Share

CHAPTER 3 : Kekalutan

Penulis: soareii
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-11 10:46:13

Pintu ruang tamu menutup perlahan, meninggalkan keheningan yang hanya diisi oleh gema langkah Aurelian yang semakin menjauh. Winona tetap duduk, jemarinya mengetuk-ngetuk sandaran kursi tanpa pola sambil mencoba mengurai benang kusut di kepalanya.

Caleb masuk dari koridor, langkahnya tenang namun matanya langsung tertuju pada sang istri. Caleb menutup pintu ruang tamu pelan. Ia melangkah mendekati Winona yang masih duduk di sofa. "Apa yang diinginkan Yang Mulia Kaisar?" tanya Caleb pelan, suaranya mengandung nada waspada.

Winona mengangkat kepalanya, menatap suaminya sejenak sebelum menjawab. "Sesuatu yang aku harap tak akan pernah dia minta."

Caleb duduk di hadapannya, mencondongkan tubuh. "Rhanora." Ujarnya dengan pasti dengan mengerutkan dahinya.

"Pernikahan politik dengan Emrys. Seharusnya Alicia yang pergi, tapi seperti yang kau tahu, Alicia baru berusia tujuh belas tahun ini. Terlalu belia untuk dikirim ke kandang naga. Jadi dia ingin Rhanora yang memenuhi janji itu."

"Dan.. apa keputusanmu?"

"Aku bilang.. aku akan mempertimbangkannya."

Caleb menatap Winona lama, seakan berusaha menembus pertahanan yang tersisa di mata istrinya. "Dia akan menganggap perkataanmu itu sebagai persetujuan."

"Tentu saja." Winona tersenyum tipis namun tak ada kehangatan maupun humor di sana. "Dia adikku, Caleb. Dia tahu aku tak pernah mengucapkan 'ya' secara langsung. Tapi dia juga tahu, aku jarang menolak jika yang dia minta menyangkut kekaisaran."

"Dan dia menggunakan itu untuk menekanmu."

"Dia selalu begitu," jawab Winona, nada suaranya hambar tapi matanya berkilat. "Mencampur urusan keluarga dan urusan negara hingga kita tak tahu di mana batasnya. Sama seperti dulu ketika dia memastikan pernikahan kita terjadi."

Caleb terdiam sejenak lalu berkata pelan, "kalau ini tentang Rhanora.. kita harus memastikan dia tahu apa yang menunggunya. Bukan hanya setumpuk politik saja, tapi juga apa artinya meninggalkan rumah ini."

"Aku tahu. Tapi di keluarga ini.. bahkan cinta seorang ibu pun bisa dijadikan alat tawar-menawar." Winona memejamkan mata, perlahan jemarinya mengepal di pangkuan. Ia merasa sangat tidak berdaya.

Caleb dapat mengetahui dan merasakan bagaimana kalutnya hati sang istri mengenai permintaan sang Kaisar. Disatu sisi hal ini mengenai kebahagiaan putri semata wayangnya dan disisi lain mengenai masa depan Kekaisaran Valory.

Caleb lalu beranjak dari duduknya dan meminta pelayan di luar untuk memanggil Rhanora.

Tak membutuhkan waktu yang lama, Rhanora datang dengan kebingung yang jelas diwajahnya. Ia pun melangkah masuk, gaunnya berdesir lembut saat ia berjalan mendekat kearah ibu dan ayahnya. “Ibu memanggilku?”

Winona memberi isyarat duduk di sofa seberang. “Duduklah. Ada hal yang perlu kita bicarakan.”

Rhanora duduk, pandangannya bergeser dari Winona ke Caleb, menangkap keseriusan di wajah ayah. Hal ini membuat Rhanora kalut karena diantara orang tuanya, sang ayah adalah yang paling santai. Melihat sang ayah yang selalu terlihat santai menjadi serius membuat Rhanora jadi ikut terbawa suasana.

"Apa ini mengenai Paman Aurelian?"

Winona mengangguk. "Kau tahu dia tidak datang tanpa alasan."

Rhanora tersenyum tipis. "Aku bisa menebaknya, tapi lebih baik Ibu yang jelaskan."

