Angin bertiup dengan kencang bahkan menggoyangkan pepohonan yang berada di taman belakang rumah. Suaranya sedikit terdengar mengganggu dan juga mengusik Bulan yang sampai saat ini belum memejamkan mata.
Setelah kepulangan dari rumah sakit, kedua orang tuanya memang tidak mengatakan atau bertanya apa pun, tapi lihat dari wajahnya saja terlihat mereka begitu memendam kekecewaan.
Setelah terdengar suara pintu diketuk, tak lama perawat yang disewa orang tuanya masuk dan memberikannya obat.
“Silakan diminum dulu obatnya. Ini untuk menguatkan kandungan dan vitamin yang diresepkan oleh dokter dari rumah sakit tempat Anda dirawat.”
Tanpa mengatakan apa-apa, diambilnya obat tersebut dan langsung diminum. Setelah itu kata terima kasih terucap kepada perawat tersebut.
Bulan kembali berbaring menatap langit-langit kamarnya. Air mata tiba-tiba menetes melewati pipinya yang putih, bibirnya bergetar hebat menahan isak tangis yang ingin pecah.
Diam-di
Jika suka dengan cerita ini jangan lupa untuk memberikan dukungan. Makasih 🤗
Pukul sembilan pagi, mobil yang dikendarai Alfan berhenti di halaman rumah setelah satpam membiarkannya masuk.Alfan mengetuk pintu dengan perasaan gugup. Jantungnya langsung berpacu dengan cepat ketika yang membuka pintu adalah ibu mertuanya, di belakangnya ayah mertuanya langsung melemparkan tatapan tajam seperti mau mengulitinya.Alfan maju dan memberanikan diri mencium tangan mertuanya. Mama Tari tidak banyak bereaksi, berbeda dengan Papi Jacob yang menolak tangannya.“Ayo, Alfan. Silakan masuk. Jangan berdiri di luar.”“Iya, Mam.”“Mau apa kamu ke sini? Aku tidak akan mengizinkanmu membawa Bulan pulang bersamamu.”Mami Tari menyenggol bahu suaminya dengan lembut untuk menghentikan kemarahan dan membiarkan menantunya untuk masuk lebih dulu.Setelah duduk, Mami Tari meminta bibi untuk mengambilkan beberapa minuman. Papi Jacob benar-benar menunjukkan wajah tidak sukanya tanpa ditutupi.&ldq
Matahari baru saja terbit, namun kedatangan seorang perempuan dengan penampilan yang berbeda sungguh membuat penghuni rumah mewah Bulan terkejut. Pasalnya yang diketahui adalah istri pertama Alfan adalah sosok perempuan dengan penampilan yang selalu tertutup. Tiba-tiba datang dengan dress yang hanya sebatas paha dan rambut yang tergerai dengan riasan yang begitu mencolok.Waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi, tapi perempuan itu sudah membuat keributan dengan memaksa untuk mendatangi kamar utama melihat suaminya. Tanpa peduli bahwa dia hanya tamu yang seharusnya bersikap sopan.Kamar utama tidak dikunci, itu memudahkan Zahra masuk tanpa harus mengetuk pintu. Beberapa saat memandang kamar dan seluruh isinya, ada rasa kagum dengan interior dan segala jenis perabot yang ada di dalamnya. Begitu mewah dan sangat indah, sangat berbeda dengan rumah miliknya. Namun bibirnya menyeringai sinis ketika menatap potret pernikahan yang tergantung dengan ukuran yang besar.&
“Aku tahu kamu berbohong,” sahut Alfan kemudian terkekeh pelan. “Kamu tahu, dan aku juga sudah tahu ... semuanya!” Bulan diam mencerna perkataan Alfan. Jika sudah tahu memangnya apa yang akan terjadi. Toh semuanya tidak akan berubah. “Bagaimana perasaanmu?” “Apa yang harus aku katakan, Bulan.” Alfan menghapus cairan bening yang penuh di pelupuk mata. Perlahan tangan Bulan mengusap bahu Alfan dengan lembut. Walau tidak dalam posisi Alfan, ia dapat merasakan kekecewaan yang begitu jelas. “Aku mengorbankan segalanya demi dia. Tapi di belakangku dia mempermainkan aku. Membuat aku menjadi laki-laki bodoh yang tidak tahu apa pun. Apa perasaan kecewa saja tidak boleh aku rasakan?” “Itu manusiawi, Mas. Saat kenyataan itu menampar dan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, rasa itu muncul dan itu memang wajar. Tidak ada yang salah,” sahut Bulan dengan suara rendah. “Dia selama ini hanya bisa menyalahkan aku. Menganggap apa yang aku
