnya. Kalau terlambat, gerombolan itu aka