Caleb menatap Winona sejenak, memberi isyarat bahwa ini sebaiknya keluar dari mulut Winona sendiri.

Winona menarik napas dalam, jemarinya merapat di pangkuan. "Dulu, Kekaisaran Valory dan Kekaisaran Emrys pernah membuat perjanjian. Perjanjian itu adalah sebuah pernikahan."

“Dan pernikahan itu—"

“Seharusnya dijalani Alicia,” potong Winona, suaranya tak terguncang. “Tapi kau pun tahu sepupumu masih terbilang belia. Apalagi ia juga mengetahui kau baru membatalkan pertunangan, jadi dia memintaku untuk mengirimmu.”

Keheningan yang mengikuti terasa seperti udara yang mengental di antara mereka.

“Untuk memenuhi janji yang bukan milikku ataupun milikkmu,” ujar Rhanora pelan, matanya tak lepas dari ibunya.

“Bukan milikmu atau milikku, tapi milik keluarga ini,” jawab Winona, nada suaranya tegas namun tidak keras. “Milik Kekaisaran ini.”

Rhanora menunduk sejenak, menimbang. “Kalau aku menolak?”

“Kau boleh menolak,” kata Winona tapi sorot matanya berkata sebaliknya. “Hanya saja, kau tahu bagaimana pamanmu. Dia tidak berhenti sebelum mendapat apa yang dia mau.”

Caleb bersandar sedikit, mencoba memecah ketegangan. “Kita belum memutuskan apapun. Ibumu bilang akan mempertimbangkannya.”

Rhanora mendongak menatap Winona dalam-dalam. “Kalau Ibu mempertimbangkannya itu artinya Paman sudah menang, kan?”

Winona hanya tersenyum tipis dan tidak menjawab. Rhanora menunduk lagi, jemarinya saling meremas di pangkuan. “Aku… butuh waktu,” ujarnya pelan. “Bukan hanya untuk memikirkan, tapi juga untuk memproses semuanya.”

Winona mengangguk, kali ini tatapannya sedikit lebih lembut. “Kau akan mendapatkannya. Aku tidak akan menyeretmu ke keputusan ini tanpa kau siap.”

Setelah kalimat itu meluncur dari mulut sang ibu, ruangan menjadi hening. Caleb dan Winona membiarkan Rhanora untuk mencerna setiap perkataan dari sang ibu. Beberapa saat kemudian, akhirnya Rhanora berdiri perlahan. “Aku akan kembali ketika sudah tahu jawabannya.”

Ia memberi salam singkat pada kedua orang tuanya, lalu melangkah keluar dari ruang tamu. Gaunnya kembali berdesir pelan, namun kali ini suara langkahnya terasa lebih berat seolah setiap pijakan adalah beban yang harus ia bawa.

Caleb menatap pintu yang menutup di belakangnya. “Dia akan memikirkan ini baik-baik.”

“Dia harus,” jawab Winona lirih, pandangannya masih terarah pada pintu yang sama dimana punggung Rhanora menghilang pergi. “Karena sekali ia melangkah ke jalan ini… tidak akan ada jalan kembali.”

***

Rhanora berjalan tanpa tujuan pasti, membiarkan pelayan yang sempat menawarkan untuk menemaninya mundur dengan sopan. Koridor kediaman keluarga Valor terasa lebih panjang siang itu, dipenuhi cahaya dari lilin-lilin tinggi.

Setiap langkahnya menggaung di lantai marmer, bercampur dengan gema percakapan tadi di ruang tamu.

Emrys. Nama itu bukan asing. Dalam pelajaran sejarahnya, Emrys adalah negeri padang pasir luas dan langit berwarna api di senja hari, tempat angin membawa aroma rempah dari pasar yang tak pernah tidur. Negeri para pewaris naga—bangsa yang bisa mengubah wujud menjadi makhluk buas nan agung. Ia bahkan ingat ketika kecil, Aurelian pernah bercanda, “Kalau kau lahir di sana, mungkin kau akan tumbuh jadi naga betina yang paling cantik di daratan.” Saat itu ia tertawa, tak tahu bahwa suatu hari lelucon itu akan terdengar seperti ramalan yang terkutuk.

