Beranda / Zaman Kuno / Perjanjian Nikah dengan Kaisar Naga / CHAPTER 4 : Pembicaraan Empat Mata

Share

CHAPTER 4 : Pembicaraan Empat Mata

Penulis: soareii
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-29 22:39:10

Keesokan paginya, udara di ibu kota Kekaisaran Valory terasa lebih segar dari biasanya.  Rhanora melangkah cepat, gaun biru pucatnya berkibar ringan di sekitar kaki. Langkahnya mantap ketika melangkah kedalam Istana Kekaisaran karena ada tujuan yang harus ia capai. 

Hari ini, Rhanora datang untuk mendengar langsung dari mulut pamannya tentang kebenaran perjanjian pernikahan itu. Ia ingin tahu janji pernikahan macam apa yang dibuat oleh sang paman sehingga sang Kaisar bahkan tidak bisa membatalkan atau menundanya.

Rhanora melewati lorong panjang yang dipenuhi lukisan para kaisar terdahulu. Namun ketika ia berbelok melewati taman istana, langkahnya terhenti. Di sana, di tengah hamparan bunga musim semi yang merekah, berdirilah seorang pria muda berambut pirang terang yang menunduk sedikit, memerhatikan sekuntum bunga mawar. Saat mendengar suara langkahnya, pria itu menoleh dan berkata santai.

“Belakang ini, aku mulai mengira kau hanya rumor yang tidak berwujud, Rhanora,” ujar pria dengan rambut emas yang memantulkan cahaya pagi. “Seperti cerita atau rumor yang dibisikkan pelayan, tapi tak jelas apa benar-benar ada atau tidak.”

Rhanora menatapnya datar sambil menghela napas. “Baru seminggu aku tak kemari.”

Pria ini adalah Eurion Emanon Valor. Sepupu sekaligus sahabat masa kecilnya yang selalu mendramatisir keadaan. Orang yang jenaka dan sayangnya sangat mirip dengan sang paman, sama-sama seseorang yang tersenyum sambil bersiasat.

Eurion lebih muda dua tahun dari Rhanora, tapi sejak dulu Eurion tidak pernah memanggil Rhanora dengan sebutan 'kak' karena menurut Eurion, Rhanora kurang cocok disebut 'kak' dengan sifatnya yang kadang sembrono.

Eurion mengangkat bahu seolah tak bersalah lalu dengan berlebihan berkata. “Untuk beberapa orang, itu waktu yang singkat. Tapi untukku? Cukup lama sampai aku mengira kau tidak mau berbicara dengan diriku. Lagi."

Eurion melangkah mendekat, langkahnya ringan namun penuh perhitungan, seperti seseorang yang tahu persis seberapa dekat jarak nyaman bagi lawan bicaranya. “Masih ingat saat kita kecil, kau menolak bicara padaku selama seminggu penuh hanya karena aku menukar gula dengan garam untuk tehmu?”

"Hanya?" Beo Rhanora menghela napas namun sudut bibirnya terangkat tipis. “Kau membuatku muntah waktu itu.”

“Itu murni eksperimen ilmiah,” ucap Eurion acuh tak acuh sambil menyeringai lalu mencondongkan kepala sedikit. “Dan sepertinya eksperimen itu tidak seburuk yang kau katakan, karena lihat saja, kau masih mengingatnya dan kau masih hidup sampai sekarang!”

“Sayangnya,” balas Rhanora acuh tak acuh sambil kembali melangkah. 

"Kau mau kemana?" Eurion mengiringi langkahnya tanpa diminta. “Yah kemana pun itu.. izinkan aku jadi pemandu, meski kau tidak membutuhkannya. Tapi jangan salahkan aku kalau perjalanan ini tidak akan damai dan tenteram seperti yang kau inginkan."

"Menemui Paman."  Jawab Rhanora singkat tanpa menanggapi perkataan Eurion yang lain.

"Untuk urusan resmi atau—"

"Bukan urusanmu," potong Rhanora sedikit tak sabaran karena sepupunya ini terus-terusan mengikutinya. "Apa kau tidak ada pekerjaan lain?"

Eurion tersenyum lebar. "Ada, tapi bisa aku kerjakan nanti. Sementara mendampingi mu tidak bisa nanti-nanti."

