Setelah makan malam Gia nampak tak enak badan, dia kemudian meminta pengasuhnya mengantarkannya kekamar tidur.
"Ibu Yuyun aku pusing" Ujar Gia saat berjalan menuju kamar
"Ibu pijat ya nak" Kata Yuyun sambil membaringkan Gia ketempat tidur dan mulai memijat punggung gadis kecil itu
"uoooooookkk" Gia muntah banyak sekali
"Gia...." Teriak Yuyun yang membuat Abe menghampiri
"Gia kenapa?" Abe menghampiri putrinya
"Pusing papi...pusing"
"Papi panggil Dokter ya"
Gia mulai menangis, Lia pun menghampiri adiknya dengan wajah sangat cemas.
"Halo dokter, putriku sakit. Tolong segera kemari" Telepon Abe pada dokter pribadinya
Tak lama kemudian dokter datang dan memeriksa Gia.
"Putriku kenapa dokter?" Abe penasaran
"Ini masalah psikologi pak, sebaiknya jangan bertengkar didepan putri bapak"
"Ah iya, tadi sore ada pertengkaran memang"
"Anak seusian Gia memang sangat sensitif, bapak harus benar-benar menjaga perasaannya"
"Lalu bagaimana ini dokter"
"Bapak tanyakan saja padanya, dia mau apa, kemudian turuti. Dengan begitu suasana hatinya akan berubah lebih baik dan dia akan sembuh dengan sendirinya. Tak perlu obat kok"
"Baik dokter kalau begitu biar saya tanya apa yang dia inginkan"
Mendengar hasil diaknosa dokter itu Abe merasa sangat bersalah, dia kemudian bertanya apa yang Gia mau dan berjanji pada dirinya akan memenuhi apapun yang Gia mau.
"Sayang" Abe memeluk lembut putrinya yang sedang terduduk lemas
"Papi... Gia pusing"
"Iya sayang, maafkan papi ya. Gia mau kan maafkan papi"
"Gia sayang papi, Gia maafkan papi kok"
"Gia mau apa, coba papi mau dengar"
Gia kemudian menatap mata papinya yang nampak sangat khawatir
"Gia mau dipeluk-peluk mami Rain, terus di pijat-pijat kaya kemarin"
"Mmmmm..." Abe nampak bingung dengan jawaban putrinya itu
"Papi, kalau Gia bobo sama mami Rain, bobo Gia nyenyak sekali terus cepet bobonya"
Abe makin pusing, dia kemudian menarik nafas panjang
"Boleh bobo sama mami Rain, tapi dikamar papi ya"
"Gia sayaaang banget sama papi, papi tuh baik banget sama Gia" Jawab Gia dengan wajah yang berubah sumringah.
"Iya, tapi Gia janji cepat sembuh terus jangan bikin papi khawatir lagi ya"
"Ok papi sayangku yang ganteng"
Abe kemudian menggendong putrinya menuju kamarnya. Sebelum naik kelantai dua tak lupa Abe berterima kasih pada dokter pribadinya dan mempersilahkannya pulang.
Rain yang melihat Gia digendong Abe masuk nampak senang sekaligus bingung.
"Gia hari ini boleh bobo sama mami, iya kan pi" Ujar Gia sambil memandang wajah papinya yang masih tak karuan
"Iya sayang, kita tidur ya. Hari ini papi pusing sekali, sebenarnya yang harus muntah itu papi lo bukan Gia" Goda Abe pada Rain
"Gia tadi muntah?"
"Iya mami, kata om dokter itu sakit siko apa pi"
Abe hanya tersenyum kecut
"Itu faktor psikologi sayang, Gia itu masih belum boleh liat pertengkaran"
"Iya, mangkanya papi sayang-sayang kakak-kakak saja, jangan teriak-teriak. Gia takut" Gia kemudian memeluk Rain dengan manja
"Apa iya begitu?" Tanya Rain memastikan
"Iya, dokter tadi bilang begitu" Ujar Abe
"Oh sayang, ya udah Gia jangan takut. Papi janji kok ngak akan marah-marah ke mami lagi. Ya kan papi?" Rain menggoda Abe
"Ahhhh... papi capek. Papi bobo aah"
Rain tersenyum melihat tingkah suaminya itu, setelah lampu kamar dimatikan merekapun tertidur pulas.
====
Keesokan harinya Gia terbangun dengan penuh senyum, dia bahagia sekali bisa tidur diantara mami dan papinya. Sesuatu yang telah lama dirindukannya.