Ia berhenti di dekat jendela besar yang terbuka ke arah taman istana. Matahari tergantung pucat di langit, memantulkan cahaya di permukaan air mancur. Jemarinya yang halus menyentuh kaca jendela, merasakan dingin yang menusuk kulit.

Bukan hanya tentang menikah. Ini tentang meninggalkan rumah, keluarga, dan segala yang ia kenal—untuk menjadi bagian dari istana asing, budaya asing… mungkin bahkan bahasa yang asing. Dan di balik semua itu, ia tahu ini juga permainan politik.

Rhanora menarik napas panjang. Di luar, air mancur mengalir tenang, tapi ia tahu di dalam dirinya sedang berkecamuk badai yang tak kalah deras.

“Aku butuh waktu,” bisiknya, sambil menghela napas.

Dalam pikirannya, Emrys mulai terbentuk bukan lagi dari cerita-cerita buku atau pelajaran sejarah, tapi dari potongan gambaran hidup yang mungkin akan dijalaninya..

Ia membayangkan istana batu berwarna merah pasir, menjulang di tengah gurun, di bawah langit yang hampir selalu membara oleh matahari. Ia membayangkan dirinya berjalan di lorong-lorongnya yang penuh mosaik emas dan permadani panjang, wangi rempah dan minyak gaharu menempel di udara. Para bangsawan asing menatapnya dengan mata hitam pekat, penuh rasa ingin tahu—atau curiga.

Di ruang-ruang besar tempat para penari berputar diiringi denting kecapi dan tabuh rebana, ia akan duduk di sisi seorang pangeran yang mungkin tak pernah ia kenal sebelumnya. Putra Mahkota Emrys—seorang yang membawa darah naga.

Tiba-tiba ia bertanya pada dirinya sendiri, akan seperti apa rasanya tinggal di tengah keluarga yang bisa berubah menjadi binatang? Akan seperti apa rasanya melihat suaminya menjelma naga di depan mata?

Dan lebih dari itu… bagaimana kalau rahasia kekuatan penyembuhannya terbongkar? Di negeri dimana kemampuan menyembuhkan sangat langka, apalagi bukan bagian dari garis keturunan Thagon, hal itu bisa jadi kutukan yang membahayakan dirinya sendiri. Ia membayangkan orang-orang memohon, mendesak, atau bahkan memaksanya untuk menggunakan bakat itu, tanpa peduli pada batas kekuatannya.

Bayangan itu membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Rhanora merasa seperti seseorang yang dipaksa terjun ke samudra asing, tanpa tahu apakah ia akan tenggelam atau dapat beradaptasi.

Namun dibalik semua kekhawatiran itu, ada sesuatu yang lebih samar, seperti bisikan di kedalaman hatinya. Rasa ingin tahu. Tentang Emrys. Tentang dirinya sendiri, bila ia benar-benar melangkah ke sana.

“Mungkin… takdirku memang di sana,” bisiknya lirih. Tapi sejujurnya, Rhanora belum yakin apakah itu keyakinan atau hanya cara untuk menenangkan dirinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjanjian Nikah dengan Kaisar Naga   CHAPTER 4 : Pembicaraan Empat Mata

    Keesokan paginya, udara di ibu kota Kekaisaran Valory terasa lebih segar dari biasanya. Rhanora melangkah cepat, gaun biru pucatnya berkibar ringan di sekitar kaki. Langkahnya mantap ketika melangkah kedalam Istana Kekaisaran karena ada tujuan yang harus ia capai. Hari ini, Rhanora datang untuk mendengar langsung dari mulut pamannya tentang kebenaran perjanjian pernikahan itu. Ia ingin tahu janji pernikahan macam apa yang dibuat oleh sang paman sehingga sang Kaisar bahkan tidak bisa membatalkan atau menundanya.Rhanora melewati lorong panjang yang dipenuhi lukisan para kaisar terdahulu. Namun ketika ia berbelok melewati taman istana, langkahnya terhenti. Di sana, di tengah hamparan bunga musim semi yang merekah, berdirilah seorang pria muda berambut pirang terang yang menunduk sedikit, memerhatikan sekuntum bunga mawar. Saat mendengar suara langkahnya, pria itu menoleh dan berkata santai.“Belakang ini, aku mulai mengira kau hanya rumor yang tidak berwujud, Rhanora,” ujar pria denga