"Bilang saja kau memang pemalas dan hanya mencari alasan supaya tidak mengerjakan tugasmu secepatnya."

Eurion bertepuk tangan sambil tertawa riang, tanpa beban. Kadang Rhanora khawatir dengan masa depan Kekaisaran Valory jika penerus takhta berikutnya seperti Eurion. "Hahaha, kau memang yang paling mengenalku!"

Untungnya tak lama kemudian mereka sampai juga dipintu menuju ruang kerja Kaisar. Eurion dan Rhanora berhenti tepat di depan pintu. Eurion menoleh kearah penjaga pintu dan mengatakan bahwa Rhanora ingin bertemu, penjaga pintu pun membungkuk hormat pada sang Putra Mahkota Kekaisaran Valory dan kemudian masuk untuk melapor.

"Apapun yang akan kau bicarakan dengan Ayahku, kuharap dapat berjalan lancar."

Rhanora tersenyum kecil kearah Eurion. Ia pun mengharap hal yang sama dengan adik sepupunya ini. "Terima kasih atas ucapan baiknya."

Eurion terkekeh namun kemudian wajahnya berubah serius membuat udara disekitar tertahan. Rhanora kadang lupa kalau Eurion sama seperti angin yang ia kendalikan, bebas dan dapat berubah sesuai situasi, bahkan dapat memberi tekanan bila perlu.

Ah, kenapa Rhanora bisa khawatir soal masa depan Kekaisaran Valory ya, padahal masa depan kekaisaran sudah berada ditangan yang tepat.

"Kalau kau butuh bantuan apapun, kau bisa mengandalkanku."

Senyuman diwajah Rhanora kini semakin melebar. "Tentu, terima kasih Eurion."

***

Begitu pintu tertutup di belakangnya, Rhanora membungkuk hormat. Aurelian Valor duduk dari balik meja kerjanya, senyum tipis mengisi wajah yang masih terlihat awet muda itu. Mungkin karena Aurelian dan Winona adalah kembar jadi setiap kali Rhanora melihat Aurelian, ia akan teringat dengan ibunya itu.

"Salam kepada matahari Kekaisaran Valory." Rhanora membungkuk sopan memberi salam kepada sang Kaisar, lalu berdiri dengan tegak kembali ketika Aurelian memperbolehkan.

“Keponakanku yang jarang datang, ada urusan apa yang membawamu kemari pagi-pagi?” suara Aurelian hangat, tapi ada nada ingin tahu di baliknya.

Rhanora berjalan mendekat. "Tentunya  memastikan Paman baik-baik saja dan menanyakan sesuatu.”

“Oh?” Aurelian memberi isyarat supaya Rhanora duduk, lalu menuangkan teh ke dua cangkir. 

Kemudian mereka bertukar percakapan sebentar—tentang perjalanan Rhanora dari kediaman hingga istana, apakah ada hal menarik atau tidak hingga kabar festival di ibu kota. Tapi begitu percakapan itu mereda, Rhanora tak lagi menunda.

“Aku ingin tahu kebenaran soal… perjanjian pernikahan itu.”

"Ah, rupanya ibumu sudah memberitahu mengenai hal ini padamu." Aurelian terkekeh pelan sambil menggeleng tak habis pikir. "Kupikir dia setidaknya akan menunggu sampai beberapa hari sebelum bilang padamu."

Rhanora mengambil napas dan mengembuskannya perlahan, berusaha menetralkan kecemasannya yang perlahan mulai memuncak. "Paman seperti tidak tahu bagaimana ibuku saja."

"Hahaha.. kau benar, dia tidak suka menunda-nunda meski dia bilang dia akan 'mempertimbangkannya'." Aurelian terkekeh geli memikirkan sifat kakak kembarannya itu. "Jadi.. apa yang ingin kau ketahui?"

Begitu ditanya seperti itu, Rhanora sempat terdiam sejenak. Jemarinya meremas ringan tepi gaun, mencoba menata kata-kata. “Kenapa perjanjian itu dibuat dan kenapa itu tidak bisa dibatalkan?” suaranya tenang, tapi matanya menuntut kejelasan.