"Mami...bangun sudah pagi" Gia membangunkan Rain sambil tak melepas pelukannya.
"Iya sayang, mami sudah bangun kok"
"Ayo main sama Gia"
Begitu mendengar perkataan Gia, Abe langsung terduduk
"Sementara mami diam dikamar dulu ya Gia, papi ngak mau kakak Lio marah lagi kayak kemarin"
"Kenapa kakak harus marah melihat mami?"
"Nanti papi ceritakan ya, sementara kita main dikamar saja dulu"
"Mami kan sayang-sayang Gia, berarti sayang-sayang kakak-kakak juga kan?"
Abe dan Rain saling berpandangan, mereka tau gadis kecil itu tak benar-benar mengerti kondisi yang terjadi dirumah itu. Abe kemudian menarik nafas dan mulai bercerita pada Gia berharap gadis itu mau mengerti
"Kakak Lio sayang sekali sama mami Lidya, kakak takut mami Rain itu akan menghapus semua kenangannya ke mami Lidya. Itulah kenapa dia marah kemarin sayang"
"Papi, kenapa kakak berfikir begitu?"
"Nah itu yang papi belum tau, bagaimana kalau kita tanyakan ke kakak"
"Jangan Abe, nanti dia marah lagi" Cegah Rain
Abe kemudian melempar senyum sambil mengangguk kearah Rain
"Ayo Gia kita tanya, tapi mami disini aja ya" Ajak Abe
Rain menarik nafas tak percaya, dia masih takut kejadian kemarin terulang. Abe beranjak menuju kamar Lio sambil menggendong Gia.
Lio nampak masih tertidur dengan selimut menutupi tubuhnya hingga bahu
"Lio papi boleh bicara"
"Iya kakak papi mau bicara"
"Mau bicara apa lagi?" Tanya Lio dengan nada masih kesal
"Gia sayang kakak Lio, jadi kakak jangan marah ke Gia ya"
Lio kemudian membalikkan tubuhnya dan mulai menyimak perkataan papinya
"Sayang, kau masih marah ke Rain kah?"
"Menurut papi bagaimana?"
"Lio, Rain hanya datang untuk menemani papi, dia tak mungkin pernah bisa menggantikan mamimu, percayalah. Kita akan tetap menjaga kenangan mami dihati kita"
Lio kemudian menatap mata Abe, dia masih marah sekali karena merasa Rain datang terlalu cepat dalam rumah itu.
"Apa papi tak bisa menjaga sumpah papi ke mami Lidya?"
"Lio, ada hal yang belum kau mengerti. Kadang papi juga butuh teman untuk ......"
"Untuk apa?"
"Kau belum mengerti tapi setiap manusia butuh teman untuk berbagi sayang"
"Itu alasan papi saja kan?"
"Begini saja, biar mama Isa yang jelaskan padamu ya"
Dengan bingung Abe kemudian menelepon adiknya Isa dan tak lama kemudian Isa datang dengan wajah bingung.
"Aku harus bicara apa ke anakmu?" Tanya Isa
"Jelaskan saja, kalau aku butuh teman, atau bilang saja Rain tak akan menggantikan Lidya. aaah aku bingung Isa"
"Begini saja, kita bilang agar dia harus pelan-pelan menerima Rain, bagaimana?"
"Terserah kau saja lah" Ujar Abe sambil menghela nafas.
Isapun mulai menjelaskan posisi Rain dirumah itu, awalnya Lio yang tak menerima keberadaan Rain lama-lama mau mengerti juga.
"Jadi seperti Lio yang butuh teman untuk bercerita kepada teman wanitamu, papimu pun begitu. Selain itu Lio kan tau, Gia sangat-sangat haus akan kasih sayang seorang ibu dan papi berharap Rain bisa mengisi kehausan itu."
"Iya mama, aku minta maaf. Tapi mungkin aku tetap butuh waktu untuk bisa menerimanya dirumah ini"
"Pasti sayang"
"Aku ngak mau panggil dia mami"
"Terserah Lio kalau itu, tapi ingat kau harus tetap berusaha, kita juga akan terus menyayangi mamimu sama seperti dulu."
"Kalian janji"
"Tentu saja sayang"
Abe yang melihat putranya itu melunak nampak lega.
