Share

Chapter 2

Acara pernikahan telah usai. David dan Raya telah sah menjadi suami dan istri. Sintia duduk di pojokan, tak hentinya menghapus air mata yang turun ke pipinya. Raya tahu hati Sintia tulus mendoakannya hari ini. Tidak seperti Pakde Suroso dan Bude Rani yang selalu tersenyum palsu. Senyum yang memperlihatkan kepuasan telah mendapatkan sesuatu.

            “Hari ini kamu cantik sekali, Raya,” puji Sintia tadi pagi ketika mereka berdua di sebuah kamar. Sintia sendiri yang memoles wajah Raya dengan make up. Gadis yang berusia setahun lebih muda dari Raya itu memang jago berdandan.

            Raya tersenyum. “Makasih…”

            Ia bangkit dari duduknya dan berkaca di depan cermin besar. Ia memakai kebaya putih sederhana yang kemarin baru ia beli dengan Sintia. Rambutnya disanggul modern dengan beberapa helai rambut menjuntai di bagia kanan dan kiri pipinya. Lipstik warna merah yang dipakaikan Sintia menambah segar auranya hari ini.

            “Kau memang cantik, mirip sekali dengan ibumu dulu,” begitulah almarhum ayahnya dulu selalu memujinya.

            Sekarang yang memujinya telah tiada. “Ayah, apakah ayah melihatku dari surga? Anakmu ini sekarang akan menikah,” batin Raya.

            Semua yang hadir di acara sakral tersebut sudah beranjak pulang. Sintia juga ikut pulang bersama orangtuanya, sebelum pergi ia berpesan pada Raya, “Jaga diri baik-baik dan semoga bahagia, Raya.”

            Raya hanya bisa mengangguk, melepaskan anggota keluarganya. Sekarang ia sendiri di rumah asing ini. Ia bagaikan seorang tahanan yang sekarang tidak bisa lepas dari jeruji besi. Dalam lubuk hatinya, ia ingin segera dibawa saja ke rumah David, ia merasa tidak nyaman berada satu atap dengan Nyonya Kinasih.

            “Mari ikut saya, kita bicara sebentar,” kata Nyonya Kinasih saat Raya masih di ambang pintu rumah. Melihat lurus ke jalan Raya, walaupun taxi yang ditumpangi Pakde, Bude, dan Sintia sudah menghilang di kelokan jalan.

            Raya mengikuti Nyonya Kinasih menuju ke sebuangan ruangan luas yang dipenuhi dengan buku dan map-map tebal. Rupanya itu ruang kerja. Nyonya Kinasih mempersilakan ia duduk di sofa hitam, dan wanita angkuh itu duduk di kursi di belakang meja kerjanya.

            “Raya, sekarang kamu telah sah menjadi bagian dari keluarga kami…” suaranya datar, dengan muka tanpa ekspresi. “Mungkin ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan di benakmu terkait pernikahan ini.”

            Raya diam, ia menatap Nyonya Kinasih perlahan.

            “Ada beberapa hal yang perlu kamu tahu tentang pernikahanmu dengan David. Dan mungkin Pak Suroso sudah menjelaskan sedikit padamu sebelum kamu menikah.” Jeda sebentar. “Memang tidak ada yag gratis di dunia ini, Raya. Begitu pula dalam pernikahan ini.”

            “Saya tahu, Nyonya. Saya digunakan Pakde Suroso untuk menebus hutang beliau pada Nyonya.” Raya angkat bicara.

            Nyonya Kinasih menyunggingkan senyum sinis, “Menurutmu hanya itu?”

            Raya mengangguk.

            Nyonya Kinasih tertawa, “Hutang Pakdemu itu bukan apa-apa untuk saya, Raya. Saya tidak akan bangkrut jika Pakdemu tidak membayar hutang itu.”

            Raya menengadahkan wajahnya, menatap Nyonya Kinasih dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk dalam benaknya. Adakah hal lain yang disembunyikan Pakde Suroso?

            “Saya akan jawab pertanyaan di benakmu itu,” ujar Nyonya Kinasih. “Hutang itu bukan satu-satunya. Ada hal penting lain menyangkut keluarga saya, dan itu harus segera dituntaskan.”

            Raya semakin penasaran.

            “Kau tahu kan siapa keluarga ini?”

            Raya tahu, dan siapa orang yang tidak tahu keluarga Darmawan? Pemilik perusahaan tekstil terbesar kedua di Indonesia. Ayah Nyonya Kinasih, adalah pendiri perusahaan itu. Dan sekarang jatuh ke tangan Nyonya Kinasih sendiri, karena memang anak tunggal satu-satunya. Tapi setahu Raya, David tidak ikut menggeluti profesi yang sama dengan Mamanya. Ia malah bekerja di salah satu bank swasta, ya… walau bagi Raya posisinya di bank itu tidak bisa dikatakan main-main.