Aurelian menaruh cangkir teh di meja, lalu bersandar di kursi. "Ayah dari Kaisar Emrys yang sekarang adalah sahabatku, lebih dari sekadar sekutu di dunia politik. Kami berperang di sisi yang sama, membagi kemenangan, dan—" bibirnya menekuk tipis, "menyelamatkan nyawa satu sama lain. Setelah perang usai, kami sadar perdamaian ini rapuh. Ada terlalu banyak pihak yang ingin memisahkan dua kekaisaran kita."

Aurelian menghela napas, tatapannya mengarah ke jendela, seakan kembali pada masa itu. "Dia mengusulkan sesuatu cara untuk membuat keluarga kita terikat selamanya. Perjanjian pernikahan antara darah  Keluarga Kekaisaran Valory dan darah Keluarga Kekaisaran Emrys. Dan aku setuju karena aku percaya padanya."

"Kalau itu cuma perjanjian politik, kenapa tak bisa dibatalkan?”

“Kalau hanya sebatas dokumen, tentu bisa. Tapi ini bukan sekadar dokumen. Ini Janji Darah.” Ia mencondongkan tubuh sedikit, suaranya menurun. “Upacara kuno bangsa Emrys. Kami meneteskan darah ke dalam satu piala, mencampurnya, dan mengucapkan janji dihadapan bulan. Sumpah seperti itu.. bahkan dengan kematian kami berdua, harus tetap terlaksana.”

Keheningan panjang jatuh di antara mereka. 

"Jadi…" Rhanora merasakan dirinya mulai putus asa, “tak ada jalan lain?"

Aurelian menatapnya lama, seakan ingin mencari cara untuk memberi jawaban lain, tapi akhirnya hanya berkata pelan, "jika ada cara lain, aku pasti akan memberitahumu."

Rhanora menunduk, membiarkan kata-kata itu meresap. Hening menggantung, hanya terdengar denting halus cangkir beradu dengan piring kecil saat Aurelian kembali menyesap tehnya.

“Aku tahu ini beban yang bukan milikmu sejak awal,” ujar sang Kaisar akhirnya, nada suaranya lembut namun tak bisa menyembunyikan ketegasan di baliknya. “Namun anggota Kekaisaran Valory  selalu menepati janji. Apa pun harganya.”

Rhanora mengangkat wajahnya. Ada getir di matanya, juga sesuatu yang tak bisa ia beri nama —antara marah, kecewa, dan pasrah. Ia berdiri, membungkuk dalam-dalam.

“Aku mengerti, Yang Mulia.” 

Aurelian menatapnya lama, senyumnya samar, seperti ada simpati tapi juga kelegaan terselubung. “Kau gadis yang lebih kuat daripada yang kau kira, Rhanora. Jangan pernah lupakan itu.”

Dengan langkah yang terukur, Rhanora pun keluar dari ruang kerja Kaisar. Namun begitu pintu tertutup di belakangnya, napas yang sejak tadi ia tahan akhirnya pecah. Rasanya udara di lorong istana lebih berat daripada sebelumnya, seolah setiap langkah yang ia ambil kini membawanya semakin dekat pada takdir yang tak bisa ia pilih.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjanjian Nikah dengan Kaisar Naga   CHAPTER 4 : Pembicaraan Empat Mata

    Keesokan paginya, udara di ibu kota Kekaisaran Valory terasa lebih segar dari biasanya. Rhanora melangkah cepat, gaun biru pucatnya berkibar ringan di sekitar kaki. Langkahnya mantap ketika melangkah kedalam Istana Kekaisaran karena ada tujuan yang harus ia capai. Hari ini, Rhanora datang untuk mendengar langsung dari mulut pamannya tentang kebenaran perjanjian pernikahan itu. Ia ingin tahu janji pernikahan macam apa yang dibuat oleh sang paman sehingga sang Kaisar bahkan tidak bisa membatalkan atau menundanya.Rhanora melewati lorong panjang yang dipenuhi lukisan para kaisar terdahulu. Namun ketika ia berbelok melewati taman istana, langkahnya terhenti. Di sana, di tengah hamparan bunga musim semi yang merekah, berdirilah seorang pria muda berambut pirang terang yang menunduk sedikit, memerhatikan sekuntum bunga mawar. Saat mendengar suara langkahnya, pria itu menoleh dan berkata santai.“Belakang ini, aku mulai mengira kau hanya rumor yang tidak berwujud, Rhanora,” ujar pria denga