Setelah kejadian kemarin yang cukup menegangkan, hari ini terasa lebih menyenangkan. Abe bangun tidur dengan senyum yang mengembang begitu pun anak-anak. Setelah menyelesaikan sarapan bersama dengan roti bakar dan susu murni mereka telah siap memulai hari ini dengan setumpuk aktifitas masing-masing.Tak lama setelah siap, anak-anakpun naik mobil dan diantar supir menuju sekolah. Sedangkan Abe memilih berangkat kekantor dengan menyetir sendiri mobilnya."Aku berangkat ya" Pamit Abe pada Rain."Iya, hati-hati dijalan ya""Jangan lupa makan siang, aku pulang agak telat"Merasa jenuh terus berada didalam rumah, Rain mulai berjalan-jalan diteras belakang rumah. Nampak banyak sekali tanaman yang kurang terawat, dia kemudian mulai membersihkan beberapa tanaman. Tak berapa lama kemudian ponselnya berbunyi, Rain bergegas menjawab panggilan telepon itu."Halo...""Rain, ini Abe""Ada apa?""Kertas kerjaku ketinggalan dimeja kerjak
Hari menjelang siang, Abe pun pamit kepada rekan-rekan kerjanya. Dia kemudian mengajak Rain menuju salah satu mall yang tak jauh dari kantornya sembari makan siang. Rain nampak sangat bersemangat berjalan disamping Suaminya itu."Mumpung Abe ngak galak" PikirnyaSetelah menuruni lift, Abe mulai melajukan mobilnya. Rain duduk disampingnya sambil mengingat-ingat jalan yang mereka lalui.Setiba di mall, Abe kemudian memarkirkan mobil tak jauh dari pintu masuk mall."Ayo turun""Asiiik""Seneng banget kayaknya""Iya lah, ah besok aku mau kekantormu lagi biar pulangnya ke mall lagi""Ih ya ngak tiap hari juga lah" Jawab Abe sambil melotot.Mereka pun memasuki mall, Rain melihat-lihat snack yang dipajang begitu menggiurkan sepanjang jalan masuk. Abe hanya mengikuti langkahnya dari belakang."Kamu mau makan apa?" Tanya Abe"Apa ya? aku belum pernah kesini""Nasi atau pizza" Abe memberikan pilihan"Na
Pagi ini semua bangun lebih pagi, Rain kemudian membantu asisten rumah tangga untk menyiapkan sarapan seluruh anggota keluarga.Roti bakar, selai coklat dan susu murni tertata rapi dimeja beberapa saat sebelum anak-anak turun untuk sarapan. Abe yang nampak sudah siap dengan pakaian kerjanya, mengecek kembali semua keperluan kerjanya hari ini dengan lebih santai.Setelah semua siap, sarapan pagipun segera dimulai"Hari ini mami Rain pulang ke Malang ya""Yaaa... Gia ditinggalin" Gia nampak kecewa"Nanti sabtu mami balik lagi kok sayang" Rain mencoba menjelaskan"Jangan lama-lama mami, Gia kangen mami" Jawab gadis kecil itu lagiRain hanya tersenyum dan melanjutkan sarapannya. Anak-anak yang lain tampak tak terpengaruh dengan pengumuman dari Abe dan hanya melanjutkan sarapan mereka.Setelah selesai sarapan mereka pun pergi dengan mobil masing-masing, Rain pun menuju mobil yang sudah disiapkan sopir."Aku berangkat ya" Pami
Setelah Una pulang, Rainpun mengirimkan pesan WA kepada Abe, dia berharap suaminya itu mau mengijinkan ibunya tingga bersamanya walau beberapa hari bagus lagi jika boleh berlama-lama dari pada rumah itu sepi."Abe, kau sibuk?" Pesan Rain pada Abe memulai pembicaraan.Membaca pesan Rain, Abe kemudian menelepon istrinya itu"Ada apa? aku malas ngetik""Abe aku sudah di Malang, Urusan kos sudah beres""Uang sewa kos bulan ini sudah kau bayarkan?""Iya sudah beres pokoknya""Ok terus ada apa?""Abe, bolehkan ibuku tinggal dirumah ini dengan ku?""Tentu saja, lakukan yang kau suka" Jawab Abe lagi"Boleh lama?""Tak apa, itu kan rumahmu sekarang. Lagi pula kan yang kau ajak ibumu. Jadi tak usah lah kau ijin dulu padaku""Aku takut kau marah""Hmmmmm.... semenakutkan itukah aku?""Iya... lupa kalau kau marah seremnya seperti apa?""Ahhh biasa aja, lagi pula kapan aku marah?""Ya
