Share

3. Teka-teki

Chaera duduk di halte bus sembari menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut, ia benar-benar stres hari ini. Hari yang dijalaninya semakin berantakan, dirinya juga tak menyangka hidupnya akan seperti ini sekarang. Chaera merasakan sakit pada dadanya saat Virlie mulai memakinya kembali.

Mungkin sebagian orang menganggap bahwa perkataan Virlie itu biasa saja, namun gadis depresi seperti Chaera menganggapnya adalah sebuah kutukan, kutukan yang mampu membuat seseorang merasa buruk dan membenci dirinya sendiri. Itulah yang dirasakan Chaera saat ini.

Chaera mengangkat kembali kepalanya dan tersenyum lemah pada dirinya, matanya menatap ke arah jalanan yang sepi dan sunyi, seperti tidak ada aktivitas orang-orang hari ini.

"Chaera apa yang kau lakukan di sini? Mengapa kau belum pulang juga?"

Suara klakson mobil mengagetkan lamunan Chaera, ia langsung menatap ke arah pria di dalamnya.

"Chaera, masuklah. Aku antarkan kau pulang." Panggil Raka dari dalam mobil.

Chaera hanya terdiam. Ia masih larut dalam pikirannya. Mungkin jika ia menerima ajakan Raka dan tiba-tiba dilihat oleh Virlie, maka itu akan menjadi masalah besar baginya, Chaera tidak mau ini terjadi.

"Chaera cepatlah, ini sudah sore, nanti kau bisa dimarahi ibumu." Panggil Raka sekali lagi.

Chaera menghela napas pasrah lalu berkata, "Jika aku pulang ke rumah hanya untuk dimarahi ibu, lebih baik aku tidak pulang saja." Dengan isak tangis yang masih terdengar.

Raka terdiam mendengar jawaban Chaera di dalam mobil, sepertinya gadis itu benar-benar diambang kesedihan. Tak membuang waktu lama, Raka memilih turun dari mobil lalu menghampiri Chaera di sana.

"Untuk apa kau ke sini? Pergi." Usir Chaera pada Raka yang baru saja menghampirinya.

Raka tak mendengarkan permintaan Chaera, ia malah duduk di samping gadis itu kemudian bersandar pada tiang halte bus sembari memejamkan matanya, menikmati angin sore dan suasana jalanan yang sepi.

Hanya ada mereka berdua.

Mungkin di saat seperti ini, Chaera ingin sekali menceritakan semua masalahnya kepada Raka, dari mulai tekanan kedua orangtua sampai perjodohan tidak masuk akal yang dihadapinya. Namun Chaera sadar, Raka bukan siapa-siapa baginya, hanya pria manis yang tuhan berikan untuk menyemangati hidupnya.

Chaera tidak boleh berharap lebih pada Raka.

"Chaera," panggil Raka.

Gadis itu menoleh. "Hm?"

"Mau ku antar pulang?" tanya Raka.

Chaera seketika terdiam dengan tawaran Raka. Ia berpikir sebentar, jika ibunya melihat dirinya pulang dengan pria lain, akan terjadi masalah besar. Jadi Chaera menolak.

"Tidak perlu."

"Tak apa, anggap saja ini sebagai terima kasih karena kau selalu membuatku terus memikirkanmu." Ucap Raka dan menarik Chaera ke dalam mobil.

"Apa?"

---

"Raka, kau ingin masuk dulu?" tanya Chaera.

Jimin mengantarkan Chaera hanya sampai depan pintu. Sebenarnya, Raka ingin mengenal keluarga Chaera lebih dekat, tapi sepertinya itu tidak akan mungkin, mengingat kejadian waktu lalu membuat Raka merasa diperlakukan tidak baik oleh ibu Chaera.

"Tidak usah." Jawab Raka tersenyum.

"Hm, baiklah. Kau hati-hati di jalan, ya?"Raka  tersenyum lagi sambil mengacak-acak rambut Chaera.