Alfan masih memikirkan ucapan Papa Andre dan juga laki-laki yang berniat merebut Bulan darinya. Marvin Ian Adiprama, aku tidak akan membiarkanmu mengambil Bulan dariku, batin Alfan penuh tekad. Sekitar pukul tujuh malam, Alfan mengendarai mobilnya untuk pulang, namun sebelum itu ia akan datang menemui Bulan sesuai janjinya. Saat mengetuk pintu ternyata mertuanya yang membuka. Perempuan paruh baya tersebut menatapnya dengan heran. Tentu saja melihat wajahnya lebam kebiruan pasti menimbulkan banyak pertanyaan. “Alfan, ada apa dengan wajahmu? Kamu berkelahi,” tanya Mami Tari dengan penuh selidik. Belum sempat Alfan menjawab, Bulan dari dalam berteriak untuk membiarkan Alfan masuk. “Mami lupa. Ayo masuk.” Alfan tersenyum dan masuk ke dalam rumah. Setidaknya ia masih bersyukur karena masih diterima baik setelah apa yang dilakukan. “Loh, Mas Alfan kenapa dengan wajahmu ini?” Bulan yang melihat Alfan terlihat kacau langsung bang
Akhirnya kedua orang tuanya melepaskan Bulan untuk kembali bersama dengan Alfan. Walau ada sesuatu yang masih membuat mereka mengganjal, namun karena ini pilihan putrinya sendiri, maka dengan berat hati mereka mengalah dan membiarkan putrinya menentukan keputusan.Bulan menatap rumah yang beberapa minggu telah ditinggalkan. Masih sama, tidak ada yang berubah. Setelah puas mengamati seisi rumah, Bulan naik ke kamar dan dikejutkan dengan kehadiran sosok perempuan yang memakai lingerie tembus pandang yang jelas mempertontonkan bentuk tubuhnya. Bulan tidak bisa melihat wajahnya karena perempuan itu memunggungi pintu. Tidak mau menduga-duga, kakinya melangkah mendekat dan bola matanya terbelalak melihat siapa perempuan itu.“Zahra. Apa yang kamu lakukan di kamarku?” Bulan menggoyangkan tubuh perempuan itu dengan pelan supaya segera bangun.Terdengar suara erangan pelan sebelum perempuan itu bangun dan duduk dengan wajah yang masih menahan kantuk.&
Jantung Zahra berdebar dengan tidak beraturan mendengar suara ketukan pintu yang lumayan keras dan cepat seperti ingin segera menyerbu untuk masuk, ia menatap pintu dan menatap laki-laki yang masih sibuk mengenakan celana tersebut bergantian. Entah mengapa dadanya bergemuruh dan perasaannya tidak tenang. “Tutupi tubuhmu dengan selimut. Aku akan membuka pintu,” ucapnya lembut memberikan kecupan di kening Zahra dan segera melangkah menjauh. Zahra memejamkan mata dan mencengkeram selimut dengan erat. Namun ketika pintu terbuka, suara yang sangat dikenali membuat tubuhnya menegang. Belum sempat berpikir jauh, suara keributan membuatnya mau tak mau menengok. Bola matanya hampir saja keluar melihat apa yang terjadi di hadapannya saat ini. Alfan ... Alfan ada di sini dan saat ini posisinya sedang mengungkung tubuh Galih dengan kepalan tangan yang siap melayang. “Hentikan!” teriak Zahra yang langsung saja bangkit sampai lupa bahwa saat ini tubuhnya polos tanp
Alfan melemparkan segala yang dilihat dengan kasar. Semua yang ada di hadapannya menjadi sasaran emosi. Benda-benda yang ada di ruang tamu terlempar dan menimbulkan bunyi keras sebelum akhirnya hancur berkeping-keping.Waktu masih menunjukkan pukul empat pagi. Bibi yang ada di dapur segera mendekati ruang tamu ketika mendengar suara keributan. Perempuan paruh baya itu melihat Alfan seperti orang kesetanan. Langkah kakinya mendekat dengan hati-hati takut terkena serpihan tajam dari benda-benda berharga yang kini sudah tidak berbentuk. Disusul dua perempuan lainnya di belakang bibi yang baru saja masuk ke ruang tamu setelah mendengar suara keributan.“Ada apa dengan Den Alfan, Bi?” Bibi hanya menggeleng karena tidak tahu apa pun.“Den Alfan,” panggil Bibi lirih.“Tinggalkan aku sendiri, Bi.” Alfan menoleh dan menjawab lirih kemudian menyuruh mereka semua pergi.“Jangan bicara dengan Bulan,” sambungnya lagi.Alfan jatuh ke lantai setelah menghancurkan seisi ruan
Alfan merasakan air mata, amarah, kesedihan dan keputusasaan bercampur menjadi satu. Madu yang selama ini terasa manis, kali ini seperti racun yang bisa langsung membunuhnya.Kedua tangannya mengepal dengan kuat dan penuh amarah. Bayangan tubuh polos Zahra menari-nari di kepalanya bagaikan kaset rusak yang terus berputar berulang.Matanya menerawang jauh di saat pertama kali pertemuan mereka. Alfan terpikat dengan senyum manis perempuan itu. Selama mengenalnya, Alfan hanya disuguhkan hal-hal manis yang ternyata semuanya hanya sandiwara.Jika masa lalunya memang buruk, Alfan memang tak bisa menghapusnya karena itu telah terjadi. Tapi seharusnya setelah mendapatkan apa yang diinginkan, setidaknya perempuan nakal sekali pun akan berubah jika menemukan seseorang yang tepat. Tapi sepertinya itu tidak berlaku bagi Zahra.Selama hidup bersamanya, Alfan selalu memastikan bahwa mereka tidak akan kekurangan apa pun. Sebisa mungkin ia selalu memberikan kehidupan yan