Della merasa bosan berada didalam kamar yang ukurannya tak lebih besar dari kamar kos miliknya. Ruangan yang hanya terdiri dari ranjang berukuran queen size dengan dua buah nakas disisinya serta sebuah lemari dua pintu itu memang sedianya hanyalah sebuah kamar tamu yang berada dilantai dua didalam rumah mewah ini. Sambil mengoyang-goyangkan kakinya, ia duduk di pinggir ranjang memainkan ponsel keluaran terbaru miliknya yang baru saja dibelikan oleh Cakra seminggu yang lalu. Meski matanya tertuju pada ponsel pintar itu namun dalam hatinya ia menggerutu kesal menunggu Cakra yang tak kunjung datang. Beruntung masa masa morning sickness yang biasa diderita ibu hamil sudah ia lewati. Setidaknya ia tak kesulitan melewati pagi ini seorang diri.Sepuluh menit berlalu, suara derit pintu membuatnya mengalihkan pandangan dari ponselnya.
"Maaf ya sayang, kamu lama nunggu ya?" Lelaki berbadan tegap dengan paras rupawan itu menghampirinya dan memeluknya sambil bergelut manja di bahunya. "Mas Cakra ngapain aja sih, aku bosan tau sendirian disini." keluh Della. Paham suasana hati kekasih gelapnya itu sedang merajuk, Cakra merogoh kantong celananya dan mengambil sesuatu dari dalamnya."Nih supaya kamu ga ngambek terus, mas punya sesuatu buat kamu." Della yang semula bermuka masam seketika menjadi senang kala Cakra menunjukan sebuah cincin berlian yang indah yang ia yakin harganya mahal. "Serius mas ini buat Della?" Berlagak tak percaya namun tetap mengambil cincin dari tangan Cakra, Della terkesima dengan kecantikan cincin berlian itu. Cincin yang tak pernah ia miliki seumur hidupnya. "Iya dong sayang, mas serius ngasih ini buat kamu. Masa mas bercanda. Nah sekarang kamu pakai cincin itu dan tunggu di bawah. Mas mau membereskan semuanya sebelum Imas balik dari pasar." Ucap Cakra. Della sudah paham maksud dari perkataan Cakra. Tanpa disuruh dua kali, ia mengambil tas dan ponselnya lalu menuju ke lantai dasar. Sedangkan Cakra menyusul lima menit kemudian.Turun dari tangga, Della disuguhkan pemandangan seorang wanita tergeletak didepan meja makan. 'Sekarang aku yang menjadi nyonya dirumah ini dan bersiaplah menghadapi neraka yang akan menjadi tempat tinggalmu' batin Della sambil melangkahi Kania, sang pemilik rumah.Imas hanya bisa tertunduk lemas kala majikannya mengancam dirinya. Satu hal yang paling ia takuti didunia ini adalah kehilangan anak lelaki satu-satunya. Ia sudah bekerja untuk Tuan Cakra dan Nyonya Kania sejak lima tahun lalu. Selama ini tak pernah ada masalah dalam pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga, pun dengan kedua majikannya itu. Bahkan Kania sebagai nyonya di rumah itu selalu berlaku baik padanya bahkan sudah menolong dirinya saat anaknya yang baru berusia tujuh tahun tiba-tiba didiagnosis menderita sakit kanker otak. Kania tanpa pamrih membiayai seluruh pengobatan anaknya.Namun sekarang dihadapannya, tuan Cakra mengancam akan meminta Imas mengembalikan seluruh biaya yang telah dikeluarkan istrinya itu jika ia tak menuruti semua perintah tuan Cakra. Sesungguhnya ia ingin sekali menolak karena ia berhutang budi pada nyonya Kania, namun dari mana ia bisa mendapatkan uang sebesar tiga ratus juta. Bahkan jika ia bekerja dua puluh empat jam setiap harinya di berbagai