Tiba-tiba pintu rumah terbuka, memperlihatkan sosok ibu Chaera dengan raut wajah marah. Terlihat juga sosok Arga di samping ikut terkejut dengan kedatangan Chaera bersama pria lain. Chaera menatap wanita itu, kemudian beralih pada Arga yang sudah memasang wajah kesal dan marah.

"Chaera, dari mana saja? Siapa pria ini?" tanya ibunya dengan suara marah, lalu menoleh pada Raka dengan tatapan tajam.

"Ibu jangan mencampuri urusanku." Jawab Chaera seadanya karena ia malas jujur ke wanita itu, yang ada akan menjadi beban.

"Apa maksudmu? Ibu jelas bertanya, mengapa kau pulang malam-malam dengan pria yang ibu tidak kenal? kau kan sudah dijodohkan dengan Arga." Pekik ibunya kesal.

Seketika bola mata Raka membulat besar, ia terkejut dengan perkataan ibu Chaera, kemudian Raka menatap Chaera di sampingnya. Chaera hanya menghela napas kasar, ingin rasanya ia memaki-maki wanita ini jika saja dia bukan ibunya.

"Kenapa kau masih diam di sini, hah? Cepat pergi!" suruh ibu Chaera sambil mendorong tubuh Raka agar menjauh dari hadapanya.

Chaera menatap Raka dengan rasa bersalah, ia takut Raka akan membencinya karena perlakuan kasar ibunya.

Raka mulai berjalan menjauh dari tubuh Chaera. di saat seperti ini, Raka masih bisa tersenyum walau hatinya sangat sakit. Tanpa berpikir panjang lagi, Raka berlari dan pergi dari halaman rumah Chaera dengan mobilnya.

"Jika ibu melihatmu bersamanya lagi, ibu akan menikahkan kalian secepatnya." Ucap wanita itu tepat di telinga Chaera, kemudian pergi menyisakan Arga beserta Chaera di depan pintu.

Suara itu masing ter ngiang-ngiang di otak hingga tak sadar, air mata Chaera mengalir deras, ia menangis sejadi-jadinya di depan Arga. Arga yang melihat gadis itu menangis, hanya menenangkan lewat usapan lembut di pundak Chaera.

"Jangan menangis, salah siapa kau pulang dengan dia, bukankah kita sudah djodohkan?" tanya Arga.

Chaera langsung menatap wajah pria itu yang sedang tersenyum senang, namun terkesan licik.

"Aku tidak akan pernah menerima perjodohan ini!" bentak Chaera pada Arga dengan isak tangis yang masih ada.

"Terserah kau saja. Tapi, aku akan tetap menikahkanmu." Kata Arga lalu menjeda sebentar perkataannya sambil tersenyum menyeringai. Lima detik berikutnya, Arga berbicara lagi. "Dan, kau tidak bisa lolos dariku." Tepat di depan wajah Chaera dengan senyum penuh kemenangan yang terpapar jelas di bibir. Wajah mereka sangat dekat bahkan Chaera bisa merasakan hembusan napas Arga.

Tatapan Arga tiba-tiba turun ke bawah tepat di bibir Chaera, ia terus memperhatikan bibir gadis itu yang basah dan merah karena air mata.

"Bibirmu imut sekali, aku jadi ingin mencicipinya." Ucap Arga tersenyum menyeringai.

Mendengar perkataan itu, Chaera langsung mendorong dada Arga dengan keras kemudian masuk ke dalam dan meninggalkan pria itu di luar.

"Cih, lain kali aku akan merasakan itu haha." Katanya lalu mengikuti ke mana Chaera pergi.

Arga mulai duduk di sofa besar milik keluarga Chaera. Ia terdiam sambil menatapi seluruh ruang tamu dengan sudut bibir yang terangkat ke atas, tersenyum menyeringai namun ada sisi lembut dibaliknya. Entah apa yang ada dipikirannya, namun sepertinya Arga sangat senang bisa berada di dalam rumah ini. 

Saat mengamati tiap sudut, pandangannya tiba-tiba terhenti saat ia melihat satu buah foto dengan bingkai cantik terletak di samping televisi. Foto itu menampilkan senyum paling manis seorang Chaera yang sedang menggendong tas panda kecil lucu di pundak.

