Share

Chapter 2

Author: RinduPurnama
last update Last Updated: 2023-06-12 14:40:09

Acara pernikahan telah usai. David dan Raya telah sah menjadi suami dan istri. Sintia duduk di pojokan, tak hentinya menghapus air mata yang turun ke pipinya. Raya tahu hati Sintia tulus mendoakannya hari ini. Tidak seperti Pakde Suroso dan Bude Rani yang selalu tersenyum palsu. Senyum yang memperlihatkan kepuasan telah mendapatkan sesuatu.

            “Hari ini kamu cantik sekali, Raya,” puji Sintia tadi pagi ketika mereka berdua di sebuah kamar. Sintia sendiri yang memoles wajah Raya dengan make up. Gadis yang berusia setahun lebih muda dari Raya itu memang jago berdandan.

            Raya tersenyum. “Makasih…”

            Ia bangkit dari duduknya dan berkaca di depan cermin besar. Ia memakai kebaya putih sederhana yang kemarin baru ia beli dengan Sintia. Rambutnya disanggul modern dengan beberapa helai rambut menjuntai di bagia kanan dan kiri pipinya. Lipstik warna merah yang dipakaikan Sintia menambah segar auranya hari ini.

            “Kau memang cantik, mirip sekali dengan ibumu dulu,” begitulah almarhum ayahnya dulu selalu memujinya.

            Sekarang yang memujinya telah tiada. “Ayah, apakah ayah melihatku dari surga? Anakmu ini sekarang akan menikah,” batin Raya.

            Semua yang hadir di acara sakral tersebut sudah beranjak pulang. Sintia juga ikut pulang bersama orangtuanya, sebelum pergi ia berpesan pada Raya, “Jaga diri baik-baik dan semoga bahagia, Raya.”

            Raya hanya bisa mengangguk, melepaskan anggota keluarganya. Sekarang ia sendiri di rumah asing ini. Ia bagaikan seorang tahanan yang sekarang tidak bisa lepas dari jeruji besi. Dalam lubuk hatinya, ia ingin segera dibawa saja ke rumah David, ia merasa tidak nyaman berada satu atap dengan Nyonya Kinasih.

            “Mari ikut saya, kita bicara sebentar,” kata Nyonya Kinasih saat Raya masih di ambang pintu rumah. Melihat lurus ke jalan Raya, walaupun taxi yang ditumpangi Pakde, Bude, dan Sintia sudah menghilang di kelokan jalan.

            Raya mengikuti Nyonya Kinasih menuju ke sebuangan ruangan luas yang dipenuhi dengan buku dan map-map tebal. Rupanya itu ruang kerja. Nyonya Kinasih mempersilakan ia duduk di sofa hitam, dan wanita angkuh itu duduk di kursi di belakang meja kerjanya.

            “Raya, sekarang kamu telah sah menjadi bagian dari keluarga kami…” suaranya datar, dengan muka tanpa ekspresi. “Mungkin ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan di benakmu terkait pernikahan ini.”

            Raya diam, ia menatap Nyonya Kinasih perlahan.

            “Ada beberapa hal yang perlu kamu tahu tentang pernikahanmu dengan David. Dan mungkin Pak Suroso sudah menjelaskan sedikit padamu sebelum kamu menikah.” Jeda sebentar. “Memang tidak ada yag gratis di dunia ini, Raya. Begitu pula dalam pernikahan ini.”

            “Saya tahu, Nyonya. Saya digunakan Pakde Suroso untuk menebus hutang beliau pada Nyonya.” Raya angkat bicara.

            Nyonya Kinasih menyunggingkan senyum sinis, “Menurutmu hanya itu?”

            Raya mengangguk.

            Nyonya Kinasih tertawa, “Hutang Pakdemu itu bukan apa-apa untuk saya, Raya. Saya tidak akan bangkrut jika Pakdemu tidak membayar hutang itu.”

            Raya menengadahkan wajahnya, menatap Nyonya Kinasih dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk dalam benaknya. Adakah hal lain yang disembunyikan Pakde Suroso?

            “Saya akan jawab pertanyaan di benakmu itu,” ujar Nyonya Kinasih. “Hutang itu bukan satu-satunya. Ada hal penting lain menyangkut keluarga saya, dan itu harus segera dituntaskan.”

            Raya semakin penasaran.

            “Kau tahu kan siapa keluarga ini?”