tempat, ia tetap tak akan mampu melunasi hutang-hutangnya.Dan tak hanya itu saja, bahkan tuan Cakra mengancam akan membuat Yogi, mantan suaminya yang merupakan seorang narapidana dan seorang pecandu narkoba itu, mengambil anak mereka. Bagaimana bisa ia mengalahkan kekuasaan tuan Cakra yang begitu besar jika ia menolak perintah dan menolong nyonya Kania.Imas kini hanya bisa merasa bersalah pada nyonya Kania. Ia juga merasa kasian bagaimana bisa nasib buruk menimpa orang sebaik nyonya Kania. Namun ia hanyalah orang kecil, seorang. rakyat jelata yang miskin. Ia tak bisa berbuat banyak selain tetap bekerja dan mungkin ia bisa memberi bantuan sedikit bagi nyonya Kania.Sementara itu, setelah beres membungkam Imas Cakra menghampiri Della yang sedang sarapan. "Sayang, habis ini mas berangkat kerja ya. Mulai sekarang kamu santai dirumah aja, ga usah kerja lagi. Kamu fokus jagain si jabang bayi aja ya." Cakra mengelus lembut rambut Della yang di cat berwarna kemerahan. "Mas yakin sudah beresin semuanya? Terus masalah pernikahan kita gimana mas? Sebentar lagi perut aku bakalan keliatan dan orang tuaku pasti akan tahu." Sebenarnya orang tua Della sudah tahu bahwa ia sedang hamil. Bahkan mereka sudah tahu niat busuk Della sejak awal. Kehidupan mereka yang miskin membuat mereka menghalalkan segala cara supaya anak perempuan tertua dikeluarga mereka bisa menjerat seorang pria kaya raya demi menaikkan derajat mereka."Kamu tenang aja, aku bakal urus semuanya. minggu depan bisa dipastikan kamu sudah menyandang gelar nyonya Cakra Wibisono." Mendengar penuturan Cakra yang penuh keyakinan, Della pun tersenyum sumringah terlebih ketika mendengar gelar nyonya Cakra Wibisono yang akan disematkan untuk dirinya. Bye bye kemiskinan batin Della.Kania berteriak sekuat tenaga sambil menggedor pintu meminta tolong. Ia berharap suaminya ataupun bi Imas, asisten rumah tangganya mendengar dan membukakan pintu. Namun sudah hampir sejam tak jua membuahkan hasil.Kania yang terbangun dengan sakit kepala yang hebat mendapati dirinya berada dikamar tamu yang berada terpisah dari rumah utama. Kamar tamu itu dipisahkan dari rumah utama dengan pemisah berupa sebuah taman kecil dengan kolam ikan dan air terjun kecil yang gemericik disisinya. Kamar tersebut berupa paviliun kecil yang dulu ia bangun untuk saudaranya jika ada yang ingin menginap dirumahnya. Paviliun kecil yang berupa kamar tidur dengan kamar mandi didalamnya dan sebuah teras kecil diluar. Kamar yang hampir tak pernah digunakan itu tiba tiba saja menjadi kurungan baginya. Entah sudah berapa lama ia tertidur atau mungkin lebih tepatnya pingsan. Jam di dinding menujukkan pukul dua dan dari cahaya jendela ia bisa memastika bahwa sekarang pukul dua siang. Namun ia tak yakin apakah
Kania merasakan ada pergerakan asing disamping tubuhnya. Ia membuka matanya secara perlahan dan mendapati suaminya berbaring disampingnya. Entah Cakra tertidur atau tidak namun suaminya itu menutul matanya. Menyadari adanya kesempatan untuk kabur, Kania perlahan mencoba bangun."Mau kemana?" Suara berat Cakra mengagetkannya, ternyata Cakra tidak tidur. "Percuma, pintunya dikunci dan diluar juga ada penjaga."Ucapnya lagi. Kania pun mengurungkan niatnya sambil terus memikirkan cara membujuk Cakra