Arga terkekeh geli, tubuhnya bergerak untuk mengambil foto itu dan menatapinya dengan cukup lama. Ibu jari kananya mengusap pipi Chaera yang terbalut bingkai sambil tersenyum memikirkan sesuatu. Memikirkan bagaimana dirinya tinggal satu atap bersama gadis yang akan menjadi calon istrinya nanti.

"Sepertinya, kau mulai menyukai Chaera." Ucap ibu Chaera yang berjalan menuju Arga, lalu duduk di sofa sambil meletakan dua cangkir berisi teh hangat di atas meja. 

Sontak suara itu membuat Arga kaget. Dengan cepat, ia menaruh kembali foto itu di tempat semula.

Wanita itu tertawa melihat ekspresi Arga. "Mengapa kau terkejut? Pandangi saja fotonya, tidak jadi masalah." Kemudian mengambil cangkir minuman itu dan meneguknya. "Teh hangat untukmu." Lanjutnya sambil memajukan sedikit cangkir ke hadapan Arga.

Tak segan, pria itu langsung mencicipi minuman hangat yang dibawa ibu Chaera

.

"Terima kasih." Ucap Arga lalu menaruh kembali cangkir itu setelah meneguknya. "Aku ingin bertanya boleh?" tanya Arga dan membuat wanita itu langsung menatap Arga dengan serius.

"Pria yang tadi bersama Chaera siapa? Apa itu pacarnya?"

Ibu Chaera langsung terdiam setelah mendengar pertanyaan Arga, beberapa detik setelahnya, ia menghela napas kasar dan tersenyum. "Bukan," menjeda sedikit perkataanya, membuat Arga mengeluarkan ekspresi kaget. Entah itu senang atau ada maksud lain di dalamnya. Ibu Chaera melanjutkan kembali ucapannya. "Aku juga tidak kenal dia siapa, Chaera memang seperti itu anaknya keras kepala, aku sudah menyuruhnya untuk meninggalkan pria itu tapi dia malah datang lagi-datang lagi." Lanjutnya kemudian meneguk lagi minuman itu. 

Arga tersenyum licik, ia memegang dagunya sambil terdiam memikirkan sesuatu lalu menjilat bibir bawahnya yang terasa lengket dan asam akibat rasa teh.

"Jika kau mempercepat waktu pernikahan kami, aku bisa mengusir pria itu dari kehidupan Chaera." Arga mengatakan kata-kata itu tanpa menoleh ke wajah ibu Chaera, ia malah menatap ke arah jendela besar yang ada di ruang tamu, tiga detik kemudian tatapannya berpindah pada bingkai foto Chaera yang tadi ia lihat.

Wanita itu terus memperhatikan tingkah Arga yang sangat sempurna dan berwibawa. Arga adalah anak dari CEO perusahaan terkenal di Korea, ayahnya adalah kepala perusahaan terbesar di Seoul yang selalu berkembang pesat, dan ibunya adalah pemilik desainer GUCCI Korea yang produknya selalu dipakai artis-artis profesional di negara hingga ke manca negara. 

Tak heran jika Arga selalu memakai produk GUCCI, dan fashionnya yang selalu elegan juga menjadi incaran para fotographer untuk menjadikannya model produk pakaian. Kekayaan Arga tak pernah berhenti mengalir dalam dirinya, setiap hari ada saja tawaran pekerjaan dengan biaya sangat mahal hanya dalam sekali bekerja.

Banyak orang berlomba-lomba mendapatkan Arga untuk menjadikan model produknya, karena apa pun yang dipakai Arga, selalu menjadi pusat perhatian dan tentu saja akan habis dalam sekejab.

Ibu Chaera terkekeh geli melihat wajah angkuh Arga saat dengan percaya dirinya mengatakan hal itu. "Ck, tenang saja. Bahkan jika kau minta menikah dengan Chaera besok, aku akan menyetujuinya."

Sontak kata itu membuat Arga dengan cepat menoleh ke arah ibu Chaera, lalu setelahnya tertawa lebar sampai memperlihatkan senyumnya yang manis.