            Raya tahu, dan siapa orang yang tidak tahu keluarga Darmawan? Pemilik perusahaan tekstil terbesar kedua di Indonesia. Ayah Nyonya Kinasih, adalah pendiri perusahaan itu. Dan sekarang jatuh ke tangan Nyonya Kinasih sendiri, karena memang anak tunggal satu-satunya. Tapi setahu Raya, David tidak ikut menggeluti profesi yang sama dengan Mamanya. Ia malah bekerja di salah satu bank swasta, ya… walau bagi Raya posisinya di bank itu tidak bisa dikatakan main-main.

            “Saya sebagai orang yang memegang kendali perusahaan ini, punya tanggung jawab besar untuk selalu menjaga nama baik perusahaan. Dan saya sebagai orangtua David punya tanggung jawab untuk menjaga nama baik anak saya.”

            Nyonya Kinasih beranjak dari duduknya, berpindah berdiri di dekat jendela besar berhordeng putih yang terbuka. “Mungkin kamu belum pernah mendengar berita buruk tentang anak saya. Tapi jika kamu ke luar sudah banyak bermunculan berita negatif tentang David.”

            Berita negatif? Pikir Raya. Orang seramah itu punya berita negatif?

            “Raya, tujuan saya menikahkan kamu dengan David karena dia adalah seorang gay!”

            Raya terhenyak. Bagai disambar petir di siang bolong. Gay? David seorang gay? Lantas dia menikah dengan seorang laki-laki yang…. Ah, Raya merasa sangat jijik sekali!

            “G… Ga…. Gay?” ucap Raya terbata-bata.

            Nyonya Kinasih menatap Raya seraya mengangguk. “Kau tahu kan arti gay? David itu tidak normal. Dia tidak mungkin suka dengan perempuan. Saya sering mendapat info dari pembantu rumah tangga di rumahnya, ia sering membawa pulang laki-laki ke rumah. Berganti-ganti. Dan hal itu sudah menyebar, Raya. Saya takut nasib perusahaan akan terpengaruh karena berita itu.”

            Raya meghempaskan tubuhnya ke sofa. Kenyataan pahit apalagi yang akan dia hadapi? Terjawab sudah kenapa Pakdenya yang mata duitan itu tidak menjodohkan David dengan Sintia, dan malah memilih dirinya untuk dinikahkan dengan David.

            “Jadi, Raya,” ucap Nyonya Kinasih datar. “Alasan Pakdemu memberikan kamu kepada saya untuk menikah dengan David bukan karena hutang-hutang itu. Tapi saya membeli kamu dengan uang yang lebih besar dari hutang Pakdemu itu, agar kamu bisa mengembalikan nama baik anak saya di mata orang-orang.”

            Langit serasa jatuh di atas kepala Raya. Jadi, Pakde Suroso mendapatkan uang jauh lebih besar dari Nyonya Kinasih? Sekarang ia harus seumur hidup bersama seorang laki-laki gay?

            “Raya, saya minta tinggallah bersama David, bukan untuk menyembuhkannya, tapi paling tidak kamu membantu nama baik keluarga saya,” kata Nyonya Kinasih pelan dan dalam. “Tapi saya minta maaf, jika David tidak bisa menjadikanmu istri yang sempurna. Dan maaf lagi, saya tidak ingin orang-orang tahu kalau David menikahi keluarga dari sopir saya. Pesta pernikahan yang sebenarnya akan kita laksanakan di Bali bulan depan. Bersiaplah!”

            Ciut hati Raya mendengar perkataan Nyonya Kinasih. Semua terasa seperti mimpi. Ia harus menjalani semua ini sendirian. Sakit hatinya mengingat pakde dan bude yang telah tega menjerumuskannya pada lembah kesengsaraan tanpa ujung. Perih hatinya mengingat mereka menikmati uang hasil dari mengorbankan dirinya.

            “Kenapa harus saya?” tanya Raya pelan. Wajahnya masih menunduk, memerah menahan tangisan.

            “Setahu saya kamu setuju dengan pernikahan ini. Karena saya memberikan uang pada gadis yang mau menikahi David,” jawab Nyonya Kinasih. “Saya tidak tahu ternyata Pak Suroso menyimpan semua ini tanpa memberitahumu.”

            Raya menangis. Kenapa Pakde Suroso menjebak dirinya?

