Share

Alasan

Morgan menghela napas panjang.

Bersama Ayra, dia keluar dari ruang sidang sekolah.

Pria itu sungguh lelah dan hanya ingin segera kembali ke apartemen yang ia tempati.

"Saya harus kembali ke rumah," ujar Morgan kepada Ayra tiba-tiba.

Bukannya menjawab, Ayra malah terduduk lemas karena harus menerima permasalahan serumit ini. Morgan yang semula ingin cepat kembali ke apartemennya, menjadi iba ketika melihat Ayra yang sepertinya sangat hancur.

"Kenapa semuanya terjadi sih? Kenapa malah jadi seperti ini?" gumam Ayra dengan tangisan yang sudah pecah.

Morgan kembali menghela napasnya. Diulurkan tangannya ke arah Ayra, sehingga membuat gadis itu menghentikan tangisnya.

"Semua akan baik-baik saja," ucap Morgan.

Bukannya senang, Ayra menjadi kesal mendengarnya.

Perempuan itu lantas menepis tangan Morgan yang ada pada bahunya. "Apanya yang akan baik-baik aja, Pak? Kita mau dinikahin, atau Bapak akan masuk penjara. Apa itu yang namanya baik-baik aja? Gak ada yang akan baik-baik aja!" bentak Ayra dengan sinis, lalu segera pergi meninggalkan Morgan di sana.

Morgan memandang kepergian Ayra dengan sendu, karena ia tidak bisa berbuat apa pun. Karena hatinya yang masih tidak tenang, ia pun segera menghampiri Ayra yang berlarian ke arah asrama.

Sesampainya Ayra di kamar asramanya, ia segera mengunci pintu dengan rapat. Morgan juga baru saja tiba di sana, dan hanya bisa berdiri di depan ruangan kamar Ayra.

Rasa sakit hati yang Ayra rasakan sangatlah dalam. Ia tidak bisa mengorbankan masa depannya begitu saja, hanya karena permasalahan seperti ini. Ditambah lagi ia yang juga tidak tahu harus jujur seperti apa terhadap kekasihnya, mengenai permasalahan ini.

Saking sakitnya Ayra, ia pun bersandar pada pintu kamar asramanya sembari meringkuk takut.

Morgan mengetuk pintu kamar Ayra. "Buka pintunya sebentar. Saya mau bicara sama kamu," ucapnya.

"Gak ada yang perlu dibicarin lagi, Pak! Katanya mau pulang? Sana pulang! Jangan peduliin saya lagi!" teriak Ayra dengan tangis yang semakin pecah saja.

Morgan tertunduk sendu, kemudian duduk bersandar pada pintu kamar Ayra. Mereka sama-sama bersandar dan saling membelakangi dari kedua sisi.

Pada jarak ini, suara tangisan Ayra terdengar sangat jelas. Ia merasa sangat hancur, karena dirinya juga yang belum siap untuk melakukan hal ini.

Pilihannya adalah menyerahkan diri ke pihak berwajib, atau menikahi gadis yang sama sekali tidak pantas baginya.

"Argh!" Morgan hanya bisa berteriak dalam hatinya.

Sedikitnya Morgan juga ikut menangis, karena menyesali perbuatannya itu. Ia tidak menyangka, niat baik untuk menolong Ayra, ia malah masuk ke dalam permasalahan yang rumit seperti ini.

"Kenapa malah jadi seperti ini? Saya cuma mau bantu dia, kenapa saya malah terjebak dalam hal aneh begini?" batin Morgan yang menyesal dengan keadaan yang terjadi.

Kejadian itu bermula ketika guru olahraga yang mengajar di sekolahnya, meminta agar Ayra mengambil beberapa bola basket untuk pelajaran kali ini. Karena tidak ingin membantah, Ayra pun hanya mengiyakan permintaan gurunya itu.

Dengan rasa yang sangat takut, Ayra pun masuk ke dalam ruangan penyimpanan yang gelap itu.

"Permisi," ucap Ayra dengan rasa takut di hatinya.

Ruangannya terasa sangat gelap, karena tidak ada penerangan yang menerangi ruangan ini. Ditambah lagi hari yang sudah mulai sore, membuat ruangan ini tidak mendapatkan pencahayaan yang cukup.

Kakinya mulai gemetar, ketika ia tidak bisa menemukan benda yang ia cari.

