Dia dan Juan mendapat panggilan mendadak untuk bertemu di gedung latihan. Awalnya Moreau mengira terdapat hal mendadak yang tak bisa mereka tebak, atau berbahaya lain yang tidak pernah diharapkan muncul secara berlebihan. Namun, sebuah pengetahuan tentang kepergiaan Abihirt sesaat lalu, telah menyerahkan banyak informasi di benaknya supaya benar – benar percaya bahwa semua kebetulan ini menghubungkan mereka pada satu kepentingan relevan.
“Kira – kira apa yang dilakukan ayahmu di kantor Mr. Pablo tadi?” Suara Juan berbisik sangat dekat dan bagaimana Moreau dapat merasakan sentuhan pria itu secara naluriah di bahunya. Ketika menengadah, dia mendapati dagu Juan begitu dekat di puncak kepala, lalu segera menyingkirkan keberadaan pria itu dengan menekan permukan dada hingga Juan terdesak mundur sekian jengkal jarak. “Mungkin sebaiknya tidak menanyakan itu kepadaku, Juan. Karena aku juga tidak tahu kenapa dia ada di sini saat tiba – tiba kita dipanggil.” Moreau berjalMoreau menunggu saat – saat yang tepat setelah ibunya sudah meninggalkan rumah. Sedikit yang dia ketahui bahwa Abihirt tidak bersikap begitu mencolok ketika semalam pria itu pulang; bersikap seolah tak satu pun kenyataan disembunyikan dan mereka beranjak baik – baik saja. Sesuatu yang tak cukup adil. Seharusnya. Namun, tidak ada yang bisa dikatakan. Moreau tak berhak ikut campur. Tak ingin terlihat bersikap tak setuju terhadap keputusan Abihirt, meski reaksi signifikan dalam dirinya seperti mengalami krisis tidak terpecahkan. Dia menghela napas—berharap dapat membantu untuk tidak membayangkan apa pun. Hanya ada satu tujuan utuh. Kepadanya, setelah sempat bertanya, Caroline mengatakan pria itu tidak melakukan kegiatan lari pagi atau menemani Chicao pergi bermain sebagai rutinitas menyenangkan anjing peliharaan tersebut. Suatu informasi yang langsung membuat Moreau mengerti di mana ayah sambungnya berada saat ini; sebuah ruangan yang disulap menjadi tempat latihan fisik.
Tidak ada peringatan jika ternyata Abihirt segera menjulang tinggi. Wajah pria itu basah bermandikan keringat dengan beberapa helai rambut lembab jatuh menyentuh kening. Sebuah pamandangan murni di pagi hari. Moreau tidak mengerti mengapa ibunya mau melewati sesuatu yang indah seperti ini saat Barbara sendiri dapat memilih untuk bersama suami wanita itu lebih lama—katakanlah ... tidak harus terburu – buru melakukan perjalanan ke kantor, dan andai seperti itu ... dia yakin ibunya tidak akan ragu menahan Abihirt di sini—hanya di sini—melakukan sisa hal yang dapat dibayangkan dengan pikiran liar. Celakalah, itu bayangan sangat kotor. Moreau mengerjap beberapa kali dan secara tak terduga tercekat oleh keberadaan Abihirt yang begitu dekat. Nyaris tidak menyisakan jarak. Dia harus mengambil tindakan penuh tekad sekadar berjalan beberapa langkah ke belakang. Paling tidak, sampai tak akan mendapati wajahnya berhadapan langsung dengan dada pria itu. “Kau belum menjawabk
Kebutuhan bercinta sudah tak terbendung saat Moreau menghadapi sengatan panas terhadap setiap apa pun yang Abihirt lakukan. Dia telah bertelanjang penuh. Ujung jemari pria itu begitu mahir melucuti satu demi satu kain tersisa, dan tiba – tiba menekannya supaya menghadap dinding ruangan. Moreau segera menahan napas mendeteksi Abihirt menjatuhkan mulut di garis bahunya. Teramat lembut, bahkan sentuhan – sentuhan lainnya tidak dapat dimungkiri telah memberi banyak pengaruh. Dia putus asa membiarkan satu tangan pria itu meremas di payudaranya dengan serupa genggaman yang begitu pas, sementara bentuk gigitan – gigitan kecil di sekitar ceruk leher seakan dapat meyakinkan jika akan meninggalkan bekas tanda kemerahan. Moreau tak berdaya, tetapi dia berusaha berpegangan erat semari merekatkan telapak tangan pada dinding di hadapannya. Cumbuan Abihirt melepaskan sensasi membakar. Dia benar – benar membara di bawah setiap detil lidah pria itu menjalar, meninggalkan jejak basah dan