            “Tidak ada gunanya kamu menangis, Raya.” Sambung Nyonya Kinasih. “Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang kau istri sah David. Mau tidak mau perjanjian saya dengan Pak Suroso sudah dilaksanakan. Jika kalian main-main dengan saya, saya bisa membuat kalian semua menderita selamanya!"

            Raya menengadah. Menatap mata Nyonya Kinasih dalam-dalam. “Saya lakukan ini, Nyonya! Saya akan lakukan jika ini bisa membuat keluarga saya baik-baik saja!”

            Nyonya Kinasih tersenyum simpul. “Sebenarnya kau gadis yang baik. Kau tahu sedang dimanfaatkan olehnya, tapi kau tetap menjaga keluargamu.”

            Raya kembali menunduk. Bagaimanapun benar yang dikatakan Nyonya Kinasih, nasi sudah menjadi bubur. Sekarang yang bisa dilakukannya hanyalah berpasrah kepada keadaan ini. Sebersit pertanyaan muncul di benaknya, apa yang akan dilakukannya setelah ini?

***

           

                       

           

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Magdalena marion
lanjutkan lagi author.kereeen.. semoga raya tak terus tersakiti si suroso itu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 23

    “Sabun mandi?” Andra mengambil sebuah sabun mandi dari rak, memperlihatkan pada Raya yang tengah mendorong troli yang hampir penuh dengan belanjaan.“Boleh,” jawab Raya tersenyum. “Sabun di rumah hampir habis.”Mereka berjalan pelan, menyusuri rak-rak supermarket yang berderet, penuh dengan barang-barang kebutuhan sehari-hari.“Yasmin gak nitip pengen dibelikan apa begitu?” tanya Andra melihat deretan snack untuk anak-anak di sampingnya.“Gak ada,” jawab Raya sambil menggelengkan kepala.“Yasmin itu persis sama kamu,” Andra berkata seraya tersenyum kecil.“Apanya?” Raya melebarkan mata karena penasaran.“Sederhananya…”Raya mencubit lengan Andra. “Sebagai perempuan memang harus begitu, hemat dan efisien. Jangan terlalu boros, membeli yang tidak terlalu dibutuhkan.”Andra mencibir. Raya memang seorang perempuan yang sangat sederhana, berbeda dengan mantan-mantan kekasihnya dulu yang selalu memanfaatkan hubungan mereka dengan suka meminta barang-barang mahal. Selama berpacaran dengannya

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 22

    Udara siang ini cukup suram. Mendung bertengger menguasai angkasa, angin sesekali berhembus kencang menghempaskan helaian daun-daun akasia di depan kafe. Sebentar lagi hujan pasti turun dengan lebat.Raya tidak suka hujan.Hujan selalu mengingatkan pada kematian ayahnya. Hujan juga selalu mengingatkan kejadian buruk enam tahun lalu ketika ia diusir oleh David. Terlunta-lunta dengan gerimis rapat di terminal bis. Tak tahu kemana tujuannya. Hatinya ngilu mengingat hal-hal tersebut. Ia suka cuaca cerah, tanpa mendung, panas, dan langit yang biru. Hal itu membuat suasana hatinya juga ikut cerah, sakit yang timbul-tenggelem di hatinya paling tidak bisa tersamarkan.“Pesanannya, Bu,” seorang pelayan perempuan manis memindahkan sepiring nasi goreng keju dan segelas es teh manis dari nampan ke meja.Raya tersenyum, berterimakasih pada pelayan kafe itu sebelum ia beranjak meninggalkan Raya.Jam-jam makan siang begini tidak biasanya ia makan sendirian di luar kantor. Biasanya Raya membawa bekal

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 21

    Andra menutup pintu kamar Yasmin perlahan lalu berjalan menuju Raya yang duduk menekuri segelas kopi di meja makan. Raya memang penyuka kopi, itulah yang diketahui Andra semenjak mereka bertemu. Pagi hari dimulai dengan kopi, siang dengan kopi, dan menutup hari juga dengan kopi. Raya akan lebih rileks jika meminum segelas kopi, katanya semua syarafnya yang semula tegang menjadi kendur. Dan mulai saat itu juga Andra yang tidak suka kopi menjadi pencinta kopi juga.“Kopi ….” Raya mengerling ke secangkir kopi yang telah dibuatkannya untuk Andra.“Thanks,” jawab Andra seraya duduk di samping Raya.Mereka diam, sibuk dengan kopinya masing-masing.“Maafkan aku karena tadi mematikan ponsel, Ya….” Andra membuka percakapan setelah hangatnya air kopi membasuh kerongkongannya.“Aku yang minta maaf, aku takut kamu marah karena David yang menemaniku.”Andra tersenyum simul. “Aku tidak marah. Malah seharusnya aku berterimakasih pada David karena mau menemanimu menjemput Raya dan mengantarkanmu kemb

