"Kalau bukan dari ku, siapa yang sudah memesannya menggunakan nama ku?" Tanya Hiraya pada diri sendiri. Saat ini dia tengah istirahat makan siang di sela-sela pekerjaannya menemani Ernest. Pria itu tengah break syuting drama dan sedang di make up ulang untuk salah satu scene. "Hiraya!" Panggil seseorang yang terdengar sangat familiar di telinga Hiraya. Gadis itu menoleh dengan cepat dan terkejut begitu melihat siapa yang datang menghampiri dirinya di salah satu restoran dekat lokasi syuting. "Hae Sun, apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Hiraya yang bingung, kebetulan sekali bisa bertemu dengan detektif bayaran itu dengan mudah. Padahal biasanya mereka sangat sulit bertemu meski sudah mengadakan janji. Hae Sun malah tersenyum sekilas, dia lalu menarik kursi dan duduk di depan Hiraya. Mereka berhadapan dan duduk di salah satu meja yang memang dekat dengan jendela besar di restoran tersebut dan menghadap ke arah jalan. "Aku sedang jalan-jalan di sekitar sini, dan kebetulan mampir.
Hiraya masih berusaha menghindari pria tadi, gadis itu masuk ke dalam lift untuk naik ke lantai yang lebih tinggi. "Kenapa dia masih saja mengikuti ku sih?" Hiraya keluar dari lift dengan terburu-buru. Merasa semakin terancam sebab pria tadi terus saja mengikuti langkahnya. Karena terlalu fokus, dia malah tidak sengaja menabrak seorang pria yang baru saja keluar dari kamar mandi.Brugh!"Aduh," ucap pria tersebut, mengaduh karena terjerembab ke lantai. "Eh maaf-maaf," jawab Hiraya yang refleks mengulurkan tangannya untuk membantu pria tersebut. Mata keduanya beradu, dan Hiraya menyadari sesuatu. "Le-leon?" Hiraya menahan tangannya untuk menolong Leon. Karena tidak jadi mendapatkan bantuan dari Hiraya, Leon akhirnya berdiri sendiri dan menepuk-nepuk celananya yang terkena debu."Iya ini aku, memangnya kenapa?" Leon melirik Hiraya dengan tatapan tidak bersahabat. "Tidak, aku hanya ingin minta maaf karena tadi sudah menabrak mu." Hiraya menjawabnya ketus. Dengan langkah gesit dia
Hiraya masih duduk melamun duduk di engine hood (kap mobil) miliknya di parkiran lokasi syuting. Saat ini jam menunjukkan pukul sembilan malam, sudah saatnya Ernest pulang.Ernest yang baru saja selesai syuting dan berniat menjemput gadis itu langsung turun dari mobilnya diikuti Lee Hyun, sang asisten."Hiraya!" panggil Ernest sambil berjalan mendekatinya. Gadis itu menoleh dan tersenyum kecut. Tapi tetap berada di posisinya tanpa mau bergeser sedikitpun. "Ada apa, kenapa tidak pulang?" Ernest langsung mencecar pertanyaan pada Hiraya. Dia tahu kalau Hiraya tak suka menunggunya terlalu lama, lagi pula sejak siang gadis itu sudah meninggalkan dirinya. "Tidak apa-apa aku hanya masih ingin di sini," jawab Hiraya berbohong, padahal dia di sini karena tak enak hati pada pria itu. Hiraya ingin memastikan kalau pria misterius tadi tak mengikutinya sampai di lokasi syuting. Hiraya tak mau, masalah yang ada di hidupnya juga dirasakan oleh Ernest. "Tapi bukan berarti kamu bisa duduk di engi
"Untuk apa kita ke agensi Leon, Hiraya?" Tanya Yoshi lirih pada Hiraya yang ada di sebelahnya. Saat ini mereka berdua tengah bersembunyi di lorong gedung agensi yang menaungi Leon. Pagi-pagi tadi Hiraya menghubungi Yoshi untuk ikut dengannya. Yoshi tak sadar kalau tengah mengikuti langkah gegabah sahabatnya. "Aku mau lihat apa yang sebenarnya dia lakukan, aku ingin memastikan sesuatu." Hiraya menjawab sama lirihnya. "Memastikan apa sih?" Cecar Yoshi yang memang tak tahu banyak. Hiraya mendecik, dia lalu menoleh pada Yoshi. "Aku ingin memastikan apa benar orang yang mengirim banyak hal ke rumah ku dan Ernest adalah Leon!""Hah? Bagaimana bisa kau tiba-tiba mengambil kesimpulan begitu?" Yoshi tampak terkejut. Karena tak mau ada orang yang mencurigai mereka, Hiraya lekas menendang tulang kering Yoshi cukup keras. Setidaknya itu bisa membantu gadis itu agar tak sembarangan mengeraskan suara. "Pelankan suara mu Yoshi," desis Hiraya penuh penekanan. Yoshi lalu membekap mulutnya sendi
