Share

Bab 5. Luka Baru

Delia kini tengah duduk di depan jendela kamar. Keadaannya jauh dari kata baik-baik saja.

Jika tidak ada Bara–teman Andrew–, mungkin ia masih menangis seperti wanita gila di pinggir jalan.

Kini ada satu lagi koleksi luka Delia, kali ini ia melakukannya hingga tiga kali.

Tak ada lagi tangisan meraung-raung, ia cukup bisa mengontrol dirinya setelah membuat luka yang kesekian kalinya.

Delia menatap nanar ke arah jendela, rambutnya kusut dan tidak ada kegiatan yang ia lakukan selain duduk merenung.

Mungkin besok ia akan pergi ke Dokter Rania, dokter yang biasa menangani Delia.

Sudah lama ia tidak mengkonsumsi obat, namun kali ini jika ia biarkan semakin lama Delia takut akan semakin parah.

Rafael tak pernah tau setelah kejadian tujuh tahun yang lalu, Delia pernah lebih parah dari malam ini.

Beberapa kali Delia mencoba bunuh diri untungnya selalu digagalkan oleh kedua orang tuanya.

Rafael tidak pernah tau sehancur apa mentalnya atas tuduhan yang tidak pernah Delia lakukan.

Ia juga tidak tau sebesar apa usaha Delia untuk menghilangkan traumanya.

"Dan sekarang aku sudah menjadi istrinya?" lirih Delia seolah tak percaya sembari menatap langit yang gelap, tidak ada bintang yang bersinar membuat hawa malam ini terasa lebih sunyi.

Bisa dibayangkan setiap kata yang keluar dari mulut Rafael hanyalah kebencian, "Apa lebih baik aku mati saja?"

****

“Raf?”

Ini sudah ketiga kalinya Rafael tak fokus saat berbicara dengan Gladis akibat panggilan Delia tadi.

Meski Rafael berusaha tak peduli, entah mengapa, ia jadi mendiamkan perempuan di sampingnya.

Tak bisa dipungkiri bahwa kehadiran Delia seolah membuat Renata hadir kembali dalam ingatannya yang selama ini Rafael kubur.

Dulu, Renata sempat menuduh Rafael menyimpan rasa pada Delia karena bersikap baik padanya. Padahal, Rafael yakin ia tak merasakan apa pun untuk wanita itu. Ia hanya bersikap baik saja. Lalu, semua berakhir buruk dengan kematian Renata.

Rafael seketika menyugar rambutnya kasar. 

“Sorry, aku harus pergi.” Ia segera berdiri dan melangkah pergi–meninggalkan Gladis begitu saja. 

"Sayang, kau akan pergi ke mana?” tanya Galdis cemberut dan manja.

Namun, Rafael terus saja melangkah tanpa memedulikannya.

Pria itu tidak benar-benar mencintai Gladis. 

Wanita itu sengaja ia jadikan kekasih hanya untuk menghancurkan perasaan Delia. Toh, Rafael juga sudah memberikan bayaran yang setimpal untuknya. Dari tempat tinggal sampai barang-barang mewah yang selalu ia idamkan.

Tanpa disadarinya, Gladis mengepalkan tangan marah. "Sialan! Apa karena wanita pembunuh itu Rafael meninggalkanku?" kesalnya, “lihat saja! Akan kuberi pelajaran dia!”

Dalam diam, ia melihat Rafael yang langsung mengendarai mobilnya seperti kesetanan. Ia berusaha menemukan Delia, tapi tak menemukannya.

Menyadari tindakannya yang aneh, Rafael memukul setirnya. “Untuk apa aku mengkhawatirkan perempuan itu?”

Ia pun memutar balik arah, hingga mobil itu berhenti di depan sebuah gedung perkantoran yang sebentar lagi jatuh ke tangannya karena menikahi Delia.

Rafael melangkah lebar-lebar menuju ruangan yang terletak di lantai paling atas– satu-satunya tempat yang ingin Rafael kunjungi saat ini.

Pintu terbuka otomatis kemudian ia memukul tembok dengan keras, hingga membuat kubu-kubu tangannya memerah, "Sial!" teriaknya sekeras mungkin.

"Perempuan itu membuat kepalaku pecah!" pekik Rafael.

Matanya tak sengaja menatap pigura yang sengaja Rafael taruh di atas meja kerjanya. 

Terpampang jelas wajah Rafael dan Renata yang sedikit cemberut dalam foto yang diambil sebelum kecelakaan menimpa kekasihnya itu.

"Hingga hari ini aku belum bisa memaafkan dia Sayang," beo Rafael, “akan kubuktikan padamu bahwa aku tidak pernah mengkhianatimu. Delia harus merasakan sakit yang kau rasakan.”

Tangannya mengepal kencang.

Baginya, kematian Renata adalah salah Delia.

Hanya wanita itulah yang ada di tempat kejadian–membuat Rafael bersumpah menjebloskan Delia dengan tangannya sendiri waktu itu. Hanya saja, orang tua Delia membayar cukup mahal agar wanita itu aman, bahkan dari penyelidikan polisi yang sudah Rafael rancang sedemikian rupa.

Rafael seketika menyeringai kala teringat Delia sudah menjadi istrinya. Ia akan membalaskan dendam yang tersimpan begitu lama. 

"Meski dia adalah istriku, tapi dia harus menyadari dan menyesali setiap harinya karena merebut tempat yang seharusnya dimiliki Renata," ucapnya, “kejadian seperti tadi tidak boleh terulang.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status