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 20

    Rama menghampiri Raya di meja kerjanya. Ia duduk di hadapan Raya yang sibuk dengan komputernya. Raya melihatnya sekilas tanpa mengatakan sepatah kata pun.“Sintia ingin bertemu denganmu,” Rama memulai pembicaraan pelan.“Kau mengatakan padanya kalau aku kembali?” Raya bertanya tanpa mengalihkan pandangannya.“Tentu saja!” jawab Rama seraya menghempaskan badannya ke kursi. “Apa kau tidak ingin bertemu dengannya? Semalaman dia menangis ketika ku beritahu bahwa kau bekerja di kantor yang sama denganku.”Raya menghela nafas. “Aku akan ke rumahmu nanti….”Rama mengeryitkan kening. “Apa kau tahu alamat rumahku dan Sintia?”“Aku tahu semua tentang kalian. Tapi kalian yang tidak tahu apa-apa tentangku,” jawab Raya kali ini dengan menatap Rama.“Rupanya pacar barumu itu punya kuasa, ya ….” Kata Rama seraya menyilangkan kakinya.“Apa pedulimu?”“Kenapa kau sampai menjalin hubungan dengan Andra? Sementara David di sini seperti orang gila mengharapkanmu?” Rama bertanya tajam tapi dengan suara aga

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 19

    Andra tersenyum ketika Raya membuka pintu kantor. Laki-laki perlente itu berdiri di samping Range Rover hitam miliknya. Ia mengenakan celana jeans warna biru dan kemeja atasan putih yang tak dimasukkan dengan lengan digulung ke siku. Rambutnya bermodel curtain haircut yang diterpa semilir angin sore, menambah aura terpancar dari wajahnya. Aura seorang CEO perusahaan besar. Seorang CEO muda yang bisa jatuh hati pada gadis beranak satu dan tidak punya apa-apa seperti Raya. Sungguh hati manusia yang aneh! “Sudah lama?” tanya Raya. Andra menggeleng, menggaet pinggang Raya ke dekatnya lantas mendaratkan ciuman panas ke bibir kekasihnya itu. “Hey! Malu dilihat orang!” jerit Raya celingukan. Berciuman di tempat umum bukan sesuatu yang disenangi Raya. Andra terkekeh kecil, membukakan pintu untuk Raya. “Sudah makan?” tanya Raya ketika mobil yang mereka tumpangi sudah melaju membelah hiruk-pikuk Jakarta. “Belum,” jawab Andra. “Tadi setelah dari kantor aku langsung jemput kamu.” “Aku ka

  • Pernikahan Penebus Hutang   Chapter 18

    Yang dilihat dari David wanita yang berdiri di hadapannya ini bukanlah Raya yang ia kenal enam tahun lampau. Raya yang ia kenal adalah wanita bersahaja yang tidak pernah kenal make up komplit di wajahnya, tapi Raya sekarang ini kebalikannya. Ia memakai bedak, eye shadow, eye liner, lipstik dengan warna yang ia senadakan dengan blush on di pipinya. Rambut Raya yang dulu tergerai panjang, sekarang dipotong bob di bawah kuping. Pakaiannya pun kali ini lebih aduhai, ia memakai kemeja pink berpotongan sesuai lekuk tubuh, dengan rok span hitam selutut yang juga dapat mempertegas pantatnya yang aduhai.Ini bukan Raya!Raya yang dulu selalu senang jika David memeluknya ketika ia pulang kerja. Tapi Raya yang ingin dengan gesit menepis pelukan tiba-tiba David ketika ia membuka pintu tadi.“Maaf, Pak, ini kantor!” katanya tegas. Tidak ada secuil pun hasrat atau kerinduan terpancar dari wajah perempuan yang dulu begitu mencintainya itu.“Kau darimana selama ini?” pertanyaan David parau menahan se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status