agar melepaskannya. Saat Kania terdiam, Cakra menarik tubuh Kania kedalam pelukannya. Kania tak memberontak pun tak berkata apa-apa. Entah sejak kapan Cakra berada dikamarnya, namun Cakra masih memakai pakaian kerjanya. Apa sejak semalam Cakra berada dikamarnya?Cakra menangkup kedua pipi Kania dan menatap mata Kania."Aku kangen. Kita udahan ya berantemnya. Kamu mau nurut kan sama aku." Ucap Cakra tanpa memgalihkan pandangan matanya dari Kania. Hampir saja Kania terlena akan ucapan Cakra, namun
"Saya terima nikah dan kawinnya Della Puspitasari binti Hariyadi dengan mas kawin seratus gram emas dibayar tunai." Cakra mengucap ijab kabul dengan lantang dan lancar diikuti ucapan sah dari sang penghulu. Della tersenyum lebar meski tak banyak tamu undangan yang hadir. Hanya kedua orangtuanya dan orangtua Cakra serta beberapa kerabat dan teman Della. Acara pernikahan dilangsungkan dirumah Cakra. Meski sederhana namun gaun yang dipakai Della harganya mencapai puluhan juta. Belum lagi makanan yang dihidangkan, berdasarkan keinginan Della yang serba mewah Cakra memesan katering dari restoran bintang lima. Della tersenyum bahagia melihat keinginannya dipenuhi oleh Cakra. Meski nikah siri dan tak banyak tamu undangan, namun acara pernikahan ini sudah selayaknya pernikahan impian Della. Orangtua Della pun sama seperti dirinya bahagia melihat kemewahan yang didapat anak perempuannya. Tak hanya Della, mereka pun kecipratan segala kemewahan yang diberikan oleh Cakra. Kemarin setelah Della me
Della sedang bersantai duduk di depan televisi sambil makan buah-buahan ketika suara ketukan pintu terdengar. Dengan enggan ia berteriak memanggil Imas yang nampaknya tak mendengar. 'Dasar pembantu bodoh, lagi ngapain sih. Lagian siapa sih yang datang siang siang gini, ganggu orang aja.' gerutunya dalam hati. Dengan langkah yang lesu bak orang yang sedang sakit, Della terpaksa membuka pintu karena Imas yang tak kunjung datang dan ketukan pintu yang tak jua berhenti."Lama amat sih bukain pintunya." Begitu pintu terbuka Della langsung dihujani ocehan oleh seorang wanita paruh baya yang memiliki paras yang mirip dengan Cakra. "Eh mama, maaf mah ga tau nih si Imas kemana udah dipanggilin dari tadi ga nyahut nyahut. Males banget dia sekarang." ujar Della seolah olah Imas tak becus bekerja meski sejak tadi ia sudah bolak balik meladeni Della. Padahal jelas jelas barusan Imas ia suruh pergi membeli jajanan di ujung jalan.Bu Harti, ibu Cakra, berjalan masuk tak mengindahkan segala ucapan De
Kania meratapi nasibnya yang terkurung di dalam kamar kini. Hari harinya hanyalah menangis, meratapi nasib dan memutar otak mencari cara agar bisa lolos dari sini. Apalagi setelah tiga hari yang lalu ketika sang mertua datang namun ia tak dihiraukan membuat tekadnya untuk pergi dari sini semakin besar. Ibu mertua yang sudah ia anggap bagai ibunya sendiri ternyata tak memperdulikannya. Ia malah mendukung tindakan anak lelakinya itu. Padahal ia sama sama perempuan. Ia harusnya membantu dirinya dan menasehati anaknya agar tak memilih jalan yang salah.Bukannya ia tak mencoba kabur. Sejak kemarin ia sudah berusaha mencari celah yang memungkinkan dirinya bisa keluar. Ia sudah coba mengutak-atik jendela namun teralis yang baru dipasang itu memang masih terpasang kokoh. Plafon di kamar dan kamar mandinya pun juga sama. Tak bisa digunakan untuk kabur. Satu satunya cara agar ia bisa keluar hanyalah dari pintu yang digembok dari luar.Cara seperti membujuk dan menawarkan kesepakatan pada penjag