            “Saya sebagai orang yang memegang kendali perusahaan ini, punya tanggung jawab besar untuk selalu menjaga nama baik perusahaan. Dan saya sebagai orangtua David punya tanggung jawab untuk menjaga nama baik anak saya.”

            Nyonya Kinasih beranjak dari duduknya, berpindah berdiri di dekat jendela besar berhordeng putih yang terbuka. “Mungkin kamu belum pernah mendengar berita buruk tentang anak saya. Tapi jika kamu ke luar sudah banyak bermunculan berita negatif tentang David.”

            Berita negatif? Pikir Raya. Orang seramah itu punya berita negatif?

            “Raya, tujuan saya menikahkan kamu dengan David karena dia adalah seorang gay!”

            Raya terhenyak. Bagai disambar petir di siang bolong. Gay? David seorang gay? Lantas dia menikah dengan seorang laki-laki yang…. Ah, Raya merasa sangat jijik sekali!

            “G… Ga…. Gay?” ucap Raya terbata-bata.

            Nyonya Kinasih menatap Raya seraya mengangguk. “Kau tahu kan arti gay? David itu tidak normal. Dia tidak mungkin suka dengan perempuan. Saya sering mendapat info dari pembantu rumah tangga di rumahnya, ia sering membawa pulang laki-laki ke rumah. Berganti-ganti. Dan hal itu sudah menyebar, Raya. Saya takut nasib perusahaan akan terpengaruh karena berita itu.”

            Raya meghempaskan tubuhnya ke sofa. Kenyataan pahit apalagi yang akan dia hadapi? Terjawab sudah kenapa Pakdenya yang mata duitan itu tidak menjodohkan David dengan Sintia, dan malah memilih dirinya untuk dinikahkan dengan David.

            “Jadi, Raya,” ucap Nyonya Kinasih datar. “Alasan Pakdemu memberikan kamu kepada saya untuk menikah dengan David bukan karena hutang-hutang itu. Tapi saya membeli kamu dengan uang yang lebih besar dari hutang Pakdemu itu, agar kamu bisa mengembalikan nama baik anak saya di mata orang-orang.”

            Langit serasa jatuh di atas kepala Raya. Jadi, Pakde Suroso mendapatkan uang jauh lebih besar dari Nyonya Kinasih? Sekarang ia harus seumur hidup bersama seorang laki-laki gay?

            “Raya, saya minta tinggallah bersama David, bukan untuk menyembuhkannya, tapi paling tidak kamu membantu nama baik keluarga saya,” kata Nyonya Kinasih pelan dan dalam. “Tapi saya minta maaf, jika David tidak bisa menjadikanmu istri yang sempurna. Dan maaf lagi, saya tidak ingin orang-orang tahu kalau David menikahi keluarga dari sopir saya. Pesta pernikahan yang sebenarnya akan kita laksanakan di Bali bulan depan. Bersiaplah!”

            Ciut hati Raya mendengar perkataan Nyonya Kinasih. Semua terasa seperti mimpi. Ia harus menjalani semua ini sendirian. Sakit hatinya mengingat pakde dan bude yang telah tega menjerumuskannya pada lembah kesengsaraan tanpa ujung. Perih hatinya mengingat mereka menikmati uang hasil dari mengorbankan dirinya.

            “Kenapa harus saya?” tanya Raya pelan. Wajahnya masih menunduk, memerah menahan tangisan.

            “Setahu saya kamu setuju dengan pernikahan ini. Karena saya memberikan uang pada gadis yang mau menikahi David,” jawab Nyonya Kinasih. “Saya tidak tahu ternyata Pak Suroso menyimpan semua ini tanpa memberitahumu.”

            Raya menangis. Kenapa Pakde Suroso menjebak dirinya?

            “Tidak ada gunanya kamu menangis, Raya.” Sambung Nyonya Kinasih. “Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang kau istri sah David. Mau tidak mau perjanjian saya dengan Pak Suroso sudah dilaksanakan. Jika kalian main-main dengan saya, saya bisa membuat kalian semua menderita selamanya!"

            Raya menengadah. Menatap mata Nyonya Kinasih dalam-dalam. “Saya lakukan ini, Nyonya! Saya akan lakukan jika ini bisa membuat keluarga saya baik-baik saja!”

            Nyonya Kinasih tersenyum simpul. “Sebenarnya kau gadis yang baik. Kau tahu sedang dimanfaatkan olehnya, tapi kau tetap menjaga keluargamu.”

            Raya kembali menunduk. Bagaimanapun benar yang dikatakan Nyonya Kinasih, nasi sudah menjadi bubur. Sekarang yang bisa dilakukannya hanyalah berpasrah kepada keadaan ini. Sebersit pertanyaan muncul di benaknya, apa yang akan dilakukannya setelah ini?

***

           

                       

           

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Magdalena marion
lanjutkan lagi author.kereeen.. semoga raya tak terus tersakiti si suroso itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status