Sambil menelan ludah kasar. Moreau mendorong tubuhnya sesaat demi menatap ekspresi wajah Abihirt lekat. Tetap tidak ada protes keluar. Mungkin, karena dia merasa cairan tubuh pria itu merembes ke bawah mengikuti kejantanan yang ditarik keluar. Ntahlah, agak sulit membayangkan desakan dari suatu insting yang tetap memberinya kekhaeatiran mengenai dampak tak diinginkan nanti. Mereka telah selesai dan sebaiknya tidak terlalu lama di sini. Namun, setiap persiapan tak selalu dapat melewati batas yang ditentukan. Pada akhirnya Moreau mengerti jika dan jika dia akan tetap di sini; baru saja menyelesaikan kebutuhan untuk berpakaian utuh. Setidaknya memang sedikit lebih wajar daripada mereka terus bertelanjang berdua. Abihirt mungkin tak sepenuhnya, mengingat pria itu dari awal tidak mengenakan apa pun di bagian atasan. “Apa yang ingin kau bicarakan?” Suara serak dan alam ayah sambungnya terdengar serius, cukup berbeda seperti terakhir kali saat sedang merasa kenikmatan. Mo
“Aku memang kesal kepadamu. Seseorang tadi bicara serius, tapi kau bersikap seolah keberadaanku tidak penting!” Moreau melepas suara satu tingkat lebih tinggi demi memastikan ayah sambungnya diam. Itu sedang terjadi, seolah Abihirt perlu memikirkan serangkaian respons di sana, di mana pria tersebut akan mengambil saat – saat tertentu untuk memulai. Sudah seharusnya begitu. Sialnya, Moreau tidak bisa menebak lebih cepat jika ternyata Abihirt akan menyingkirkan sisa jarak di antara mereka. Tidak ada satu pun kata terucap. Seperti terlalu tiba – tiba setelah pria itu mendekat tubuhnya erat. Moreau agak tersentak. Merasa tegang, tetapi akhirnya berusaha menenangkan kejutan tak terduga yang dia alami. Sentuhan Abihirt terlalu hangat. Dia tak memungkiri. Membiarkan dekapan pria itu lebih erat—yang sebenarnya bukan apa – apa, karena mereka tak memiliki hubungan intens sekadar menghadapi pertengkaran hebat, lalu berbaikan dengan cara persis seperti ini. Sesekali Moreau
Sebuah mobil cukup familiar terparkir di halaman depan rumah. Moreau mengedarkan pandangan ke pelbagai arah, mengira mungkin dia telah melewatkan beberapa hal setelah satu hari yang panjang. Barangkali memang tak harus merasa ganjil ketika sekelebat bayangan wajah Gloriya muncul di benaknya. Urusan tentang kekacauan Froy belum selesai. Dia mengerti itu, dan tak seharusnya pula dikejutkan oleh informasi tambahan; tentang Barbara yang meninggalkan pekerjaan kantor lebih awal dengan kendaraan wanita tersebut sudah tersisihkan di garasi. Mungkin beberapa hal telah dibicarakan di dalam sana. Moreau coba – coba menduga bahwa Barbara masih berusaha meyakinkan kapasitasnya terhadap kebutuhan membujuk Abihirt supaya pria itu berubah pikiran. Kekhawatiran Gloriya sudah tidak dapat ditampung lebih lama. Moreau mengerti tentang beberapa hal yang benar – benar buruk. Dia tidak ragu berjalan menuju ruang tamu. Setidaknya bukan untuk terlibat secara penuh. Hanya sekadar ingin tahu, sud