"Aku juga tidak mau Chaera ada hubungan dengan pria itu. Sebaiknya, kau cepat memikat hatinya agar tidak kalah cepat dengan pria lain." Lanjut ibu Chaera lagi.

Arga menatap ke bawah sambil berpikir bagaimana ia bisa mengambil hati Chaera agar mau bersamanya, sedangkan Chaera saja sepertinya tidak suka keberadaannya. Chaera terlihat nyaman saat bersama pria itu seperti yang tadi ia lihat barusan.

"Kalau boleh tahu, di mana kamar Chaera?" tanya Arga. 

"Di atas yang pintunya berwarna merah muda. Kau ingin ke sana?"

Arga tersenyum menyeringai.

---

Chaera duduk di kursi meja belajar sambil mencari buku diary miliknya yang sudah lama tidak dipakai, ia sedang ingin menulis kesehariannya hari ini dan meluapkan isi hatinya lewat buku diary pemberian sang ibu waktu masih ada. Hadiah saat ulang tahunnya yang ke tujuhbelas. Ibunya selalu melihat Chaera menulis tengah malam, jadi ia mendapatkan hadiah berupa buku diary agar bisa disimpan baik-baik atau bisa dibaca kembali.

Dan sekarang buku itu hilang, Chaera sudah mencarinya ditiap tempat. 

"Ke mana ya bukunya?" tangannya masih sibuk mencari sampai akhirnya ia menemukan ditumpukan buku sekolah yang sudah tidak terpakai.

Chaera meniup buku berharga itu yang penuh debu dan membersihkannya dengan baju, lalu membuka dan mulai menulis apa yang ada di hatinya.

Untukmu pria yang tidak aku kenal...

Terima kasih telah hadir dalam duniaku yang hampa ini, aku tak tahu apa yang akan terjadi denganku jika kau tak datang ke rumahku. Terima kasih sudah memberi kata-kata manis dan penuh penyemangat yang membuatku sadar jika hidup tidak selamanya indah.

Aku suka senyum manismu, aku suka matamu yang hilang terbawa pipi saat kamu tertawa lebar penuh kebahagiaan. Kamu indah, kamu malaikat... Aku menyukaimu, Raka.

Chaera menambahkan gambar hati setelah nama Raka.

"Oh, jadi namanya Raka?"

Suara Arga mengagetkan pikiran Chaera saat sedang menulis, dengan cepat ia menutup buku itu dan menoleh ke belakang tepat di wajah Arga.

"Se--sejak kapan kau di sini?" tanya Chaera gemetar sambil terus memegang buku diary-nya agar tak dirampas oleh Arga.

"Sejak kau menulis." Balasnya lalu mulai mendekati wajah Chaera. "Sepertinya, kau menyukai pria itu?" kemudian tertawa dan menjauhkan kembali wajahnya pada Chaera lalu berjalan ke tempat tidur dan duduk di sana. 

Tangan Arga memainkan boneka panda besar milik Chaera sekaligus menyentuh benda apa pun yang ada di sampingnya.

"Jangan main bonekaku!" pinta Chaera keras.

Arga malah tertawa dan tiba-tiba, ia melepas sepatunya dan naik ke atas tempat tidur Chaera sambil menidurkan tubuhnya di sana. Chaera yang melihatnya geram dan langsung berjalan menghampiri Arga untuk menyuruhnya ke luar.

"Brengsek! Keluar dari kamarku sekarang!" kali ini teriakannya bertambah kencang karena ia melihat Arga dengan santainya bermain ponsel.

Arga tertawa angkuh. "Haha. Sebentar lagi juga kau akan menjadi milikku seutuhnya."

Sontak Chaera kaget bukan main, tiba-tiba tubuhnya ditarik sampai terjatuh ke ranjang dan membuat buku diary yang dipegangnya jatuh ke bawah. Tubuhnya dikunci oleh tubuh kekar Arga yang terlihat urat dan otot-otot tangannya.

"Besok, kita akan menikah dan kau tidak bisa menolak." Bisik Arga di atas tubuh Chaera sambil mengeluarkan senyum menyeringainya yang mematikan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status