Kehadiran Ibu sungguh membuat hati Rain sangat senang, dia tau betul hanya ibunya tempatnya menceritaikan semua isi hatinya saat ini, Ibu pun mendengarkan cerita putrinya.Sambil berbaring dipangkuan ibunya, Rain terus bercerita,"Sebenarnya Abe punya putri yang sangat lucu bu, tapi ya karena masih sekolah di Surabaya jadinya aku ngak bisa bertemu dia setiap hari" Rain mulai bercerita"Tak apa nak, nanti kapan-kapan kita main kerumah Abe di Surabaya ya" Ibu menjawab sambil tersenyum"Oiya, ibu suka baju pemberian Abe?" Rain bangkit dari pembaringannya kemudian menatap wajah ibunya"Belum ibu coba, nanti lah" jawab ibu sambil membelai rambut putrinya itu"Abe beli dimall besar bu, aku ingin sekali ibu kesana, tempatnya sangat bagus" Rain bercerita begitu bersemangat"Iya, nanti ajak ibu liat-liat ya, pasti seru sekali" Ibu membalas sambil tersenyumRain bangkit lagi dari pangkuan ibunya, kemudian berjalan menuju da
Saat ibu mulai bercerita tentang sinetron kesukaannya itu, Abe menelpon "Halo..." Jawab Rain begitu menganggkat ponselnya "Rain, mama ngak apa-apa, cuma ada benturan dikepalanya. Kau tak usah cemas ya" "Alhamdulillah kalau mama baik-baik saja" "Iya aku dan anak-anak menginap di Jogja mungkin dua atau tiga hari ya" "Oooo... Iya tak apa, tunggu sampai mama cukup sehat saja" "Setelah itu sepertinya mama tinggal dengan aku saja dulu di Surabaya" "Iya tak apa, lebih baik begitu. Kasihan kalau mama tinggal terpisah dari Abe" "Terima kasih kau begitu pengertian" Jawaban Abe ini membuat jantung Rain berdegub sangat kencang. Wajah Rain kemudian memerah dan membuat ibu tersenyum simpul. "Baiklah kalau begitu, aku tutup telponnya ya" Ujar Rain salah tingkah "Oh iya, kau istirahat saja, ibu ada disitu kan?" "Iya ada, kenapa?" "Tidak, rumahku itu sepi sekali kalau malam, mangkanya mending kau tidur de
Rain menutup sambungan teleponnya dengan Abe dan beranjak menuju dapur, dia kemudian memasak nasi sambil menunggu Ibunya bagun.kreeeeeek ..... Terdengar seseorang membuka pintu belakang dengan sedikit memaksa.Rain yang kaget segera melemparkan badannya mengarah kesumber bunyi."Ibu....." Rain kaget sambil terbelalak"Kenapa kau seperti melihat hantu?""Aku pikir ibu masih tidur""Haah masih tidur? Kau ini, ibu sudah bangun dari tadi""Kok aku tidak mendengar ibu meninggalkan kamar?""Kau tertidur terlalu nyenyak sampai tak dengar ibu pergi""Oh, ibu dari mana?""Jalan-jalan pagi, ternyata perumahan ini luas juga""Ibu pergi sendiri?""Iya nona, aku pergi berkeliling sendiri. Kan kau masih tidur""Udaranya pasti segar, aku juga maulah jalan-jalan""Jangan...!" Cegah ibu"Kenapa?""Disini banyak anjing berkeliaran, ibu juga buru-buru pulang."Wah masa???"&nb
Setelah merasa cukup, Kara kembali kekamarnya untuk membersihkan diri. Setelah itu dia kemudian mulai kedapur untuk mengecek kondisi kebersihan dapur yang nampak sangat mewah itu.Nampak hanya beberapa kaleng sarden serta potongan sayuran terdapat didalam tempat sampah, dia juga kemudian mengecek ketersediaan beras yang ada dalam kotak taperware besar tak jauh dari rice cooker.Setelah mengawasi dapur, Kara kemudian menuju ketempat penyimpanan kebutuhan pokok, disana terdapat sabun mandi, sampo, ditergen dan masih banyak lagi barang yang semuanya masih tertata sangat rapi tanpa sedikitpun sudah pernah digunakan."Sabunnya masih lengkap bu?" Tanya Kara saat Rain menghampiri"Iya, kalau mencuci aku beli sabunnya sendiri""Kenapa tidak pakai yang ada dilemari ini?""Aku pikir semua ini untuk dijual lagi""Ah tentu bukan, ini semua bisa digunakan kok""Tapi apa Abe tidak marah?"Mendengar jawaban Rain, Kara nampak terkaget.