  • Perjanjian Nikah dengan Kaisar Naga   CHAPTER 3 : Kekalutan

    Pintu ruang tamu menutup perlahan, meninggalkan keheningan yang hanya diisi oleh gema langkah Aurelian yang semakin menjauh. Winona tetap duduk, jemarinya mengetuk-ngetuk sandaran kursi tanpa pola sambil mencoba mengurai benang kusut di kepalanya.Caleb masuk dari koridor, langkahnya tenang namun matanya langsung tertuju pada sang istri. Caleb menutup pintu ruang tamu pelan. Ia melangkah mendekati Winona yang masih duduk di sofa. "Apa yang diinginkan Yang Mulia Kaisar?" tanya Caleb pelan, suaranya mengandung nada waspada.Winona mengangkat kepalanya, menatap suaminya sejenak sebelum menjawab. "Sesuatu yang aku harap tak akan pernah dia minta."Caleb duduk di hadapannya, mencondongkan tubuh. "Rhanora." Ujarnya dengan pasti dengan mengerutkan dahinya."Pernikahan politik dengan Emrys. Seharusnya Alicia yang pergi, tapi seperti yang kau tahu, Alicia baru berusia tujuh belas tahun ini. Terlalu belia untuk dikirim ke kandang naga. Jadi dia ingin Rhanora yang memenuhi janji itu.""Dan.. apa

  • Perjanjian Nikah dengan Kaisar Naga   CHAPTER 2 : Permintaan sang Kaisar

    “Hohoho! Ini sudah seperti reuni keluarga!”Suara tawa ringan namun menggema memenuhi ruang tamu megah kediaman keluarga Valor. Di ambang pintu, seorang pria berdiri dengan jubah panjang berbordir lambang kekaisaran, kainnya berkilau seperti langit saat fajar menyingsing. Rambut panjang keemasannya jatuh ke bahu, begitu terang hingga hampir menyilaukan, seolah cahaya mentari sengaja memantul darinya. Kilau yang hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki darah paling murni dari garis kekaisaran.Yang Mulia Kaisar Aurelian Emanon Valor. Kaisar yang saat ini berkuasa di Kekaisaran Valory dan kembaran dari Winona.“Sudah, cepat katakan. Kau datang kemari untuk apa?” suara Winona terdengar dingin, nyaris tak menyembunyikan kekesalannya. Di seluruh Kekaisaran Valory, hanya Winona yang berani berperilaku tidak sopan kepada sang Kaisar.Kaisar Aurelian tersenyum lebar, lalu masuk tanpa undangan. Setiap langkahnya disertai angin lembut yang tak berasal dari jendela manapun. Langit yang tadinya c

  • Perjanjian Nikah dengan Kaisar Naga   CHAPTER 1 : Awal Mula

    “Aku tidak membutuhkan seorang istri.”Suaranya tegas, bergema di ruangan yang lengang, hanya dihuni beberapa furnitur sederhana, dirinya dan Rhanora Lysa Valor —Putri Kekaisaran Valory, keponakan satu-satunya dari Kaisar sebelumnya.“Yang aku butuhkan adalah seorang Permaisuri.”Kata-kata itu meluncur tanpa ragu dari bibir Arash Welt Azdar El Emrys, Kaisar muda Kekaisaran Emrys. Terpaksa mengemban mahkota tak lama setelah sang Kaisar terdahulu tewas dalam peristiwa kelam yang mengguncang seluruh negeri.Rhanora mengangkat wajahnya, menatap lurus ke arah Arash yang duduk di kursi berukir hitam. Sorot mata pria itu tajam, dingin, seolah dapat menusuk hingga ke relung paling dalam dari diri Rhanora.“Apa bedanya?” Suara Rhanora tenang, meski jantungnya bertalu-talu gugup tak karuan.“Tentu berbeda.” Arash menjawab cepat. “Istri hanyalah pendamping, seseorang yang bisa digantikan. Tapi Permaisuri—” ia mencondongkan tubuh sedikit, jemarinya mengetuk lengan kursi dengan ritme teratur, “ada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status