Kali pertama mendapati situasi di sekitar ... pria itu tidak mengatakan apa – apa sebagai sebuah tanggapan. Hanya sekelebat ekspresi skeptis, seolah bisa menebak dan terlihat cukup keberatan terhadap keputusan Gloriya untuk mendatangi tempat ini. Kemudian, ketika akan melangkah ... satu – satunya hal yang dapat Moreau tafsirkan adalah arah keinginan Abihirt yang cukup kontradiktif. Pria itu dapat dipastikan tidak memiliki minat sekadar menyingkirkan sisa jarak di antara mereka. Bukan pula menaiki undakan tangga—lalu berjalan ke arah kamar. Dapur. Ya. Di sana. Persis baru saja melewati beberapa pasang mata, seakan – akan pria itu tidak melihat apa pun. Bahkan kepada Barbara yang tampaknya sudah cukup antusias—sekarang sedang mengungkapkan betapa dia keberatan. “Abi, berhentilah sebentar. Kita bicarakan masalahmu dan Froy hingga tuntas. Tidakkah kau lihat calon istri dari keponakanmu.” Suara Barbara lepas bebas ke udara, tetapi tak cukup menggaet ta
“Aku rasa kau sudah tahu alasanku memenjarakannya.” Sebuah pernyataan membuat Lewi sedikit menahan napas. Reaksi wanita itu tak pernah luput dari pandangan Moreau. Dia yakin akan memperlihatkan desakan serupa kalau – kalau dirinya ada di sana. Butuh beberapa saat ... setidaknya bagi Lewi memikirkan jawaban. Satu bagian yang hampir terjadi ketika tiba – tiba Gloriya memotong pembicaraan. “Kami datang kemari bukan untuk membicarakan apa alasan kau memenjarakan Froy. Lewi sudah tahu dan dia tetap mencintai putraku. Mereka juga akan segera memiliki anak. Tidakkah kau memikirkan sedikit tentang nasib cucu—ku.” “Diamlah. Itu cucumu, tidak ada urusannya denganku.” Hanya dalam sekejap, dan kemudian Gloriya harus menutup bibir dengan rapat. Wanita itu terlihat mulai mendapat pengaruh oleh pernyataan Abihirt yang terucap dingin. “Jangan kau pikir membawanya di tempat ini bisa membujuk-ku supaya berubah pikiran. Aku tetap tak peduli.” Pria itu melanjutkan
“Kau lagi!”Suara Juan menggantung di ujung tenggorokan. Pria itu dalam sekejap tersulut amarah. Semua tampak begitu jelas ketika Juan melebarkan langkah ke arah Abihirt diliputi gestur ingin melayangkan pukulan mentah.Bugh!Sebaliknya pria itu mendapat hujaman luar biasa keras dari kepalan tangan Abihirt. Sial. Juan berdarah dalam sekejap.“Astaga, Abi! Apa yang kau lakukan?”Moreau segera bersimpuh. Ingin melihat langsung bagaimana kondisi Juan setelah pria itu terjerembab jatuh ke atas lantai. Dia meringis ketika Juan mengaduh kesakitan. Makhluk yang malang. Moreau menipiskan bibir, merasakan sangat ingin melimpahkan semua kesalahan kepada Abihirt. Dia mendelik pria itu tajam, lalu berkata, “Kau tidak seharusnya memukul Juan sampai seperti ini, Abi!”“Aku tidak bermaksud. Hanya kelepasan.”Abihirt seperti memutar kembali kalimat yang dia katakan mengenai situasi Juan kemarin. Persetan dengan pria itu. Moreau tidak mengatakan apa pun lagi, selain
“Di sini sudah tidak aman, Moreau. Kau bisa tinggal di kediamanku selama yang kau mau.” Suara serak dan dalam pria itu terdengar persis setelah melewati ambang pintu kamar mandi. Sebelah alis Moreau terangkat tinggi sebagai respons pertama, kemudian bertanya, “Tinggal di kediamanmu? Bagaimana dengan ibuku?” “Aku menceraikannya.” “Menceraikannya? Bukankah kalian sepakat menghancurkan karier-ku?” “Aku tidak tahu kalau dia akan menyebarkan bukti perselingkuhan yang diambil dari kamarmu. Tapi satu hal harus kau tahu. Program itu khusus kubuat untuk mendiang ibuku. Aku bahkan belum tiba di sana sekadar mengetahui apakah acara yang kubuat berjalan dengan baik atau tidak. Ibumu melakukan sabotase, supaya aku tidak hadir tepat waktu dan dia bisa menyebarkan kebohongan. Kau tak seharusnya percaya apa yang dikatakan ibumu. Wanita licik itu berusaha merusak hubungan kita.” Hubungan kita .... Moreau menggarisbawahi pernyataan terakhir ayah sambungnya. Tidak a