Ernest dan Seok Hyeon sontak menoleh ke arah pintu, dimana Hiraya sudah ada di sana memandang mereka dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Nafas gadis itu terengah-engah, memburu seolah dia baru saja laru marathon untuk menghampiri keduanya. "Kenapa Hiraya?biarkan saja Seok Hyeon mengatakan isi kepalanya," tegur Ernest yang tidak suka istrinya gemar menyela ucapan orang lain. Hiraya tidak peduli, dia langsung masuk saja ke balkon dan berdiri di sampingnya. "Ernest a-aku hanya—" Hiraya menggantungkan kalimatnya, dia bingung sendiri harus memberikan alasan apa pada Ernest yang tampak begitu penasaran dengan perkataan Seok Hyeon. "Hanya apa? Jangan pernah menyela ucapan orang lain. Itu tidak sopan!" Ernest meliriknya tajam dengan nada suara yang tidak bersahabat. Bahkan dia sengaja meninggikan suaranya satu oktaf dari sebelumnya.Bak seekor kelinci yang bertemu pemburu, nyali Hiraya langsung ciut. Dia belum pernah mendengar Ernest meninggikan suaranya ketika berbicara dengannya. M
Yoshi mendecik sebal, untuk perkara kecil saja Hiraya harus diajari lebih dulu. "Kamu pasti bisa melakukannya, sudah percaya diri saja!" Yoshi menyemangati. Dia tersenyum lebar dan mengepalkan kedua tangannya di depan dada, seperti supporter bola!"Kenapa kamu bisa santai begitu hah! Kamu pikir hal ini mudah bagiku?" Hiraya mengatakannya dengan segenap rasa kesal yang ada di hatinya. Gadis itu menendang kaki Yoshi yang menyilang dibawah meja, dengan high heels setinggi lima senti yang Hiraya kenakan sudah bisa dipastikan bagaimana rasanya. Yoshi hanya meringis, dia mengusap-usap kakinya yang sudah pasti akan membiru. "Tentu saja, apa susahnya bersikap manis. Apalagi dengan suami sendiri!" Yoshi ikut nyolot, dia tidak mau kalah begitu saja dengan Hiraya. "Suami apanya! Dia hanya partner nikah kontrakku saja!" Hiraya mengeluarkan alibi. Mendengar hal tidak masuk akal itu Yoshi hanya tersenyum miring sambil menggelengkan kepalanya pelan, untuk apa Hiraya malu mengakui kalau Ernest a
"Nanti apa?" Tanya Hiraya dengan nada yang tidak santai. Dia mendelik tajam pada Ernest yang ada di sampingnya. Ernest hanya tersenyum kecil, lucu melihat Hiraya yang gampang sekali naik darah. "Nanti saat memberiku kejutan, kamu kan bilang begitu kemarin." Hiraya memutar bola matanya malas, dia lalu duduk tenang di kabin pesawat. Gadis itu tak berniat menikmati perjalanan karena lelah. Sudah pasti Ernest akan mengganggunya nanti. Akan tetapi, karena tak melakukan apa-apa. Hiraya malah tertidur pulas sepanjang perjalanan. Ernest yang melihat sang istri tidur malah tersenyum manis. Kepala Hiraya juga jatuh ke pundak Ernest yang memang ada di sampingnya. Keduanya duduk berdampingan di kabin yang kelas bisnis. "Kenapa dia bisa semanis ini ketika tidur?" Ernest mengusap-usap kecil pipi Hiraya, hingga gadis itu menggeliat kecil sebab terusik. Ernest menarik tangannya, berhenti menganggu Hiraya dan membiarkan gadis itu kembali lelap ke alam mimpi. "Kau sangat polos ketika tidur, tap
Yoshi mendelik tajam, dia lekas memukul kepala Seok Hyeon dengan garpu yang ada di tangannya. Tak!"Aduh!" Pekik Seok Hyeon yang langsung memegangi kepalanya sendiri. Dia tak menyangka pukulan ringan dari Yoshi bisa sesakit itu!"Yang benar saja kalau bicara! Mana ada aku iri pada mereka hah!" Dengan Yoshi dengan tatapan yang tajam. Di saat yang sama Hiraya dan Ernest tiba di meja mereka bertiga. Keduanya menatap bingung ke arah Yoshi dan Seok Hyeon yang tampak jelas sedang bertengkar. "Ada apa ini Yoshi? Kau bertengkar dengan Seok Hyeon, hei ini Paris. Bagaimana kalau ada Paparazi yang melihatnya?" Hiraya berusaha melerai keduanya yang masih terlibat perang dingin. Sementara Lee Hyun hanya menghela nafas panjang, di mana-mana dia hanya menjadi penonton keributan para artis dengan road managernya. "Aku tak peduli, dia dulu yang mulai!', Yoshi cemberut, dia dalam mode ngambek. Ernest malah tertawa kecil, lalu menarik kursi di sebelah Seok Hyeon dan duduk di sana. "Kalian selalu