  • Perjanjian Nikah dengan Kaisar Naga   CHAPTER 3 : Kekalutan

    Pintu ruang tamu menutup perlahan, meninggalkan keheningan yang hanya diisi oleh gema langkah Aurelian yang semakin menjauh. Winona tetap duduk, jemarinya mengetuk-ngetuk sandaran kursi tanpa pola sambil mencoba mengurai benang kusut di kepalanya.Caleb masuk dari koridor, langkahnya tenang namun matanya langsung tertuju pada sang istri. Caleb menutup pintu ruang tamu pelan. Ia melangkah mendekati Winona yang masih duduk di sofa. "Apa yang diinginkan Yang Mulia Kaisar?" tanya Caleb pelan, suaranya mengandung nada waspada.Winona mengangkat kepalanya, menatap suaminya sejenak sebelum menjawab. "Sesuatu yang aku harap tak akan pernah dia minta."Caleb duduk di hadapannya, mencondongkan tubuh. "Rhanora." Ujarnya dengan pasti dengan mengerutkan dahinya."Pernikahan politik dengan Emrys. Seharusnya Alicia yang pergi, tapi seperti yang kau tahu, Alicia baru berusia tujuh belas tahun ini. Terlalu belia untuk dikirim ke kandang naga. Jadi dia ingin Rhanora yang memenuhi janji itu.""Dan.. apa

  • Perjanjian Nikah dengan Kaisar Naga   CHAPTER 2 : Permintaan sang Kaisar

    “Hohoho! Ini sudah seperti reuni keluarga!”Suara tawa ringan namun menggema memenuhi ruang tamu megah kediaman keluarga Valor. Di ambang pintu, seorang pria berdiri dengan jubah panjang berbordir lambang kekaisaran, kainnya berkilau seperti langit saat fajar menyingsing. Rambut panjang keemasannya jatuh ke bahu, begitu terang hingga hampir menyilaukan, seolah cahaya mentari sengaja memantul darinya. Kilau yang hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki darah paling murni dari garis kekaisaran.Yang Mulia Kaisar Aurelian Emanon Valor. Kaisar yang saat ini berkuasa di Kekaisaran Valory dan kembaran dari Winona.“Sudah, cepat katakan. Kau datang kemari untuk apa?” suara Winona terdengar dingin, nyaris tak menyembunyikan kekesalannya. Di seluruh Kekaisaran Valory, hanya Winona yang berani berperilaku tidak sopan kepada sang Kaisar.Kaisar Aurelian tersenyum lebar, lalu masuk tanpa undangan. Setiap langkahnya disertai angin lembut yang tak berasal dari jendela manapun. Langit yang tadinya c

  • Perjanjian Nikah dengan Kaisar Naga   CHAPTER 1 : Awal Mula

    “Aku tidak membutuhkan seorang istri.”Suaranya tegas, bergema di ruangan yang lengang, hanya dihuni beberapa furnitur sederhana, dirinya dan Rhanora Lysa Valor —Putri Kekaisaran Valory, keponakan satu-satunya dari Kaisar sebelumnya.“Yang aku butuhkan adalah seorang Permaisuri.”Kata-kata itu meluncur tanpa ragu dari bibir Arash Welt Azdar El Emrys, Kaisar muda Kekaisaran Emrys. Terpaksa mengemban mahkota tak lama setelah sang Kaisar terdahulu tewas dalam peristiwa kelam yang mengguncang seluruh negeri.Rhanora mengangkat wajahnya, menatap lurus ke arah Arash yang duduk di kursi berukir hitam. Sorot mata pria itu tajam, dingin, seolah dapat menusuk hingga ke relung paling dalam dari diri Rhanora.“Apa bedanya?” Suara Rhanora tenang, meski jantungnya bertalu-talu gugup tak karuan.“Tentu berbeda.” Arash menjawab cepat. “Istri hanyalah pendamping, seseorang yang bisa digantikan. Tapi Permaisuri—” ia mencondongkan tubuh sedikit, jemarinya mengetuk lengan kursi dengan ritme teratur, “ada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status