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
“Aku akan masuk. Kau janji tidak akan lama?” tanya Moreau. Terlalu lama berdiam diri di dalam mobil bukan prospek bagus. Mereka memang tiba sesaat setelah Juan mengajukan pertanyaan. “Aku janji tidak akan lama. Hanya mengambil beberapa pakaian dan keperluanku saja.” Benar. Moreau meminta Juan untuk menginap lagi. Menemaninya sampai merasa lebih baik dan bisa melakukan segala aktifitas sendiri. Mobil yang Barbara katakan sudah siap dari proses perbaikan ... memang sudah di kirim ke rumah ini. Hanya saja, dia sudah terbiasa bersama Juan yang selalu menyetir. “Kalau begitu hati – hati di jalan. Jangan ngebut, kau mengerti?” “Ya, Amiga. Tidak perlu khawatir.” Moreau tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk membuka sabuk pengaman. Dia melambaikan tangan setelah menginjakkan kaki di halaman depan rumah. Menunggu sampai mobil Juan hilang dari tikungan, baru melanjutkan langkah membuka pintu yang tampak sedikit ... aneh. Kening Moreau mengernyit, mengingat betul bahwa pintu rumah
“Jadi kau sudah tahu?” Suara serak dan dalam Abihirt persis begitu dekat. Lagi – lagi Barbara menelan ludah kasar, bahkan segera tersentak saat ruang untuk beranjak mundur telah habis dibatasi dinding kamar. Napas Barbara segera tercekat diliputi tangan kasar Abihirt yang mencekiknya dengan hebat. Pria itu kalap. Hampir tidak pernah ada tindakan mengerikan seperti ini, dan Barbara tidak bisa melakukan apa pun ... selain berharap Abihirt akan segera sadar. “Aku yakin kau juga sudah tahu kalau keputusan untuk menikahimu hanyalah ajang pembalasan dendam. Sekarang kau akan merasakan semua akibat dari perbuatanmu di masa lalu.” Di mata kelabu itu, sungguh tidak ada ampun. Barbara bisa melihat dengan sangat jelas bahwa Abihirt luar biasa membencinya. Ternyata begitu banyak topeng penyelematan, meski saat ini ... semua akan diselesaikan hingga tuntas. Barbara memejam sebentar. Cengkeraman Abihirt masih cukup memberinya kesempatan bicara. Dia mati – matian mengumpulkan hasrat untuk
Ujung tenggorokan Barbara seakan tercekat membayangkan pernikahan ini adalah ajang balas dendam. Dia tidak sedang mengenakan kostum penyesalan. Apa yang terjadi 20 tahun lalu adalah murni atas ketertarikan seseorang terhadap seseorang lainnya. Dia memang ... tahu bahwa Soares Villur Alcaraz telah memiliki istri. Begitu pula dengan mendiang suaminya, Jeremias Riveri. Namun, kematian Vanesia adalah gambaran tidak terpikirkan. Dia merasa .... ketika Soares akan memilihnya, itu merupakan bentuk keajaiban yang pantas. Mereka sempat merencanakan pernikahan setelah kematian Vanesia, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Rasa bosan ... hal tersebut dapat dipahami. Lagi pula, bersama Soares, Barbara sudah mendapat apa yang dia inginkan. Kemudian, dia mulai mengejar Jeremias. Semua terjadi seperti itu. Abihirt .... Barbara tidak bisa diam begitu saja. Perhatiannya mengedar ke pelbagai arah. Dia sebaiknya menggeledah supaya menemukan petunjuk lebih banyak.