"MAU KABUR KEMANA HAH?!"Kania dan bi Imas kaget setengah mati mendengar suara teriakan Cakra. Terlebih Kania yang rambutnya dijambak saat sedang ingin merangkak keluar. Sambil berteriak kesakitan, Kania mencoba melepaskan cengkeraman tangan Cakra pada rambut Kania. Bi Imas yang melihat itu pun refleks berusaha menolong Kania. Namun kekuatan laki laki berusia 38 tahun itu lebih kuat dibandingkan keduanya. "Mas, ampun mas. Mas, lepasin aku!!" Cakra tak menggubris jeritan Kania. Bahkan bi Imas pun didorong hingga jatuh oleh Cakra. Diseretnya Kania hingga ke kamar kurungan yang sebelumnya berhasil ia lalui. Penjaga yang tertidur masih tergeletak didepan kamarnya. Jerit tangis Kania menghiasi seluruh ruangan. Karena rumah mereka yang besar dan luas, ia yakin suaranya takkan terdengar oleh tetangga mereka."DIAM!!" Cakra membentak Kania sambil menampar kedua pipi Kania berulang kali. Entah setan mana yang merasuki tubuh Cakra yang membuat dirinya gelap mata. Sambil menahan sakit Kania ter
Suasana hati Cakra benar benar sedang buruk. Baru saja Kania berusaha kabur, ditambah Imas sang pembantu yang menolong Kania juga ikut kabur. Della yang melihat suaminya masih emosi mencoba meredakannya dengan memberikan segelas alkohol yang tersimpan mini bar yang baru. Dirumah Cakra sebelumnya tak ada mini bar maupun minuman beralkohol. Namun semenjak Cakra mengenal Della yang terbiasa hidup dengan dunia malam, Cakra jadi ketagihan mengkonsumsi minuman beralkohol. Mini bar ini pun keinginan Della. Ditambah lagi sekarang tak ada lagi kuasa Kania untuk melarang suaminya. Selain alkohol, Cakra juga jadi sering pergi ke klub malam. Meski saat ini ia sudah tak lagi pergi ke klub malam semenjak Della hamil."Minum dulu mas." Della membawa segelas wiski denga dua butir es batu untuk Cakra. Sembari memijit kepala Cakra dengan perlahan, Della berusah membuat Cakra nyaman."Udahlah mas ga usah dibawa pusing begitu. Santai aja." Ucapnya lagi. Sambil membuka kancing baju Cakra, Della mengusap p
Imas berlari menuju rumah orangtuanya begitu sampai di kampung kelahirannya dan anaknya. Meski lelah karena menempuh perjalanan selama tujuh jam. Begitu membuka pintu, ia mendapati orangtuanya sedang duduk bersantai di ruang tengah. Orangtua Imas begitu terkejut melihat kedatangan anak mereka tanpa pemberitahuan."Lho neng, kunaon balik teu ngabari? aya naon?" Ibu Imas terkejut mengapa Imas pulang tanpa mengabarkan. Raut wajahnya terlihat panik. Tak jauh berbeda dengan sang ayah."Ardi mana mi?" ucap Imas tak menjawab pertanyaan ibunya sambil menuju kamar sang anak."Kan Ardi ikut study tour. Waktu minggu kemarin telepon ummi udah ngomong kan sama kamu. Emangnya kenapa sih neng, kunaon? carita ka umi. Kamu tiba tiba balik ga ngomong dulu, kamu bikin umi sama abah khawatir. Memangnya ada apa? Kamu teh dipecat?" Berondongan pertanyaan keluar dari mulut ibunya.Mendengar jawaban sang ibu, Imas yang biasa dipanggil eneng oleh ibunya itu yakin ibunya tak tahu bahwa anaknya dijemput oleh ma