"Di mana bolanya, sih? Ruangannya gelap banget, apa bisa dinyalahin lampunya?" gumam Ayra sembari perlahan berjalan ke arah depan.

Karena Ayra yang hendak mencari tombol lampu, ia pun segera merayap pada dinding. Ia berusaha mencari tombol, agar bisa menyalahkan lampu ruangan ini dengan segera.

"Di mana sih tombolnya?" gerutu Ayra, sembari tetap mencarinya.

Bukannya mendapatkan apa yang ia cari, Ayra malah memegang kecoa yang berada di sekitar tombol lampu. Menyadari benda aneh yang ia pegang, Ayra pun mendelik kaget karenanya.

"Aahhhhhh!!" teriak Ayra.

Seseorang yang berada di luar ruangan ini pun terkejut.

"Ada apa?" gumamnya, yang tak lain adalah Morgan.

Karena sudah terlalu khawatir, Morgan pun berlarian masuk ke dalam ruangan ini. Ia sampai meletakkan secara sembarangan sapu yang memang ia pegang.

Morgan berusaha masuk, dan akhirnya ia bisa menemukan Ayra di dalam ruangan ini.

"Ayra, kamu kenapa?" pekik Morgan dengan perasaan yang khawatir.

"Pak Morgan ... tolong ada kecoa!" teriak Ayra, yang langsung memeluk Morgan dengan sangat takut.

Morgan juga sedikit takut, karena ia tidak tahu di mana keberadaan kecoa yang Ayra katakan. Ruangan yang gelap, membuat keterbatasan pandangan mereka.

"Di mana kecoanya?" tanya Morgan, sembari berusaha melindungi Ayra, khawatir Ayra menginjak benda yang berbahaya di ruangan ini.

Merasakan ada yang bergerak di lehernya, Ayra pun berteriak dan spontan melompat hingga kepalanya tak sengaja mengenai rahang Morgan.

"Aww!" teriak Morgan, yang sangat kesakitan karena hal ini.

"Pak Morgan, ini kecoanya ada di sini," ucap Ayra sembari berusaha mengibaskan tangannya mengusir kecoa itu.

Karena mendengar ucapan Ayra, Morgan yang masih kesakitan pun berusaha berfokus pada Ayra. Ia berusaha membantu Ayra untuk mengusir kecoa itu dari leher Ayra.

"Sini!" ujar Morgan, sembari hendak mengambil kecoa itu.

Karena tidak fokus, Morgan malah mencubit leher Ayra dengan sedikit keras. Kecoanya pergi, sebelum Morgan sempat mengambilnya dari sana. Alhasil Ayra malah kesakitan karena tak sengaja Morgan mencubit lehernya, hingga meninggalkan bekas merah di sana.

"Aduh, sakit Pak Morgan! Aduh sakit, kenapa Pak Morgan begitu sih? Aduh, sakit Pak!" teriak Ayra, membuat Morgan terkejut karenanya.

"Ah, maaf Ayra! Tahan sedikit lagi, saya masih belum selesai!" ujar Morgan, sembari terus menerkam Ayra.

Mendengar suara bising dari dalam ruangan, seseorang yang tak lain adalah wakil kepala sekolah pun merasa terkejut. Ia tidak menyangka, mendengar perkataan itu langsung dari mulut Morgan.

"Apa-apaan itu?" gumam wakil kepala sekolah.

Dengan rasa penasaran dan kesalahpahamannya, kepala sekolah pun masuk ke dalam ruangan itu dan menyalakan lampu dengan segera.

Tombol lampu berada di sudut ruangan, yang berada di dinding belakang pintu ruangan tersebut. Tombol ini tersembunyi, sehingga siswa baru seperti Ayra tidak mengetahuinya.

Pandangannya tertuju pada Morgan, yang saat ini sedang berusaha menerkam Ayra. Hal itu membuat mereka terdiam sejenak, sambil memandang ke arah pintu masuk ruangan.

"Apa yang kalian lakukan di sini, hah?" pekiknya.

Menyadari posisi mereka yang tidak tepat, Morgan pun mendelik dan melepaskan tubuh Ayra dari cengkeramannya. Ia merasa terkejut, karena tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini.

Itulah alasan mengapa mereka bisa dijatuhkan tuduhan yang tidak benar! Tapi, bagaimana cara membuktikannya?!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status